Hibiscus Rosasinensis alias kembang sepatu. Tiba-tiba aku jadi rajin menyebutkan nama itu, setelah membaca novel ‘Mekar Karena Memar’ yang menyebut-nyebut nama bunga itu. Apalagi karena bunga itu tumbuh tinggi dan kokoh di halaman rumah kontrakanku yang kecil, membuatku merasa dekat dengan tokoh utama novel itu. Di bawah lindungan bunga itulah, di suatu sore yang sejuk, untuk kesekian kali kupanjatkan doa meminta pemulihan dari segala rasa sakitku.
Saat itulah Tigor datang. Hatiku berdebar melihatnya. Aku baru saja mengucapkan ‘Amin’ dan tiba-tiba dia datang. Secepat inikah doaku dijawab? Diakah yang akan membantuku sembuh dari luka hatiku? Aku jadi gugup, sampai lupa mengajaknya duduk. Dia turut berdiri di sampingku dan baru duduk ketika adikku muncul di teras dan bertanya mengapa kami tidak duduk.
Kami duduk di teras. Kulihat dia rapi sekali. Aku bertanya-tanya di hati, apakah dia serapi itu demi mengunjungiku? Kalau ya, hmm.., terus terang, aku merasa senang.
“Dari mana kau tahu rumahku?” tanyaku setelah kami diam beberapa saat.
“Dari pendeta di gerejamu.”
Kembang sepatu bagai mekar juga di hatiku, mendengar bahwa dia berani menghubungi pendeta kami, hanya untuk meminta alamatku.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya lagi.
“Kau sudah datang ke sini. Simpulkanlah sendiri,” jawabku ketus, membuatnya tertegun sebentar. Aku menyesal.
“Sepertinya pertanyaanku tadi, salah ya?” suaranya lembut bertanya, menggugah rasa bersalahku. Aku memandangnya malu.
“Aku minta maaf, tidak mudah bagiku untuk menerima keadaan ini,. Aku senang kau kunjungi.”
Senyumnya merekah ketika mendengar baris terakhir kalimatku. Kulihat matanya bercahaya riang memandangku, membuatku tak sanggup menahan semburat merah di wajahku. Mengapa pula aku jadi begini?
Dia mulai bercerita, aku mendengarkan saja. Pengalamannya sebagai pendeta muda, perasaannya ketika pertama kali berkhotbah di depan jemaat, lalu beralih ke cerita masa kecilnya.
Hampir jam delapan malam ketika dia pamit. Setelah menutup pintu gerbang, dia berhenti sebentar dan berbicara sangat pelan,
“Apakah aku boleh mengunjungimu lagi?”
Aku tak bisa menahan senyum mendengar pertanyaannya itu. Kuanggukkan kepala.
Kulihat sinar bintang di kedua matanya.
****
Topic
#fiksifemina