Trending Topic
Psikologi Kecemasan Wanita

11 Apr 2013


Selama ini, kita sering mendengar ungkapan, uang bukanlah segalanya. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Tapi, selamat datang di dunia nyata. Jawaban tertinggi tentang hal yang paling mereka cemaskan adalah keuangan, yakni sebanyak 63% responden. Kemudian disusul oleh kesehatan (45%), pekerjaan (35%), anak (34%), keluarga (26%), hubungan dengan pasangan (22%), dan hubungan dengan teman (9%).

Apakah jawaban tersebut juga mewakili isi hati Anda? Mungkin urutannya bisa berbeda. Yang jelas, hal-hal itulah yang membuat hati responden tak tenang. Dan, bisa dibilang, bila melihat profil mereka, suara mereka bisa mewakili suara kaum wanita.

Berikut ini sekilas profil mereka. Sebanyak 70% pengisi angket adalah wanita yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, sisanya tinggal di kota-kota lain, baik Pulau Jawa maupun luar Jawa. Dari segi usia, separuh di antaranya berusia antara 25-34 tahun. Sebanyak 71% di antaranya menikah, sisanya adalah lajang. Dari yang menikah, mayoritas (92%) punya anak (1-2 orang). Mengenai pekerjaan, 69% responden merupakan pekerja kantoran, 12% adalah ibu rumah tangga, dan 12% merupakan wirausaha. 

Apakah tren  ini hanya terjadi di Jakarta (baca: Jabodetabek), mengingat secara kultur dan sosial ekonomi kondisi masing-masing kota tentu berbeda. Dari hasil angket tersebut, ternyata urutannya tidak berbeda, antara responden yang tinggal di Jabodetabek, di luar Jabodetabek, bahkan di luar Pulau Jawa (lihat boks.1). Sumber kecemasan itu sama saja.

Mengenai kaitan antara kecemasan wanita dan keuangan, menurut Psikolog Tuti Indra Fauziansyah, tidak bisa dilepaskan dari  wanita yang umumnya berperan sebagai keuangan di keluarga. Wanitalah yang mengatur anggaran dan pengeluaran, sehingga dia tahu betul posisi keuangan dia seberapa jauh. “Kalau sampai enggak sehat, itu jelas  menjadi beban pikirannya.”

Kesehatan juga menjadi momok yang sangat dicemaskan wanita. Sebanyak XX persen wanita mengakuinya. Hal ini menunjukkan, masyarakat sudah sangat menyadari bahwa tubuh yang sehat adalah harta yang tak ternilai. Uniknya, menurut Tuti, hal ini ada kaitannya dengan keuangan. Biaya pengobatan yang sangat mahal, salah satu sebabnya. Asuransi kesehatan yang ada umumnya terbatas plafonnya. Hal ini mencemaskan jika seseorang sewaktu-waktu mendapat vonis penyakit berat, seperti jantung, kanker, ginjal, dan sebagainya, seperti yang sering kita dengar sekarang.

“Tak sedikit orang yang gaya hidupnya sehat, tahu-tahu sakit. Kalau dulu, penyakit jantung atau stroke hanya dialami di usia tua, sekarang tak sedikit mereka yang masih muda sudah mengalaminya. Ancaman itu sangat nyata, dan bisa terjadi pada siapa saja,” jelas Tuti.

Belum lagi, jika ia sakit, akibatnya ia tak bisa bekerja, sehingga sumber penghasilannya juga terancam. “Mereka yang punya asuransi kesehatan, mungkin kecemasannya pada sakit tidak akan sebesar mereka yang tidak punya jaminan asuransi kesehatan,” kata Tuti, menambahkan.

Mengenai kecemasan ketiga, yakni pekerjaan, ada beberapa alasan di balik ini. Pertama, ada ketakutan jika suatu saat ia menghadapi PHK. Dengan kondisi tantangan biaya hidup tinggi, maka tidak cukup hanya satu pihak saja yang bekerja. Mau tidak mau kedua pihak  dituntut bekerja. Penghasilan wanita dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga. Ada kekhawatiran, kalau mereka keluar dari pekerjaan, sumber pendapatan ganda yang biasa didapat jadi hilang. 

Kemungkinan lainnya, ada kaitannya dengan stres di pekerjaan, tingginya tuntutan performa, dan iklim yang kompetitif. Atau, bisa juga kecemasan ketika karier menuntutnya untuk menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah meninggalkan keluarga. Bagi seorang wanita, dunia pekerjaan tak bisa dipisahkan dari faktor keluarga, yang menjadi pertimbangan dalam  tiap langkahnya.

Apakah gejala kecemasan ini khas terjadi di Indonesia? Mari kita lihat  survei yang dilakukan oleh Benenden Health Survey, yang diikuti oleh 2.000 responden di Inggris, tahun 2012. Ternyata, yang membuat mereka cemas jauh berbeda. Mereka cemas akan 3 hal:  takut gemuk, menjadi tua, dan  tabungan pensiun.

Menurut Tuti, kecemasan juga terkait dengan kultur dan sistem yang ada di suatu tempat. Di Inggris, problem berat badan menjadi masalah utama. Sementara, secara sosial ekonomi, tingkat kemapanan sudah cukup tinggi dan biaya kesehatan sudah dijamin oleh asuransi. Masalah finansial yang dicemaskan juga berbeda. Di sana, fokusnya lebih ke tabungan hari tua. “Di sini belum bicara hari tua. Mikir dana yang sekarang saja sudah pusing,” komentar Tuti.

Menurut majalah Psychology Today, secara gender, wanita memang lebih cemas daripada pria. Hal ini karena wanita cenderung lebih berhati-hati dan tidak sembarangan mengambil risiko dalam bertindak. Seorang wanita merasa dituntut untuk bisa menjaga dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Dampaknya, ada kecenderungan, wanita menjadi lebih cemas. Apa saja dicemaskan. Terlebih lagi, seorang wanita yang memiliki anak. Secara naluriah, kecemasannya itu akan membuat dirinya berusaha melakukan yang terbaik untuk anak.