
Foto: Fotosearch
Setiap hari kita sering mengeluh tidak punya cukup waktu. Pekerjaan bertumpuk sementara deadline mepet. Selain nggak bisa mengatur waktu, ternyata selalu mengiyakan permintaan orang lain atau gampang berkomitmen (over commit) bisa menjadi penyebabnya. Siapa yang harus disalahkan? Tentunya diri kita sendiri, tuh. Menurut psikolog Adib Setiawan, memang ada orang yang mudah memberikan komitmen. Seseorang yang over commit biasanya mengincar penghargaan tertentu.
“Kalau di dunia kerja mungkin dia mengharapkan gaji yang lebih tinggi atau proyek bernilai kontrak tinggi. Bila di organisasi mungkin dia ingin mendapatkan penghargaan dari rekan-rekannya sehingga dianggap mampu, profesional, dan berkualitas. Sayangnya dia mengerjakannya tanpa mempertimbangkan waktu.”
Ketika diminta mengerjakan sesuatu, sih, dia secara spontan mengiyakan dan menyanggupi. Padahal belum tentu bisa dikerjakan secara maksimal.
“Seseorang yang over commit bakal terlihat dari cara kerjanya. Dia mungkin mampu menyelesaikannya tapi kualitasnya nggak sesuai harapan, tidak bisa memenuhi deadline, atau harus bekerja hingga larut malam. Ini bergantung pada kepribadian masing-masing,” kata Adib.
Asalkan mau berusaha, sih, sebenarnya kita bisa mengatasi ‘tantangan’ berkejaran dengan waktu. Yap, prestasi kita bakal meningkat meskipun harus mengeluarkan effort lebih.
“Dia masih bisa selesai tepat waktu tapi dengan cara lembur melulu. Kebanyakan orang yang over commit, tuh, selalu diimbangi dengan kerja keras. Jadi, meski kariernya meningkat, hubungan dengan keluarga justru berkurang,” ungkap Adib.
Pada titik tertentu, nih, seseorang yang sulit menolak pekerjaan akan menyerah. Kita jadi bekerja seadanya, menyerahkan tugas selalu terlambat, bahkan mogok kerja!
“Ini menunjukkan bahwa kontrol diri yang sangat kurang. Anda tidak bisa mengungkapkan diri dan kurang tegas sehingga semua diiyakan. Padahal kalau mau, nih, Anda bisa menghitung ‘apakah bisa menyelesaikan atau tidak?’ Jika tidak tinggal serahkan kepada orang lain.”
Adib juga menyebutkan bahwa si over commit bisa menderita depresi jika tidak mau berubah.
“Dalam situasi over commit, orang-orang yang kurang bisa mengungkapan diri bisa mengalami depresi akut. Ini akan berbahaya bagi kariernya maupun lembaga tempat dia bekerja. Dia perlu bantuan profesional karena nggak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.”
Daripada selalu berkutat dengan pekerjaan yang hanya menurunkan kualitas hidup, sebaiknya kita pelan-pelan mengurangi komitmen, deh. Begini caranya:
1/ Cek jadwal
Sebelum mengiyakan sesuatu, coba lihat kalender maupun catatan kita. Cari tahu apakah permintaan tersebut akan mengganggu jadwal yang sudah dibuat sebelumnya. Jika memang bentrok dan tidak mungkin diselesaikan tepat waktu, ya, jangan nekat menyanggupi.
2/ Tahu prioritas
Kita harus mulai bisa melakukan skala prioritas. Jangan sampai pekerjaan yang deadline-nya masih lama dikerjakan duluan, atau hal-hal yang tidak terlalu penting didahulukan. “Hal ini berhubungan dengan kemampuan analisa dan komunikasi. Atasan harus bisa memberikan instruksi yang jelas dan bisa mengajarkan mana yang jadi prioritas,” kata Adib.
3/ Berani menolak
Kadang yang bikin over commit, tuh, permintaan atau tugas yang datangnya mendadak atau last minute. Kalau memang tidak mampu, sih, lepaskan saja!
4/ Komunikasi positif
Kita harus belajar mengungkapkan pikiran dan diri kita kepada orang lain sehingga pelan-pelan mampu berkata tidak. Dengan komunikasi yang positif pastinya tidak ada pihak yang tersinggung bila kita sesekali menolak pekerjaan. (f)
Baca juga:
Gaji VS Tanggung Jawab
Sesekali Boleh Menolak Tugas dari Atasan
Komitmen Butuh Waktu, Perhatikan 4 Hal Berikut Saat Baru Jadian
Topic
#psikologi