
Foto: Fotosearch
Pasti Anda sering merasa bahagia begitu masuk supermarket. Pasalnya ada ribuan produk yang dijual sebagai pilihan pemuas lapar dan dahaga. Inilah yang menyebabkan rencana belanja suka meleset, misal dari yang ingin beli 10 jadi 20 produk. Kadang, nggak semua barang tersebut terpakai dan hanya menumpuk di dapur. Kalaupun dikonsumsi, malah menumpuk di badan jadi timbunan lemak dan mendatangkan penyakit. Apalagi jika kita malas baca kandungan nutrisi di kemasannya. Plus perlu menguras kantong untuk membayarnya. Supaya nggak mengancam kesehatan tubuh dan menipiskan kantong. Coba strategi-strategi berikut ketika berbelanja di supermarket.
Strategi 1: Jauhi zona nyaman
Wilayah ‘enak’ untuk belanja di supermarket biasanya antara lorong nomor 3 – 11. Rak-rak di lorong tersebut memajang bahan makanan dan minuman instan.
Barang-barang ini menggunakan pemanis, pengawet, dan lebih dari 3000 bahan makanan buatan. Bisa dimakan, namun bukan bahan makanan yang baik dan diperlukan tubuh.
Sementara itu, bahan-bahan makanan yang lebih menyehatkan, seperti susu segar, sayuran, daging, ikan, dan seafood mentah ditempatkan jauh di ujung tempat kita masuk.
Cegah: Begitu masuk ke supermarket, langsung menuju tempat barang-barang yang akan dibeli. Abaikan rak-rak yang tidak masuk daftar belanjaan kita saat itu. Begitu belanjaan lengkap, langsung menuju kasir.
Strategi 2: Alihkan pandangan
Produk-produk berkalori tinggi, banyak pengawet, dan harga mahal ditempatkan pada rak-rak dengan ketinggian 1 – 1,5 m dari tanah. Sehingga akan sejajar dengan arah pandang pengunjung saat berdiri atau berjalan. Biasanya, pembeli langsung membeli barang yang langsung terlihat tadi karena tidak repot mencari-cari lagi.
Supaya pembeli makin tertarik, penjual mencantumkan harga lebih mahal dibanding produk sejenis, pada rak-rak tadi. Pasalnya, psikologis konsumen yang dasarnya senang memilih barang berharga mahal dengan pertimbangan kualitasnya bakal lebih baik—padahal belum tentu.
Cegah: Jangan malas meraih rak lebih tinggi atau berjongkok mencari di rak paling bawah. Siapa tahu kita menemukan produk yang harga dan kandungan nutrisinya lebih masuk akal.
Strategi 3: Kembali ke alam
Ada sebuah apel, sepotong daging ayam, dan sebuah kentang di satu tangan kita. Pada tangan yang lain, kita memegang sebotol selai apel, sekantung nugget ayam, dan keripik kentang. Mana yang lebih sehat untuk Anda pilih? Buah apel lebih berkhasiat daripada berbentuk selai, daging ayam mengandung karbohidrat rendah dibanding nugget, dan kentang sedikit lemaknya sebelum jadi keripik kentang. Semakin alami suatu produk, semakin sehat kandungan nutrisi buat tubuh kita. Dan, bahan makanan alami lebih murah.
Cegah: Pilih bahan-bahan yang alami. Bukan cuma sehat, kita bisa mengolah dan berkreasi lebih banyak macam resep makanan memakai produk-produk yang masih mentah tersebut.
Strategi 4: Pilih yang asli, bukan olahan
Semakin sedikit bahan-bahan pembuat sebuah produk, semakin baik buat kesehatan kita. Ketika buah apel berubah jadi selai apel, kandungan kalorinya jadi lebih banyak. Soalnya, produsen menambahan sirup jagung kaya fruktosa (high-fructose corn syrup atau HFCS)—salah satu jenis pemanis buatan.
