Trending Topic
Konflik Psikis

26 Mar 2013


Cantik bagi Anastasiya Shpagina, adalah memiliki mata belok, rambut lurus dalam warna-warni menyala ungu dan merah, serta ukuran tubuh setipis papan, layaknya karakter di komik anime. Wanita yang berprofesi sebagai make up artist ini  tiap harinya rela bangun pukul 05:00 WIB untuk berdandan, agar tidak terlambat ke tempat kerjanya. Bayangkan saja, demi menciptakan mata anime, ia menghabiskan waktu 30 menit untuk merias masing-masing mata!

“Gila!” Mungkin, reaksi spontan ini yang akan Anda lontarkan saat melihat hasil akhirnya yang sangat menakjubkan! Ditambah gaya preppy look, lensa kontak biru, dan rambut panjang ungu berponi, ia merupakan jelmaan hidup dari karakter dua dimensi komik Jepang! Pada saat ini, Anastasiya akan ‘silam’ dari dunia nyata, dan sebagai gantinya, ia akan memakai nama Jepang: Fukkacumi. Pertanyaannya, normalkah hal ini?

Psikolog dari Universitas Taruma Negara, Prof. Dr. Monty Satiadarma, mengatakan bahwa salah satu pertimbangan terganggu tidaknya kondisi psikologis seseorang adalah ketika pikiran, perasaan, dan perbuatannya berlangsung dalam intensitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam rentang waktu yang relatif panjang.

Apa yang terjadi pada Anastasiya, dan jelmaan hidup tokoh fantasi lainnya ini dalam ranah psikologi dikenal dengan nama body dysmorphic disorder (BDD). Mereka yang mengalami gangguan psikologis ini merasa kurang nyaman atas sebagian atau seluruh aspek pada tubuhnya dan melakukan tindakan ekstrem guna mengatasi masalah tersebut.

“Kecemasan berlebihan (anxiety) akibat rasa tersisih, akibat persepsi tentang keterbatasan penampilan, lambat laun menggugah munculnya fantasi yang diinternalisasikan sehingga menjadi bentuk waham (delusi).

Valeria Lukyanova mengubah diri menjadi Barbie, Anastasia Sphagina mengubah diri menjadi tokoh anime, Jocelyn Wildenstein menjadi Cat Woman, bahkan Michael Jackson pun merupakan contoh penyandang BDD,” papar Rektor Fakultas Psikologi Universitas Taruma Negara ini.

Aspek psikologis yang menjadi sumber pemicunya amat beragam, dan terbentuk melalui proses yang cukup panjang juga. Gejolak psikis yang biasanya mulai muncul di usia remaja ini, prosesnya telah berawal sejak masa kecil. Ketidakpuasan terhadap penampilan diri akibat rasa kecewa ini bisa terjadi karena semasa kecil mereka merasa tersisih, sering dihina atau dicemooh (bullying), terutama karena penampilannya.

Michael Jackson tidak hanya merasakan ragam pengalaman diskriminatif di negaranya, namun sejak kecil mengalami tindakan kekerasan oleh orang tuanya. Sehingga, Michael yang membenci dirinya sendiri berupaya menjadi orang lain agar tidak dibenci oleh ayahnya, dan tidak mengalami diskriminasi.

Bagi mereka yang memiliki keterbatasan dana dan fasilitas, mungkin saja mereka mengubah penampilan secara ekstrem sebatas make up berlebihan, dalam keseharian seperti layaknya seorang pemeran tokoh aksi panggung. “Yang seperti ini gejalanya tidak begitu kentara karena lebih bersifat temporer. Sementara, mereka yang melakukan operasi plastik dengan dampak permanen seperti Cat Woman (Jocelyn) menjadi amat jelas,” lanjut Prof. Monty.

Individu harus senantiasa waspada atas pikiran, perasaan, dan tindakan yang dilakukannya. “Sabotase keberdayaan diri menghasilkan rasa tidak berdaya, yang berujung pada depresi yang berkepanjangan. Rasa terasing menumbuhkan keinginan untuk menjadi  bukan dirinya, untuk menjadi sosok yang lain, dan amat rentan tercemar oleh munculnya delusi,” ujar Prof. Monty.

Kecenderungan mengembangkan persepsi negatif baik pada lingkungan hidup maupun pada diri sendiri merupakan sumber segala bentuk permasalahan psikologis. Sikap negatif terhadap diri sendiri lambat laun menimbulkan kebencian pada diri sendiri dan cenderung menumbuhkan rasa keterasingan diri serta sabotase terhadap keberdayaan diri. (Naomi Jayalaksana)