
Film The Way (2010) mengangkat drama kehidupan dengan latar belakang rute ziarah Camino de Santiago. Dimulai dengan cerita tentang seorang ayah yang terlalu sibuk dengan rutinitas hingga suatu hari anaknya dinyatakan hilang dan meninggal saat menjalani Camino de Santiago. Kisahnya berlanjut dengan perjalanan sang ayah menjalani sendiri Camino de Santiago yang tidak terselesaikan oleh anaknya. Pemandangan pedesaan Spanyol yang memikat hati menjadikan rute Camino de Santiago ini sebenarnya sudah populer sejak dulu, jauh sebelum muncul di film ini, ataupun dikisahkan oleh Paulo Coelho pada tahun 1987. Meski capek, saya, Susan Poskitt, menikmati dan menemukan daya pikat perjalanan berjalan kaki dalam rute ini.

Buen Camino!
Secara sederhana, kata camino dalam bahasa Spanyol artinya jalan kaki. Di Santiago, ada sebuah katedral bernama Santiago de Compostela. Secara singkat, Camino de Santiago de Compostela artinya jalan kaki menuju Santiago de Compostela.
Hari itu saya agak tegang. Besok adalah hari pertama saya dan suami saya, Adam, menjalani rute Camino de Santiago. Begitu tiba di Saint Jean Pied de Port, sebuah desa kecil nan cantik di Prancis dekat perbatasan Spanyol, kami langsung antre untuk mendapatkan credential atau yang biasa disebut ‘paspor Camino’. Rencananya, di hari pertama, besok, kami akan menempuh jarak 27 km.
Bukan jarak tempuhnya yang saya takutkan, melainkan gambaran altitude yang harus dilewati. Mulai dari ketinggian 200 mdpl, kami harus menanjak terus hingga 1.400 mdpl melewati Pegunungan Pyrenees.
Tiga minggu sebelum menjalani ziarah ini, kami berlatih di Bandung. Seminggu 3 kali kami berjalan kaki, mulai dari 5 km per hari, kemudian minggu depannya ditambah jadi 10 km per sesi, hingga akhirnya kami bolak-balik 4 kali melewati jalur Taman Hutan Raya di Dago sampai ke Maribaya untuk mencapai jarak tempuh sekitar 17 km dalam sehari. Masih belum mencapai rata-rata jarak tempuh yang harus dilakukan tiap harinya dalam rute Camino ini.
Untuk menyelesaikan jarak 780 km dari Saint Jean Pied de Port hingga Santiago de Compostela, dengan rata-rata jarak tempuh 25 km per hari, maka akan diperlukan kurang lebih 32 hari, belum termasuk hari istirahat.
Hari yang dinantikan pun tiba. Pukul 7 pagi, kami dengan semangat meninggalkan penginapan di Saint Jean Pied de Port. Sebagai titik awal yang populer, banyak sekali pejalan yang juga memulai Camino hari itu. Semua orang pun dengan gembira saling bertegur sapa diakhiri dengan salam, “Buen camino!” yang artinya, “Have a good walk!”
Baru 2 km, jalanan langsung menanjak curam. Saya ngos-ngosan di trotoar jalan beraspal. Saya melihat ke sekeliling, rupanya banyak pejalan lain yang juga kehabisan napas. Untungnya kami segera memasuki daerah pertanian dengan pemandangan yang menghibur mata dan jiwa. Beberapa jam kemudian kami sudah memasuki Spanyol.
Berangkat pukul 7 pagi, rute menanjak terus sampai pukul 3 sore, dan menurun curam setelahnya. Akhirnya kami tiba di Albergue, penginapan khusus pejalan Camino, di desa kecil bernama Roncevaux, pukul 5 sore.
Albergue ini konsepnya unik. Bentuknya seperti asrama, namun fasilitasnya bagus. Bangunan tiga lantai yang bisa menampung 300 orang. Ruang-ruang kecil semi terbuka berisi 2 bunk bed untuk menampung 4 orang, yang disekat dengan tembok-tembok. Deretan toilet, kamar mandi, dan wastafel berjejer di masing-masing ujung ruangan panjang, terpisah untuk wanita dan pria.
Begitu tiba di bunk bed, saya langsung meletakkan ransel, melepaskan sepatu dan kaus kaki. Badan saya serasa remuk total. Usai mandi, ada kesegaran yang lumayan menghibur, walaupun saya berjalan tertatih-tatih akibat otot kaki yang masih berjuang untuk cooling down.
Kami harus segera makan malam karena sudah booking tempat untuk makan malam. Menurut forum Camino, di Roncesvaux hanya ada 2 restoran dan masing-masing hanya ada 2 slot makan malam yang perlu dipesan terlebih dahulu supaya mereka bisa menyiapkan makanannya.
Acara makan malam ini seperti acara resepsi dengan meja-meja bundar. Beberapa orang yang sudah saling kenal sebelumnya akan secara otomatis duduk di satu meja dan mengelompokkan diri sebanyak 10 orang. Karena ini hari pertama dan kami cuma jalan berdua, otomatis kami belum kenal siapa-siapa. Kami dipersilakan duduk di sebuah meja bundar yang saat itu terisi 4 orang. Sepasang kakak beradik berusia 60-an dari Amerika Serikat dan sepasang suami-istri dari Prancis yang kurang fasih berbicara bahasa Inggris.