Cegah: Kita bisa membuat selai sendiri berbahan apel, air, dan gula alami. Dengan begitu, kita bisa mengontrol kandungan kalori sekaligus menghindari bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Rasanya pasti lebih asli dan jumlahnya lebih banyak daripada beli jadi. Memang sedikit ribet tapi, ingat saja, ini demi kebaikan tubuh kita.
Strategi 5: Perhatikan yang teratas
Membaca kandungan bahan atau nutrisi pada label produk bagai membaca label obat-obatan, memiliki banyak informasi. Sebaiknya paham makna istilah-istilah tersebut, supaya tidak salah. Beberapa tambahan bahan mengubah kandungan kalori, kolesterol, dan khasiatnya. Mengabaikan informasi-informasi tersebut bisa mengancam kesehatan kita. Jika tidak, label kandungan nutrisi pada produk hanya seperti deretan kata-kata tidak beraturan.
Cegah: Pertama, lihat urutan bahan-bahan—biasanya diurutkan berdasar volume yang terkandung pada produk. Bila pada urutan atas adalah, contoh, sayur bayam, produk ini punya manfaat baik. Jika sirup jagung tinggi fruktosa, tidak baik karena mengandung pemanis buatan.
Kedua, jumlah kalori pada produk tersebut. Perhatikan, deh, semangkuk mie rebus instan memiliki 300 kalori. Tapi bila dia memiliki ‘bumbu’ tambahan berupa bawang goreng kriuk atau pangsit, bisa menjadi 420 kalori.
Strategi 6: Cerdas mengatur waktu belanja
Pengunjung yang melakukan ‘perjalanan singkat’ ketika belanja di supermarket malah lebih boros. Karena diburu-buru waktu, mereka mengambil barang tanpa berpikir panjang: apakah betul-betul dibutuhkan atau tidak?
Begitu juga, berlama-lama dalam supermarket, melihat-lihat barang lain yang sesungguhnya tidak diperlukan, juga membuat Anda belanja yang tidak dibutuhkan.
Cegah: Bawa daftar belanjaan dan coret ketika barang sudah di dalam keranjang belanja kita. Saat semua daftar sudah dicoret, segera bayar dan angkat kaki dari tokonya. Coba berbelanja pada hari Rabu sore—ketika supermarket sedang tidak ramai. Artinya, waktu belanja dan antrean kasir lebih singkat, mengurangi kesempatan melihat-lihat majalah gosip yang dijual, dan tergoda biskuit coklat dengan kemasan cantik—yang tidak mesti dibeli, tapi merasa lapar sehingga dibeli juga. (f)
Strategi 1: Jauhi zona nyaman
Wilayah ‘enak’ untuk belanja di supermarket biasanya antara lorong nomor 3 – 11. Rak-rak di lorong tersebut memajang bahan makanan dan minuman instan.
Barang-barang ini menggunakan pemanis, pengawet, dan lebih dari 3000 bahan makanan buatan. Bisa dimakan, namun bukan bahan makanan yang baik dan diperlukan tubuh.
Sementara itu, bahan-bahan makanan yang lebih menyehatkan, seperti susu segar, sayuran, daging, ikan, dan seafood mentah ditempatkan jauh di ujung tempat kita masuk.
Cegah: Begitu masuk ke supermarket, langsung menuju tempat barang-barang yang akan dibeli. Abaikan rak-rak yang tidak masuk daftar belanjaan kita saat itu. Begitu belanjaan lengkap, langsung menuju kasir.
Strategi 2: Alihkan pandangan
Produk-produk berkalori tinggi, banyak pengawet, dan harga mahal ditempatkan pada rak-rak dengan ketinggian 1 – 1,5 m dari tanah. Sehingga akan sejajar dengan arah pandang pengunjung saat berdiri atau berjalan. Biasanya, pembeli langsung membeli barang yang langsung terlihat tadi karena tidak repot mencari-cari lagi.
Supaya pembeli makin tertarik, penjual mencantumkan harga lebih mahal dibanding produk sejenis, pada rak-rak tadi. Pasalnya, psikologis konsumen yang dasarnya senang memilih barang berharga mahal dengan pertimbangan kualitasnya bakal lebih baik—padahal belum tentu.
