Dialah yang mengurusku selama aku sakit. Katanya, berulang kali aku mengigau. Menjerit-jerit, menangis keras, membuat dia panik dan ikut-ikutan menangis.
Aku tak pernah bercerita pada adikku, mengapa aku bisa sakit. Tapi pasti dia sudah tahu, karena di hari ke empat aku sakit, bekas calon suamiku datang dengan wajah gundah. Rupanya adikku yang meneleponnya, setelah dia curiga, mengapa sampai tiga hari aku sakit, dia belum datang juga menjengukku.
Sayangnya dia datang bukan lagi sebagai calon suamiku. Aku menolak dijenguk olehnya. Aku menjerit mengusir dia pergi dari kamarku. Kudengar dia menangis, memanggil namaku dengan penuh sesal. Tapi apa guna tangisannya itu sekarang, setelah dia mengabaikan teriakanku minta tolong dan membiarkanku jatuh ke dalam jurang?
Adikku akhirnya sadar, sesuatu yang buruk sudah terjadi.
“Mak..,” panggilku lemah.
Mamak membungkukkan badan untuk memelukku. Dia menemaniku menangis.
Di pelukan Mamak, aku merasa begitu tentram. Aku bagai kembali menjadi anak kecil yang mengadu ke pelukan Ibuku. Kubasahi bajunya dengan air mataku. Aku terus menangis sampai puas, sampai aku kelelahan dan tertidur di pelukannya.
Begitu Mamak datang, barulah aku mau makan. Bubur sumsum dan gula merah cair, makanan yang selalu dibuatkannya untukku kalau aku sakit.
.****.
Topic
#fiksifemina