Tak butuh waktu lama bagi kami untuk memulai percakapan dengan teman-teman baru kami, karena semua orang menjalani rute yang sama. Walaupun demikian, tiap orang pasti memiliki kesan tersendiri terhadap perjalanan hari itu. Ada yang bilang mudah, ada yang bilang setengah mati menanjak, ada yang bilang lututnya sakit saat rute menurun tajam. Seru!
__________________________________________________________________________

Rutinitas yang Tidak Membosankan
Keesokan harinya, saya bangun dengan otot-otot yang masih kaku. Namun, hari baru dengan rute baru sudah menanti. Itulah keseruan Camino de Santiago, selalu unik tiap harinya.
Ritual kami kurang lebih: bangun pagi, jalan kaki, istirahat, jalan kaki, makan siang, jalan kaki hingga mencapai tujuan, berulang terus tiap harinya. Rutin, sih, tapi tidak membosankan. Rutinitas terasa dari wajah-wajah pejalan lain. Mulai dari senyuman, anggukan kepala, sapaan, “Buen camino!” hingga obrolan kecil yang membuka pintu pertemanan.
Rute Camino de Santiago tidak membosankan karena tiap hari selalu melewati jalan yang berbeda dan pemandangan yang tidak pernah sama. Dari peternakan, perkebunan anggur, padang rumput datar yang luas, perbukitan yang menguras tenaga saat harus mendaki ke puncak, untuk kemudian turun lagi di sisi lain. Semua rasa letih terbayar dengan pemandangan cantik serta pengalaman unik yang tak terlupakan.
Buat saya yang biasanya malas bangun pagi, di Camino ini mau tak mau harus bangun dan jalan pagi-pagi. Makin siang maka akan makin melelahkan karena mataharinya makin panas. Kewajiban bangun pagi ini justru membawa berkah terselubung. Tiap pagi saya bisa menikmati segarnya udara pagi dan cantiknya langit saat mentari terbit perlahan-lahan diiringi kabut yang perlahan menghilang. Karena tiap pagi selalu bangun di tempat yang berbeda-beda, maka pemandangan sunrise pun jadi unik tiap harinya. Alhasil, banyak foto cantik yang bisa didapatkan sambil jalan kaki.
Salah satu pemandangan favorit saya dalam Camino de Santiago ini adalah saat melewati jalur yang dihiasi padang bunga matahari. Tak tanggung-tanggung, luasnya bisa mencapai puluhan hektare. Dari jauh terlihat seperti karpet hijau dengan titik-titik kuning yang terbentang di hadapan mata. Setelah dekat, ternyata jutaan tangkai bunga matahari berdiri menyambut para pejalan.
Entah ada yang iseng atau sengaja dibuat untuk menyemangati para pejalan, terlihat beberapa tangkai bunga matahari yang bagian tengahnya dibentuk seperti wajah orang tersenyum ataupun tanda panah sebagai petunjuk yang selalu dicari dan diikuti oleh para pejalan. Kalau melihat pemandangan cantik seperti itu, rasa capek pun kalah dengan semangat yang muncul lagi.
Dalam perjalanan ini, urusan makan juga jadi pengalaman yang unik. Di pagi hari, biasanya kami minum secangkir kopi panas dan segelas jus jeruk tanpa gula sambil makan sepotong croissant di toko roti yang baru buka. Untuk makan siang, kami mengandalkan kafe-kafe di desa ataupun kota yang kami lewati.
Standar menu makan siang yang cepat dan simpel di Spanyol biasanya berupa bocadillo (roti sandwich panjang dengan berbagai macam isi) dan tortilla de patatas (telur dadar yang dicampur kentang, biasa dikenal dengan istilah Spanish omelette).
Makan malam tergantung opsi yang ditawarkan oleh pihak Albergue. Jika sedang berada di desa kecil yang tidak memiliki restoran, biasanya pihak Albergue akan menawarkan set menu makan malam bersama seharga 5-9 euro. Biasanya, di kesempatan seperti itulah saya bisa menemukan paella (nasi khas Spanyol) yang autentik. Namun, jika kotanya cukup besar biasanya ada beberapa pilihan restoran yang menawarkan paket makan malam khusus pejalan untuk 3 courses seharga 9-12 euro.
Setelah beristirahat sehari penuh di hari ke-13, kami akhirnya tiba di Santiago de Compostela di hari ke-34. Total 33 hari berjalan kaki menyusuri Spanyol menempuh jarak 780 km. Di depan katedral Santiago de Compostela, para pejalan saling berpelukan, menangis terharu, dan saling memberikan selamat. Semua orang menjadi pemenang. Atas pencapaiannya, kami mendapatkan sertifikat berbahasa Latin yang dikeluarkan oleh organisasi pengelola Camino de Santiago.
