
Foto: Dok. Sony Pictures Entertainment
Bagaimana cara menanggulangi ledakan populasi dunia? Apa bumi masih sanggup menanggung kebutuhan hidup manusia? Apakah manusia akan menjadi penyebab kepunahannya sendiri?
Pertanyaan itu menjadi isu sentral dalam film adaptasi buku Dan Brown dengan judul sama, Inferno. Robert Langdon (Tom Hanks), ahli simbol dari Universitas Harvard kali ini harus berpacu dengan waktu untuk memecahkan teka-teki di jantung kota Firenze, Italia sebelum virus mematikan rancangan Bertrand Zobrist (Ben Foster) memicu wabah yang membunuh setengah dari populasi dunia.
Masalahnya, Robert terbangun di rumah sakit dan mengidap amnesia. Ia bahkan melupakan alasan sebenarnya ia ada di negara itu. Belum lagi ternyata ada banyak pihak yang ingin membunuhnya dan memiliki virus itu, mulai dari World Health Organization (WHO) hingga organisasi yang melindungi kepentingan Zobrist, Konsorsium. Ia belum bisa memutuskan siapa kawan dan siapa lawan.
Robert berhasil melarikan diri dengan bantuan dokter jenius Sienna Brooks (Felicity Jones), namun luka yang dideritanya membuatnya berhalusinasi tentang ‘inferno’, kata Latin untuk ‘neraka’ yang menghantui Langdon. Inferno merupakan puisi gubahan penyair Italia, Dante, dan menjadi dasar visualisasi neraka hingga saat ini. Sulitnya membedakan ilusi dengan kenyataan menghambat Robert untuk memecahkan simbol yang menjadi jejak remah roti menuju lokasi virus Zobrist. Tapi ia yakin, neraka di kepalanya menyimpan kunci mengenai ingatannya yang hilang.
Baca juga resensi film terbaru lainnya:
- Athirah: Potret Lain Isu Poligami dari Novel Biografi Ibunda Jusuf Kalla
- Film Wonderful Life: Kebahagiaan Bermula dari Keluarga
Sarat Sejarah dan Filosofi Hidup
Tujuh tahun setelah Angels and Demons (2009), film franchise Dan Brown/Robert Langdon kembali diarahkan kali ketiga oleh sutradara Ron Howard. Film thriller psikologi berbumbu sejarah itu sarat dengan adegan-adegan aksi yang memicu adrenalin penonton. Penonton digiring ke berbagai lokasi yang menjadi rumah seni dan sejarah Eropa.
Lihatlah saat Robert dan Sienna dikejar-kejar oleh para pemburunya di sepanjang Taman Boboli yang luas dan rindang dan menyusup ke dalam gedung pembaptisan di kawasan Piazza del Duomo, salah satu lokasi ikonik di Italia. Penelusuran Langdon terhadap virus inferno membawanya ‘nyasar’ ke salah satu museum termegah dunia, Hagia Sophia di Istanbul yang dulu menjadi bagian dari sejarah Kekaisaran Romawi hingga Kekaisaran Ottoman.
Alur film yang diselingi adegan flashback mungkin akan terasa membingungkan, apalagi narasinya diceritakan dari sudut pandang Robert yang sedang mengalami amnesia. Dukungan efek spesial film dan musik Hans Zimmer akan menonjolkan sensasi tidak nyaman si ahli sejarah. Film ini memiliki rating PG13 (Parents Strongly Cautioned). Pastikan Anda tidak mengajak anak berusia di bawah 13 tahun. Hati-hati dengan beberapa adegan berdarah dalam film itu, seperti gambaran manusia yang tersiksa di neraka hingga kematian yang sadis.

Jangan ragu untuk menonton film itu apabila anda menyukai misteri dan adegan aksi yang bertubi-tubi. Film itu pun masih bisa dinikmati secara utuh tanpa harus menonton petualangan Langdon sebelumnya. Anda dapat menyaksikan Inferno mulai tanggal 12 Oktober 2016 di bioskop Indonesia. (f)
Topic
#ResensiFilm