
Foto: PTRI NY
Awal Mei lalu, House of Angklung berkolaborasi dengan para seniman dari Saung Udjo menggelar konser “Learn From Pring” dalam pagelaran budaya bertajuk “Bamboo For Peace: Enchanting Sounds and Rhythms of Indonesia” di Markas PBB. Sedikitnya 500 diplomat dari 193 negara dan pejabat tinggi PBB yang memenuhi ruangan ECOSOC di Markas PBB, New York, dibuat terpukau. Setelah tampil di Markas PBB, kelompok seni ini melanjutkan menggelar konser akbarnya di George Washington University (12/5).
Mereka menampilkan musik klasik yang dijalin dengan karya-karya tradisional Indonesia., dan musik-musik baru dan progresif hasil aransemen ciamik Ulung Tanoto,. Serentetan karya mulai dari “Ave Maria”-nya Schubert, “What A Wonderful World”-nya Louis Armstrong, hingga “Firework”-nya Katy Perry pun dimainkan lewat denting-denting akustik bilah bamboo, menuai apresiasi tinggi para penonton yang terkesima.
“Apalagi ketika di sela pertunjukan penonton diajak memainkan sendiri angklung. Ini merupakan kejutan untuk mereka. Mereka senang sekali,” cerita Tricia yang dalam konser ini berperan sebagai music director.
Karina Sudyatmiko sebagai Co-Producer dari Konser Learn From Pring menjelaskan bahwa konser House of Angklung kali ini diinspirasikan oleh puisi terkenal “Ngelmu Pring” karya Sindhunata. “Isi puisi ini menggambarkan elemen-elemen bambu yaitu spiritualitas, ketahanan, kekuatan, kejujuran dan harmoni sosial. Kental dengan pesan sosial di mana sebagai manusia kita bisa belajar dari karakter bambu yang ternyata manusiawi,” jelasnya.

Foto: PTRI NY
Tricia menjelaskan bahwa musik adalah jembatan yang paling baik untuk membangun hubungan diplomatik, dalam hal ini antar Indonesia dan Amerika. Sebab, musik adalah bahasa yang universal.
“Melalui musik, khususnya angklung, yang dimainkan dengan dinamis dan fun orang asing tertarik untuk melihat dan akhirnya menikmati. Pada saat inilah, kita memperkenalkan keanekaragaman budaya Indonesia, termasuk angklung yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Berwujud dari Indonesia pada November 2010 lalu,” jelas Tricia yang telah satu dekade lebih menjadi pengajar angklung di Amerika.
Konser ini juga sebagai pengingat bahwa meskipun bisa berbeda dalam banyak hal, namun bersama-sama kita dapat menciptakan keselarasan. “Banyak orang Amerika melihat perbedaan dengan ketakutan. Konser ini mengajak mereka untuk membuktikan sendiri, orang yang tidak bisa main musik pun, tanpa melihat agama maupun keturunan, semua bisa melebur dalam alunan musik yg keluar dari rakitan bambu di tangan mereka,” tuturnya.
Selain rajin pentas keliling kota di amerika, House of Angklung saat ini juga telah memiliki outreach program, Angklung Goes to School, yang memperkenalkan Indonesia melalui angklung ke sekolah-sekolah di Amerika.
“Sekolah-sekolah yang sangat tertarik pada angklung, mendapat kesempatan untuk memperoleh 3 set angklung interaktif, untuk dimainkan secara independen di kelas musik. Sebab, tujuan jangka panjang program ini adalah menjadikan angklung sebagai salah satu alat pendidikan di kelas musik,” ungkap Tricia. (f)
Baca Juga:
Miwa Kato, Direktur Regional UN Women Asia Pasifik Terpikat Indonesia
Antara Guruh Sukarno Putra, Bibi-Bibi, dan Kid Zaman Now
Sana Amanat, Mengangkat Derajat Kaum Minoritas Lewat Komik
Topic
#seniangklung, #pertunjukan