Cegah: Jangan malas meraih rak lebih tinggi atau berjongkok mencari di rak paling bawah. Siapa tahu kita menemukan produk yang harga dan kandungan nutrisinya lebih masuk akal.
Strategi 3: Kembali ke alam
Ada sebuah apel, sepotong daging ayam, dan sebuah kentang di satu tangan kita. Pada tangan yang lain, kita memegang sebotol selai apel, sekantung nugget ayam, dan keripik kentang. Mana yang lebih sehat untuk Anda pilih? Buah apel lebih berkhasiat daripada berbentuk selai, daging ayam mengandung karbohidrat rendah dibanding nugget, dan kentang sedikit lemaknya sebelum jadi keripik kentang. Semakin alami suatu produk, semakin sehat kandungan nutrisi buat tubuh kita. Dan, bahan makanan alami lebih murah.
Cegah: Pilih bahan-bahan yang alami. Bukan cuma sehat, kita bisa mengolah dan berkreasi lebih banyak macam resep makanan memakai produk-produk yang masih mentah tersebut.
Strategi 4: Pilih yang asli, bukan olahan
Semakin sedikit bahan-bahan pembuat sebuah produk, semakin baik buat kesehatan kita. Ketika buah apel berubah jadi selai apel, kandungan kalorinya jadi lebih banyak. Soalnya, produsen menambahan sirup jagung kaya fruktosa (high-fructose corn syrup atau HFCS)—salah satu jenis pemanis buatan.
Cegah: Kita bisa membuat selai sendiri berbahan apel, air, dan gula alami. Dengan begitu, kita bisa mengontrol kandungan kalori sekaligus menghindari bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Rasanya pasti lebih asli dan jumlahnya lebih banyak daripada beli jadi. Memang sedikit ribet tapi, ingat saja, ini demi kebaikan tubuh kita.
Strategi 5: Perhatikan yang teratas
Membaca kandungan bahan atau nutrisi pada label produk bagai membaca label obat-obatan, memiliki banyak informasi. Sebaiknya paham makna istilah-istilah tersebut, supaya tidak salah. Beberapa tambahan bahan mengubah kandungan kalori, kolesterol, dan khasiatnya. Mengabaikan informasi-informasi tersebut bisa mengancam kesehatan kita. Jika tidak, label kandungan nutrisi pada produk hanya seperti deretan kata-kata tidak beraturan.
Cegah: Pertama, lihat urutan bahan-bahan—biasanya diurutkan berdasar volume yang terkandung pada produk. Bila pada urutan atas adalah, contoh, sayur bayam, produk ini punya manfaat baik. Jika sirup jagung tinggi fruktosa, tidak baik karena mengandung pemanis buatan.
Kedua, jumlah kalori pada produk tersebut. Perhatikan, deh, semangkuk mie rebus instan memiliki 300 kalori. Tapi bila dia memiliki ‘bumbu’ tambahan berupa bawang goreng kriuk atau pangsit, bisa menjadi 420 kalori.
Strategi 6: Cerdas mengatur waktu belanja
Pengunjung yang melakukan ‘perjalanan singkat’ ketika belanja di supermarket malah lebih boros. Karena diburu-buru waktu, mereka mengambil barang tanpa berpikir panjang: apakah betul-betul dibutuhkan atau tidak?
Begitu juga, berlama-lama dalam supermarket, melihat-lihat barang lain yang sesungguhnya tidak diperlukan, juga membuat Anda belanja yang tidak dibutuhkan.
Cegah: Bawa daftar belanjaan dan coret ketika barang sudah di dalam keranjang belanja kita. Saat semua daftar sudah dicoret, segera bayar dan angkat kaki dari tokonya. Coba berbelanja pada hari Rabu sore—ketika supermarket sedang tidak ramai. Artinya, waktu belanja dan antrean kasir lebih singkat, mengurangi kesempatan melihat-lihat majalah gosip yang dijual, dan tergoda biskuit coklat dengan kemasan cantik—yang tidak mesti dibeli, tapi merasa lapar sehingga dibeli juga. (f)
Topic
#belanjacerdas