DARI BALIK KACA MOBILNYA Radit melihat semua adegan itu dengan mata tak berkedip. Memandangi lelaki dan perempuan di balik jendela Café Gladiola yang terlihat begitu asyik dengan obrolannya. Mata keduanya merekat seperti lem. Erat. Tak ada ruang buat wajah yang lain. Menatap penuh kerinduan. Ekspresi wajah perempuan itu dipenuhi lukisan cinta. Semburat merah dan senyum bahagia tak lepas menghiasi bibirnya. Sesekali, wajah itu berubah lara, mengigit-gigiti bibir merahnya resah. Tapi, hanya sesaat. Lelaki dengan tubuh tinggi dan kulit cokelat terbakar matahari yang duduk di hadapan perempuan itu, terlihat bagai oase yang menyejukkan. Hati Radit tergigit.
Sedetik kemudian kepala Radit terjatuh lemas di kemudi. Kewibawaannya runtuh. Hatinya porak-poranda. Tersayat, dan rasanya sakit sekali. Pemandangan di balik jendela Café Gladiola itu menyulut emosinya, tanpa tahu harus berbuat apa.
Beberapa menit berlalu, Radit masih tak ingin meyakini apa yang baru saja dilihatnya. Ia berharap itu hanya halusinasi semata. Suguhan yang romantis, tapi terlihat bagai film sadis. Pikirannya benar-benar kacau, apalagi hatinya. Jangan ditanya bagaimana rasanya, karena ia sendiri sulit untuk menjelaskannya.
Terdengar embusan-embusan napas berat yang memburu dari bibir Radit. Sedetik kemudian Radit menegakkan kembali kepalanya. Dibetulkan letak kacamatanya yang berantakan. Menatap lurus-lurus ke depan. Radit berusaha tenang. Tak terpengaruh. Menunjukkan sikap tegar, walau sebenarnya rapuh. Menyalakan mesin mobil. Menginjak gas. Kembali ke kantor.
Topic
#FiksiFemina