Trending Topic
Skit, Komedi Bernaskah di YouTube yang Mencuri Perhatian

5 Mar 2017


Foto: Dok. YouTube

Kini adalah era yang memungkinkan ide tidak berlama-lama menghuni kepala seseorang. Kapan saja, semua orang bisa menyuarakan ide, terutama lewat video di YouTube, yang sedang digemari. Bukan asal cuap-cuap belaka, konten yang mereka sampaikan umumnya terkait isu toleransi, ketidakadilan, rasisme, nasionalisme, dan masih banyak lagi. Meski begitu, mereka mengemas isu-isu yang membuat ‘dahi mengernyit’ itu dalam format ringan seperti skit atau komedi bernaskah, parodi, dan video musik. Seberapa efektifkah video-video itu mampu mencuri perhatian, menyentil, bahkan menyentuh hati, akal, serta nalar penontonnya?
 
Visualisasi Kegelisahan
Video buatan content creator atau youtuber Adam Conover di kanal Adam Ruins Everything berjudul The Sinister Reason Weed is Illegal, telah ditonton oleh 842.607 netizen yang memicu diskusi seru. Video yang mendebatkan pro kontra legalisasi ganja di beberapa negara bagian Amerika Serikat itu juga menyampaikan hasil survei yang membandingkan tingkat kematian yang disebabkan alkohol, rokok, dan ganja.

Sementara di Inggris, Humza Arshad dari kanal Humza Productions mempertanyakan kebijakan Muslim ban yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. “Mengapa dia memberlakukan kebijakan itu seakan Amerika adalah sebuah klub? Amerika bukan klub, tetapi sebuah negara,” tanya youtuber yang kanalnya diikuti oleh 336.672 subscribers itu.

Keriuhan itu juga terjadi di Indonesia. Seperti yang selama 9 tahun konsisten dilakukan oleh Andry Ganda, Martin Anugrah, Bobby Tarigan, Reza Nangin, Steve Pattinama, dan Yosi Mokalu melalui kanal Cameo Project. Beberapa videonya yang menarik perhatian adalah Kami Indonesia yang ‘mengingatkan’ penonton tentang keberagaman Indonesia, Cina Banget! yang membahas stereotip orang Tionghoa di Indonesia, dan Sumpah yang Ngerepotin yang mempertanyakan sudahkah pemuda Indonesia menepati Sumpah Pemuda 1928?

Dipisahkan oleh benua dan waktu, kepedulian yang melahirkan kegelisahan menjadi benang merah untuk video yang diproduksi Adam, Humza, Cameo Project, dan jutaan youtuber lain. Mereka tak segan mengangkat isu-isu sensitif, tabu, dan hal-hal yang terkadang dilupakan untuk dibicarakan kembali. Bukan untuk sekadar cari perhatian atau sensasi belaka, tapi untuk menjadi bagian dari perubahan sosial.

Bukan karena merasa paling benar, Andry dari Cameo Project menekankan, video itu justru berangkat dari kegelisahan hati mereka. “Terutama isu-isu yang dekat dengan kehidupan kami sebagai masyarakat Indonesia, seperti stereotyping, nasionalisme, toleransi antar agama, dan lain-lain. Kami ingin menyuarakannya agar masyarakat, khususnya netizen, bisa lebih mengenal kondisi negaranya sendiri,” pungkasnya.

Selain isu-isu nasional, video rupanya juga menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya lokal yang mungkin masih sulit ditemukan penjelasannya di mesin pencarian. Seperti yang dilakukan Wangga Kharisnu, Sumarajaya, Arimbawa, Agus Eko, dan Wela Atsyuka melalui kanal Iseng Project. Tumbuh besar di Bali, Wangga merasa isu yang dibahas oleh youtuber Indonesia lebih banyak terkait isu nasional. “Sedikit sekali yang mengangkat isu budaya lokal. Padahal, Indonesia menjadi unik justru karena budaya lokal itu. Contoh, Bali yang biasanya dikenal dengan pantainya yang banyak… padahal, Bali menyimpan lebih banyak dari itu,” ungkap Wangga, yang kemudian mendirikan Iseng Project pada tahun 2015.

