“Hei… kamu sudah pulang, Mas.” Keterkejutan di wajah cantik itu tak mampu ditutupi, saat menemukan Radit berdiri terpaku menatapnya dari depan pintu.
“Ada yang bisa aku bantu Riri?”
Btari menggeleng cepat.
Radit tersenyum tawar.
Kini, dua loyang brownies tergeletak di island. Espresso brownies kesukaan Radit, bersanding manis dengan layer blondie brownies favorit Btari. Asap mengepul, membuat harum cokelat menjalar cepat menyesaki ruangan. Radit sudah dapat membayangkan pasti akan nikmat sekali rasa brownies itu saat pelan-pelan lumer di dalam mulut, karena dibuat oleh tangan yang sangat ahli. Btari paham benar selera mereka berbeda. Jika membuat brownies pasti dengan dua versi, untuk memuaskan keinginan mereka masing-masing.
Radit bergeming. Menatap Btari menggerakkan jemarinya yang lentik dengan lincah. Membereskan potongan-potongan dark chocolate yang tersisa, memasukkan ke dalam wadah kotak kaca, kemudian menyimpannya di dalam lemari es. Ada banyak pertanyaan memburu di kepala. Meminta untuk segera diucapkan. Tapi, entah kenapa, kata-kata itu seperti tertelan kembali ke dalam tenggorokan. Radit begitu menikmati keindahan yang tersaji di hadapannya. Tak ingin merusak suasana.
Ganti baju dulu, Mas!” ucap Btari sambil menoleh sekilas ke arah Radit. Sementara kedua tangannya berkecipak di bawah air yang mengucur deras dari kran wastafel. Membasuh kedua tangan.
Ah… Radit kecewa, sesuatu yang sedang dinikmatinya, harus terhenti. Melihat Btari menggerak-gerakkan tubuhnya, tenggelam dalam aktivitas, bagi Radit itulah keindahan yang sesungguhnya. Namun, Radit tak ingin membuat Btari kecewa. Perkataan Btari terlalu berharga untuk diabaikan. Dilangkahkan juga kakinya meninggalkan keindahan yang sempat menghipnotisnya itu, dengan terpaksa.
(Bersambung)
Baca juga:
Cerber: Sebatas Aurora [2]
Cerber: Sebatas Aurora [3]
Topic
#FiksiFemina