Entah intuisi atau sebuah kebetulan saja, namun, Btari langsung dapat menebak, petualangan yang panjang pasti telah digumuli dirinya bersama ransel yang disandangnya. Dan, mata Btari langsung berbinar-binar penuh harap saat ia mengatakan baru saja keluar dari penyusuran di empat rangkaian sungai, di pedalaman hutan tropis yang masih perawan. Binar mata penuh kebebasan yang baru pertama kali ditemukannya di wajah super melankolis gadis selembut Btari, sungguh memberinya kesan mendalam. Kesan yang beberapa detik kemudian berubah menjadi ketidakpercayaan, saat Btari mengatakan sesungguhnya dia memesan latte di kedai ini hanya untuk mencium aromanya, tanpa pernah meminumnya, karena sebuah alasan, dan ia cukup mengganti latte yang ditumpahkannya itu dengan sebuah cerita.
“Kita mulai dari bagian yang mana?” tanya Bara kemudian, dengan desahan napas berat yang terdengar jelas.
“Seperti biasa,” jawab Btari penuh semangat.
“Yang paling berkesan.”
“Ya….” Btari mengangguk pasti.
Mata Bara mengawang lagi. Menarik semua ingatan tentang hari-harinya selama empat bulan terakhir. Sebuah tempat di daerah liar. Tempat di mana hanya ada sedikit jalan dan orang. “Huh…,” Bara mendesah pelan. Bagaimana ia bisa menjelaskan, menjelajahi Alaska seperti membawanya kembali pada masa-masa itu. Saat dirinya terlalu sibuk pada pekerjaan, hingga membuatnya kehilangan Btari.
Bara!” Btari mulai tak sabar. Menunggu Bara memulai cerita. Bara mengusap wajah cepat. Merapatkan kembali benaknya pada sesuatu yang paling dihikmatinya.
“Hmm… mungkin kita bisa mulai dari… saat kami melihat aurora borealis di langit Alaska,” ucap Bara kemudian menemukan jawaban.
“Cahaya utara itu!” Btari berdecak kagum.
“Ya….” Bara mengangguk. “Ketika itu kami baru saja keluar dari jalan desa terpencil berpenduduk kurang lebih tiga puluh jiwa, menyusuri tepian sungai dengan air yang sedang meluap karena es yang mencair kala musim panas tiba. Saat itulah kami melihat medan magnet bumi bertabrakan dengan udara yang mengalir dari matahari, hingga menyebabkan langit di belahan bumi utara bersinar dengan kombinasi warna kuning, merah, hijau, biru, ungu….”
“Bagaimana…? Bagaimana keindahannya?” potong Btari tak sabar. Matanya menatap penuh kekaguman, seakan ia sedang menyaksikan fenomena alam langka itu di mata Bara.
Bara terdiam. Sebelum menjawab, disempatkan Bara menatap Btari yang duduk di hadapannya lebih lama, lebih dalam. Keindahan yang jauh melebihi aurora borealis yang dilihatnya di Alaska malam itu. Keindahan yang sekarang tak mungkin lagi dimilikinya. Ada samurai yang menggores hatinya, rasanya lebih sakit dari harakiri.
Topic
#FiksiFemina