Reviews
Film Keluarga Cemara Mengajak Kita Kembali ke Keluarga

25 Nov 2018


Foto: Dok. Visinema
 
Film Keluarga Cemara produksi Visinema Pictures akan tayang di seluruh bioskop Indonesia pada 3 Januari 2019 mendatang. Namun sebelumnya, film yang disutradarai Yandy Laurens ini akan world premiere dalam ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang berlangsung pada 27 November - 4 Desember 2018.
 
Gina S. Noer, penulis naskah sekaligus produser film ini, mengatakan bahwa Keluarga Cemara sebagai ajang perayaan sekaligus mengapresiasi konsistensi kreator Arswendo Atmowiloto dalam menulis cerita. “Kisah film ini sangat sesuai dengan zaman. Saat ini kita bisa terhubung dengan siapa pun atas bantuan teknologi, namun kita kerap lupa akan nilai keluarga. Film tema keluarga adalah film yang sangat dibutuhkan di Indonesia dan bahkan masyarakat dunia untuk saat ini,” kata Gina, di sela acara press screening film Keluarga Cemara di Jakarta, pertengahan November 2018.
 
Film Keluarga Cemara berisi tentang nilai-nilai kehidupan yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari yang sederhana. Ada Abah (Ringgo Agus Rahman) sebagai kepala rumah tangga yang dirundung masalah berupa kebangkrutan, tapi tetap berusaha menjadi nakhoda rumah tangga.
 
Keluarga ini harus meninggalkan Jakarta dengan segala kemewahan dan kembali menempati rumah warisan orang tua Abah di desa yang sepi. Emak (Nirina Zubir) yang sangat pengertian menjadi oasis di tengah masalah. Dengan sifat keibuannya, ia selalu menjadi penengah, memberikan solusi dan memberikan semangat baik kepada Abah maupun kepada anak-anaknya.
 
Euis (Adisty Zara, JKT 48) berperan sebagai anak tertua Abah dan Emak. Ia adalah seorang remaja yang menyukai dance, seperti yang digandungi anak-anak remaja masa kini. Ia kerap berseteru dengan Abah yang ia nilai kurang pengertian dan hanya bisa berjanji tanpa mewujudkannya. Gadget dan musik adalah dua hal yang selalu menemani hari-hari Euis.
 
Ada juga Cemara (Widuri Putri Sasono) yang berperan sebagai si bungsu, mempunyai ciri khas yang ceria dan bersemangat.
 
Hidup di desa yang sepi tentu bukan hal yang mudah, terutama bagi Euis. Keadaan itu membuatnya jauh dari teman dancer-nya. Beda dengan Abah, Emak, dan Ara yang lebih tabah menerima keadaan. “Terkadang kita harus mengalami guncangan besar terlebih dahulu agar kita lebih memahami nilai keluarga. Ketika kita kembali ke keluarga, kita tidak akan pernah takut untuk menghadapi masalah dan lebih optimistis menghadapi masa depan,” tutur Gina.
 
Ifa Ifansyah, festival director JAFF dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa film bertema keluarga menjadi ciri khas dan fondasi tema sinema Asia. “Keluarga Cemara mampu mewakili nilai-nilai keindonesiaan, seperti keharmonisan dan keeratan hubungan keluarga,” ujar Ifa. (f)

Baca Juga:

Joe Taslim Raih Penghargaan di Korea Selatan Sekaligus Bersanding dengan Song Joong-ki

Mengintip Cerita Mile 22, Film Iko Uwais Bersama Mark Wahlberg

 


Topic

#keluargacemara, #review, #filmindonesia