
Foto: Pexels
Kasus positif COVID-19 terus bertambah. Hingga 22 Mei, virus corona telah menginfeksi lebih dari 5 juta orang di dunia. Para ilmuwan berusaha mencari solusi untuk menghentikan penyebaran virus tersebut. Di tengah berbagai penelitian untuk temukan vaksin COVID-19, muncul wacana tentang herd immunity atau kekebalan kelompok sebagai salah satu solusi.
Dikutip dari Aljazeera, herd immunity mengacu pada situasi di mana cukup banyak orang dalam suatu populasi yang memiliki kekebalan terhadap infeksi sehingga dapat secara efektif menghentikan penyebaran penyakit tersebut. Kekebalan bisa berasal dari vaksinasi atau dari orang yang menderita penyakit tersebut. Seberapa banyak orang yang dibutuhkan untuk menciptakan kondisi itu tergantung pada seberapa menularnya pathogen.
Merujuk pada teori di atas, untuk kasus COVID-19 yang belum ditemukan vaksinnya, kekebalan untuk saat ini hanya dapat diperoleh dari orang yang pernah menderita penyakit tersebut. Namun, wacana herd immunity saat ini masih menuai pro dan kontra. Berikut fakta seputar herd immunity.
1/ Ramai Diperbincangkan
Herd immunity mulai mengemuka sejak Knutt Wittkowski, mantan biostatistik di Rockefeller University menyatakan bahwa social distancing bukanlah cara tepat dalam mengatasi pandemi COVID-19. Menurutnya herd immunity adalah satu-satunya cara untuk hentikan wabah ini. Ia mendorong sekolah-sekolah dibuka agar cukup banyak orang terpapar virus corona dan timbul kelompok imunitas atau kebal. Dengan adanya sejumlah orang yang kebal, maka penyebaran virus dapat dihentikan. Pernyataan ini kemudian menyebar luas melalui Facebook.
Hal serupa diungkapkan oleh Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris. Ia menyetujui pendapat bahwa herd immunity adalah solusi tepat atasi COVID-19. Ini bisa menjadi alternatif dari social distancing, karena menurutnya pembatasan aktivitas pada masyarakat dapat menimbulkan stres.
2/ Menuai Kritik
Sebagai reaksi dari pernyataan Boris Johnson, sebuah surat yang ditandatangani oleh lebih dari 500 ilmuwan Inggris dipublikasi. Surat tersebut menentang pernyataan Johnson. Para ilmuwan berpendapat penerapan herd immunity bukan pilihan tepat. Herd immunity bisa membahayakan kehidupan lebih banyak orang dan membuat departemen kesehatan setempat lebih terbebani. The Rockefeller University kemudian juga mengeluarkan pernyataan bahwa pernyataan Wittkowski tidak mewakili pandangan dari Rockefeller University.
3/ Membahayakan Lansia dan Orang Dengan Penyakit Kronis
Dan Barouch, Direktur Pusat Penelitian Virologi dan Vaksin di Harvard University mengungkapkan penerapan herd immunity dalam menekan wabah COVID-19 dapat meningkatkan risiko kesehatan orang-orang yang rentan terhadap virus tersebut, yaitu lansia dan penderita penyakit kronis. Di samping itu, metode ini berpotensi membuat rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya kewalahan dalam menghadapi tingginya angka pasien COVID-19. “Saya tidak menganjurkan herd immunity,” ujarnya.
4/ Sifat Virus Corona Belum Diketahui
Margaret Harris, juru bicara World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia meragukan penerapan herd immunity terhadap virus corona. Belum diketahui seberapa besar tingkat kekebalan yang ada dalam tubuh seseorang yang sembuh dari COVID-19. Membuat orang terpapar virus demi tercapai herd immunity merupakan hal yang kontraproduktif.
“Dalam sejumlah kasus, jika seseorang terinfeksi virus, kemudian sembuh, maka tubuhnya menjadi kebal terhadap virus tersebut dalam periode tertentu. Ia tidak dapat terinfeksi kembali. Itu berlaku bagi kebanyakan virus. Tapi apakah hal ini juga berlaku bagi COVID-19? Kami belum tahu dan belum ada bukti terkait kekebalan yang ditimbulkan,” jelasnya.
5/ Vaksin Lebih Efektif Daripada Herd Immunity
Mengatasi wabah dengan vaksin merupakan cara lebih efektif dibandingkan herd immunity. “Kita tidak tahu apakah infeksi COVID-19 dapat timbulkan kekebalan. Jadi tidak perlu berharap pada herd immunity. Vaksin adalah cara terbaik untuk mengatasi pandemi,” ujar James Whitney, kepala investigator Pusat Penelitian Virologi dan Vaksin.
Hal serupa diakui oleh Barouch. “Jika harus memilih antara herd immunity atau vaksin. Tentu saya mendukung vaksin,” ungkapnya.
Selagi para ilmuwan berjuang menemukan vaksin COVID-19, tentu hal yang dapat kita lakukan saat ini adalah mematuhi protokol kesehatan. Jadi tetap terapkan social distancing demi memutus mata rantai penularan COVID-19. (f)
BACA JUGA:
Resmi Gantung Raket, Ini 10 Fakta tentang Tontowi Ahmad
Peringatan WHO : COVID-19 Mungkin Tidak Akan Hilang
Terdampak COVID-19, Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media Ajukan Aspirasi Pada Pemerintah
Topic
#corona, #COVID-19, #herdimmunity