Secara fisik maupun mental, semuanya otomatis ditempa melalui perjalanan ini. Mungkin sekilas terdengar berat, tapi kuncinya adalah ’step by step’. Jangan memikirkan kapan sampai ke Santiago, tapi fokus pada tiap langkah yang dijalani. Selalu berpikir positif dan nikmati tiap langkahnya.
__________________________________________________________________________

Sejarah Camino de Santiago
Apa yang menarik dari Santiago de Compostela? Menurut sejarah kekristenan, seorang tokoh Kristen bernama James (atau Yakobus) meninggal dan jasadnya dibawa oleh para pengikutnya dari Yerusalem menuju Santiago dengan berjalan kaki. Sejak itu, rute tersebut menjadi ramai oleh para peziarah yang ingin mengunjungi makam Santo Yakobus di Santiago de Compostela. Sesuai dengan namanya, rute ini juga dikenal dengan istilah ‘The Way of James’.
Rute Camino de Santiago sebenarnya ada banyak, bukan hanya satu namun tersebar dari segala penjuru dunia. Ada yang dari Portugis, Prancis, dan berbagai titik di Spanyol. Rute yang paling populer dikenal dengan nama Camino Frances atau disebut juga The French Way, karena dimulai dari Saint Jean Pied de Port, sebuah kota kecil di Prancis, dekat perbatasan antara Prancis dengan Spanyol.
Rute lain yang cukup dikenal adalah Camino Via de la Plata yang biasanya dimulai dari Seville di bagian selatan Spanyol dengan total jarak tempuh sekitar 900 km. Ada juga Camino Mozarabe, yang sebagian besar jalurnya melewati kota-kota yang memiliki peninggalan bangsa Arab saat berkuasa di Spanyol zaman dahulu, seperti Granada, Cordoba, dan Merida.
Seiring dengan makin dikenalnya rute Camino de Santiago, terutama sejak munculnya film The Way, kini orang-orang yang menjalani rute tersebut bukan hanya peziarah, namun juga orang-orang dari berbagai latar belakang agama dan budaya. Tidak ada aturan bahwa rute tersebut hanya untuk orang Kristen/Katolik dan harus dilakukan dengan alasan keagamaan. Selama lebih dari 30 hari berjalan kaki dan bertemu dengan banyak sekali pejalan lain, saya melihat beragam alasan dan motivasi dalam menjalani Camino de Santiago ini.
Ada yang hanya untuk alasan kesehatan, suka berjalan kaki, mencari waktu untuk kontemplasi, mencari inspirasi, bahkan ada yang semata karena ingin menurunkan berat badan seperti yang diceritakan dalam film The Way.
Kami tergoda untuk menjalani rute Camino de Santiago ini awalnya adalah dari cerita teman Adam yang pernah menjalaninya. Kemudian, setelah menonton film The Way, kami pun makin penasaran. Akhirnya, setelah mencoba, bukannya menyesal, malah ketagihan ingin jalan lagi.
Kami bertemu dengan beberapa orang yang sudah menjalani rute yang sama berkali-kali, bahkan ada yang sampai 6 kali. Menariknya, cara menjalani rute Camino ini tidak terbatas hanya untuk pejalan kaki. Ada yang naik sepeda, naik kuda, dan ada juga yang membawa anjing peliharaan, bahkan kami sempat berjalan bersama seorang kakek yang membawa keledai untuk mengangkut barang bawaannya.
Menjalani rute Camino ini tidak perlu khawatir tersesat. Ribuan bahkan puluhan ribu orang menjalaninya tiap tahun. Ribuan tanda petunjuk jalan tertera di sepanjang rute Camino de Santiago. Mulai dari papan petunjuk bergambar kerang sebagai lambang resmi Camino, gambar panah berwarna kuning di tembok ataupun batu di sisi jalan, hingga bebatuan kecil yang sengaja disusun membentuk lambang panah dan kerang. Semuanya mengarahkan para pejalan menuju Santiago de Compostela. Jadi, penasaran mau coba?
__________________________________________________________________________

Tip menjalani rute Camino de Santiago:
- Ada banyak rute Camino, yang populer adalah Camino Frances (Saint Jean Pied de Port – Santiago de Compostela, 780 km)
- Camino ini bukan guided tour, semuanya diurus masing-masing dan jalan masing-masing.
- Camino ini tidak ada jadwalnya, kita bebas memilih tanggal keberangkatan.
- Tidak ada batas agama bagi yang tertarik menjalani rute ini, karena jalan yang dilalui adalah jalan umum.
- Tidak perlu takut tersesat karena ada ratusan bahkan ribuan tanda di hampir tiap belokan jalannya.
- Camino ini bisa dipecah-pecah, tidak perlu dijalani sekaligus. Pilih saja titik awal dan titik akhirnya. Yang pasti tujuan akhir utamanya adalah Santiago de Compostela.
- Hindari menjalani Camino pada puncak musim panas (Juni-Agustus) dan puncak musim dingin (Desember-Februari), kecuali memang sudah siap mental dan peralatan.
- Bujet untuk menjalani Camino berbeda-beda, tergantung rute yang dilewati. Bujet untuk Camino Frances antara 20-25 euro per hari per orang untuk kebutuhan akomodasi dan makanan.
Susan Poskitt