Tak seperti namanya, Iseng Project justru menunjukkan keseriusannya dalam memperlihatkan sisi lain Bali yang menyimpan banyak kebudayaan lokal yang tak banyak diketahui orang. Selama 4 menit, video Kegelisahan Anak Muda di Bali menampilkan adegan kehidupan sehari-hari di Pulau Dewata tersebut. Seperti memperkenalkan Akuarium, yang ternyata sebuah tempat prostitusi di Denpasar, ayam untuk Tajen atau ayam yang dipakai untuk tarung ayam jago, dan permainan spirit yang biasa dipakai keluarga atau kerabat ketika menunggu pagi saat megebagan (tradisi menunggui jenazah sebelum dikremasi di upacara ngaben).
 
Merekam dan Menertawakan Hidup          
Format visual, khususnya video, memang sedang menjadi pilihan utama bagi masyarakat modern. Bahkan, menurut data Google Indonesia, Indonesia merupakan salah satu negara pengakses YouTube yang cukup besar di Asia Pasifik hingga saat ini. Pada akhir 2015, jumlah penonton YouTube di Indonesia tumbuh 130 persen, sejalan dengan peningkatan jumlah video yang mencapai 600 persen.

Mengejutkan? Sebenarnya, tidak juga. Sebab, keadaan tersebut memang sesuai dengan kondisi zaman yang beberapa tahun belakangan ini akrab dengan teknologi digital dan internet. “Apalagi di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Layanan internet, paket data, dan smartphone makin mudah didapatkan dengan harga lebih terjangkau. Makin banyak orang bisa memiliki akses ke platform video,” ujar Desy Bachir, Chief Marketing Officer Avenu, content creator management & network.

Lebih dari itu, keberadaan teknologi turut mengubah cara orang memandang sebuah berita dan isu. Desy menambahkan, jika sebelumnya orang-orang cenderung pasif menerima berita dan isu apa saja yang disodorkan oleh media massa konvensional, beberapa tahun belakangan ini mereka justru proaktif mencari jenis konten yang mereka inginkan dan butuhkan. “Ini yang disebut sebagai the power of personal media, bahwa  tiap orang bisa menjadi media atau corong untuk diri mereka sendiri,” kata Desy, yang sudah 10 tahun bergelut di bidang marketing, brand, dan corporate media.

Keberadaan video di YouTube, baik yang komersial maupun nonkomersial, bukanlah saingan dari media konvensional, seperti TV, radio, majalah, koran, dan iklan billboard. Sebaliknya, video justru menjadi pelengkap yang sangat baik untuk meningkatkan wawasan masyarakat mengenai isu tertentu.

“Masih banyak orang yang tidak bisa dijangkau oleh media konvensional seperti itu, seperti generasi muda yang sekarang jarang nonton TV atau membaca media cetak,” papar Desy. Terutama, karena video tersebut dibuat dalam format komedi ringan. Menurut pengamatan Desy, netizen umumnya memang mencari konten yang menghibur dan mudah dipahami.
Senada dengan Desy, Andry mengatakan bahwa video-video mereka memang sengaja mengedepankan unsur humor dan format komedi. “Isu-isu yang kami angkat kebanyakan, sudah dibahas secara sangat serius di berbagai media massa. Tapi, orang kan juga butuh hiburan. Meski pesannya ‘berat’, kami kemas dengan ringan agar lebih mudah diterima masyarakat. Siapa tahu malah memberikan perspektif baru.”

Sementara Wangga menilai, humor sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. “Dengan cara itu, pesan kita lebih mudah diterima viewers. Itu bisa terlihat dari komentar-komentar viewers,” ujar Wangga, yang merasa senang ketika videonya justru menciptakan diskusi baru di kalangan viewers.

Baca aturan mainnya di halaman selanjutnya.
 


Topic

#YouTube, #millennial