Foto: Dok. Pribadi
Saat ini, perempuan Indonesia yang menjadi pencipta karya seperti koreografer, penulis naskah, dan lainnya di dunia pertunjukan teater masih sangat sedikit jumlanya. Padahal dari segi keahlian dan kemampuan, perempuan pencipta karya seni teater di dalam negeri cukup mumpuni.
Adanya batasan seperti kurangnya ruang untuk berkolaborasi, hingga jejaring menyebabkan pelaku seni perempuan masih berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya gaung karya mereka kurang terdengar, padahal potensinya sangat besar.
“Sejak saya terjun ke dunia seni teater di tahun 2017, saya melihat potensi yang begitu besar yang dimiliki sutradara perempuan. Saya ingin berkontribusi dalam mengembangkan potensi ini,” kata Fonnyta Amran, satu dari segelintir sutradara teater perempuan yang dimiliki Indonesia.
Demi mewujudkan mimpinya tersebut, sejalan dengan program Master yang akan ia ambil tahun ini, Fonnyta menggagas Breaking Barriers Initiative. “Saya juga ingin mulai melakukan sesuatu untuk dunia seni yang saya cintai, terutama penyutradaan dan produksi teater, tanpa harus menunggu pendidikan master selesai. Di sinilah Breaking Barriers Initiative lahir dan saya harap dapat menjadi langkah awal untuk berbagai kerjasama dan kolaborasi yang mendobrak batasan yang dihadapi perempuan dalam berkarya di seni teater,” ungkap Fonnyta yang pada September 2021 menerima beasiswa untuk program master dalam penyutradaraan teater, Master of Arts of Classical & Contemporary Theatre Directing di The Royal Conservatoire of Scotland.
Selanjutnya, Breaking Barriers Initiative akan mengerjakan 4 workshop, 2 masterclass dan sharing season, hingga akhir tahun ini. Untuk ini, Fonnyta akan berkolaborasi dengan perempuan pelaku seni pertunjukkan lainnya, seperti sesi masterclass bersama penulis naskah pertunjukan teater musikal monolog Inggit Garnasih, yakni Ratna Ayu Budhiarti.
Target pelatihan ini adalah para perempuan muda pelaku seni dengan rentang usia 15 - 25 tahun. Target ini bukan tanpa alasan, karena menurut Fonnyta ada banyak cerita yang dapat diangkat oleh perempuan pelaku seni teater untuk dijadikan cerita mengingat banyak isu yang berkaitan dengan usia muda dengan rentang 15-25 tahun, seperti perundungan atau bullying.
Fonnyta percaya bahwa di luar sana ada banyak anak muda yang tertarik dengan seni pertunjukkan teater, namun pendekatannya yang perlu berubah jika ingin menggaet lebih banyak anak muda. “Cerita seni pertunjukan teater yang memiliki kedekatan dengan para penonton muda, dapat membuat para penonton muda mau datang untuk menyaksikan seni pertunjukan teater,” ungkap Fonnyta.
Ia pun berharap inisiatif ini dapat melahirkan banyak karya dari perempuan seniman yang merepresentasikan cerita dari sudut pandang perempuan dan juga perempuan muda.
Foto: Dok. Pribadi
Bersiap Menuju Skotlandia
Fonnyta menjadi sutradara teater pertama dari Indonesia yang diterima di kampus The Royal Conservatoire of Scotland, salah satu dari tiga kampus terbesar dan terbaik dalam pendidikan seni pertunjukan di dunia. Ini merupakan sebuah pencapaian yang patut dibanggakan.
Dalam menjalani pendidikan master tersebut, Fonnyta mendapat beasiswa dari The WM Mann Foundation, sebuah yayasan yang berbasis di Glasgow, Skotlandia. Ini untuk kali pertama The WM Mann Foundation memberikan program beasiswa bagi orang Indonesia. Program beasiswa ini memperkuat hubungan seni dan budaya antara Indonesia dengan Skotlandia dan mempromosikan Skotlandia sebagai destinasi pendidikan seni pertunjukan kelas dunia.
“Kami terkesan melihat sepak terjang yang dilakukan Fonnyta untuk mewujudkan impiannya sebagai sutradara teater, sebuah profesi yang tidak banyak disuarakan perempuan. Kami semakin yakin mendukung Fonnyta setelah mendengar alasannya menempuh pendidikan di The Royal Conservatoire of Scotland yang merupakan kampus pendidikan pertunjukan seni bergengsi di Skotlandia dan dunia, yakni untuk membantu lebih banyak bakat-bakat besar Indonesia untuk berkembang,” sambut Trade Envoy dari pemerintah Skotlandia untuk Indonesia, sekaligus perwakilan W.M. Mann Foundation, Ainsley Mann.
Untuk memenuhi tujuan memberdayakan perjalanan kreatif para pelaku seni perempuan Indonesia dalam berkarya, Breaking Barriers Initiative akan menggalang berbagai diskusi tentang penyelenggaraan seni teater, dan menghadirkan akademisi, pelaku seni, sutradara, penulis naskah dan produser baik dari Indonesia dan internasional.
Fonnyta dijadwalkan berangkat ke Glasgow Skotlandia pada September 2022 mendatang untuk memulai pendidikan masternya selama 12 bulan. Saat ini, ia tengah menggarap karya terbarunya tentang perempuan yang rencananya akan dibawa ke tempatnya menuntut ilmu di Skotlandia.
Meski belum ada judulnya, pengembangan naskah sudah dilakukan sejak April 2022. Sedikit bocoran, naskah pendek yang rencananya akan ditampilkan dalam bentuk virtual performance pada Desember nanti bercerita tentang 3 orang perempuan dari 3 generasi dan etnik berbeda. Ketiganya mempunyai perspektif masing-masing tentang cinta. Menarik ya!
Untuk informasi terbaru kegiatan Breaking Barriers Initiative dan pengalaman Fonnyta di kampus Skotlandia, ikuti Instagram @ipongita, website Breaking Barriers dan Youtube Breaking Barriers dengan tagar #BreakingBarriersInitiative #GivingVoiceProject. (f)
Baca Juga:
Film 'Inang' Wakili Indonesia di Bucheon International Fantastic Film Festival
TEGAK SETELAH OMBAK, Monolog Happy Salma dalam Teater Musikal Inggit Garnasih
Garin Nugroho Kembali dengan Karya Terbaru, Serial Musikal Virtual Nurbaya, Mulai Tayang Hari Ini
Faunda Liswijayanti
Topic
#pelakuseni, #senipertunjukkan, #teater, #sutradara