
Sebenarnya mengelola keuangan itu bisa dimulai dari hal paling sederhana, yaitu rajin mencatat pengeluaran rutin selama sebulan. Mengapa? Karena, dengan cara ini Anda akan memiliki potret pengeluaran lengkap sehingga bisa membuat anggaran cash flow yang disesuaikan dengan kemampuan finansial. Tujuannya untuk mengetahui perkiraan pengeluaran rutin dalam sebulan, seperti kewajiban bayar listrik, asisten rumah tangga, biaya makan dan transportasi, atau uang sekolah anak, yang harus disisihkan pertama kali setelah gajian.
Mengapa penting menyisihkan pengeluaran rutin dahulu? Karena, menurut Ligwina Hananto, Perencana Keuangan Independen, CEO QM Financial, itu adalah kewajiban mutlak yang harus dibayarkan. Setelah itu, baru perencanaan menabung atau membuat utang. Keduanya bisa dipetakan sesuai dengan kemampuan penghasilan, setelah dikurangi pengeluaran rutin.
“Dengan mengetahui seberapa banyak spending rutin selama sebulan, orang bisa aware untuk tidak mengambil cicilan yang terlalu besar melebihi kemampuannya atau menjalani gaya hidup yang belum pantas ia jalani,” katanya.
Kesalahan fatal yang banyak dilakukan orang adalah karena tak memahami proporsi anggaran yang tepat, akhirnya hanya meraba-raba untuk tabungan dan investasi. Contohnya, memilih berinvestasi di properti, sekalipun itu berarti menyita hampir separuh penghasilan untuk membayar KPR dan tak menyisakan lagi uang untuk menabung kas. “Padahal, tabungan kas itu sangat penting dan tiap orang harus memilikinya,” tuturnya.
Sebagai pedoman pengaturan keuangan, anggaran memang sebaiknya dibuat dan diatur sesuai proporsinya. Komponen rencana keuangan yang benar dikelompokkan menjadi beberapa pos, yaitu pengeluaran rutin (termasuk biaya lifestyle) sebesar 25%, tabungan dan investasi sebesar 10%-30%, dan cicilan utang maksimum 30%.
Dalam mengelola keuangan, Ligwina menganjurkan untuk bersikap fleksibel. Misalnya saja, sudah menetapkan anggaran lifestyle sebesar Rp300.000 per bulannya, tapi baru minggu pertama sudah terlalu banyak agenda kongkow. Maka, untuk menyiasati, kurangi aktivitas berikutnya minggu depan. Alternatif lain, meniadakan pos lifestyle lainnya dalam bulan itu (misalnya, pergi ke salon).
“Memang pos lifestyle harus ada yang dikorbankan, demi tak mengganggu pos tabungan yang telah dianggarkan,” ujar Ligwina. Berapa pun penghasilan seseorang, sebetulnya ia bisa menabung, asalkan ia mau menyesuaikan lifestyle-nya dan menentukan prioritas pembelian berdasarkan kebutuhan.
Kenyataannya, meski telah mengetahui proporsi mana yang harus diperbesar, sering kali kita justru ‘kebobolan’ lantaran tak bisa menguasai dorongan emosi untuk belanja hal-hal yang kurang penting. Menurut psikolog Dra. Ratih Ibrahin, MM, sikap belanja secara jor-joran bisa dipicu oleh kurangnya rasa bersalah setelah berbelanja.
“Wanita menikah yang tak bekerja cenderung akan lebih hati-hati menggunakan uang untuk kebutuhan pribadi yang diberikan suaminya ketimbang wanita yang berpenghasilan sendiri,” katanya. Selain itu, didikan masa kecil untuk bijaksana dalam menghabiskan uang, juga berperan dalam mengelola keuangan.
Bagaimana seharusnya belanja yang sehat? Belanja yang menggunakan akal sehat. Maksudnya, Anda bisa membedakan mana impuls membeli karena keinginan atau kebutuhan. “Keinginan itu diciptakan oleh diri sendiri dan distimulasi oleh marketer lewat iklan dan pergaulan sosial,” jelas Ratih.
Agar kantong tak jebol, saran Ratih, kita harus bisa mengerem keinginan dan melihat prioritas agar bisa menyesuaikan diri dengan kemampuan finansial. Jika keuangan belum mencukupi, harus ada kemauan untuk menurunkan pilihan pada barang alternatif lain yang lebih terjangkau kantong.
Tapi, penting diingat pula, keinginan yang terlalu ditekan bisa membuat stres dan bukan tak mungkin ketika ada kesempatan belanja ia justru bisa kalap dan tak realistis lagi memisahkan mana barang yang betul dibutuhkan atau sekadar melepaskan dorongan yang selama ini ditahannya. Itulah sebabnya, Ratih sangat menyarankan agar menyisihkan uang untuk tabungan dalam jumlah sewajarnya saja. Jangan terlalu menyiksa diri dengan hidup sangat hemat sehingga tidak bisa menikmati uangnya.
(Reynette Fausto)