Sekarang aku tahu, mengapa seminggu lalu, tiba-tiba calon suamiku mengirimiku sebuah pesan, “Kalau kau melihat orang tuamu dan aku sedang tergantung di tepi jurang, sedang kau hanya bisa menyelamatkan salah satu di antara kami, siapa yang akan kau pilih?”
Aku tertawa waktu menerima pesan itu. Lalu setelah berpikir asal-asalan, kujawab juga. “Aku pasti memilih orang tuaku. Sebab sudah kulihat bahwa jurang itu tidak terlalu dalam. Jadi kalaupun kau jatuh, kau cuma kesakitan saja, tidak sampai mati. Tidak mungkin kubiarkan orang tuaku yang jatuh. Mereka sudah tua, nanti tulang-tulangnya patah.”
Aku merasa ditipu oleh keluarganya. Sebulan setelah kematian Abangnya, orang tuanya meminta agar rencana pesta pernikahan kami ditunda. Sebab tak pantas jika mengadakan pesta pernikahan, padahal baru saja mengalami kemalangan. Aku dan seluruh keluargaku maklum. Pernikahan kami ditunda sepuluh bulan. Lama sekali memang, tapi tak mengapa. Obrolan kami hanya mengenai itu saja. Tak ada tanda bahwa mereka akan membatalkan pernikahan, tak terlihat niat mereka untuk memisahkan kami berdua.
Aku tidak tahu, apa yang sudah dikatakan kedua orang tuanya, sehingga dia memilih menikahi iparnya. Aku juga tidak tahu, apakah iparnya juga menyetujui pernikahan itu. Tapi rupanya, setelah hatinya mantap untuk mengikuti kemauan orang tuanya, barulah dia datang ke tempatku. Dia datang bukan untuk berdiskusi, bukan untuk memintaku menolong memecahkan masalahnya, tapi hanya untuk memberitahuku. Keputusan yang sudah diambilnya.
Dia pasti tahu, bahwa aku akan sangat tergoncang, karena itu dia sengaja menemuiku di rumahku. Memang aku pingsan setelah mendengar bahwa dia akan menikahi iparnya. Ketika sadar, kudapati diriku sudah berada di atas tempat tidur di kamarku. Dia duduk dengan mata sembab di sampingku, tangannya sibuk memijati kepalaku.
Topic
#fiksifemina