
Foto: dok. femina
Hari-hari Dian Inggrawati disibukkan oleh profesinya sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Kementrian Sosial Republik Indonesia. Wanita yang menjadi ASN sejak 2015 ini adalah staff Penyusun Bahan Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos). Dian bertanggung jawab menganalisis dan menyusun dokumen litbang, menangani buku-buku hasil penelitian, dan mengorganisir ragam kegiatan Kemensos RI.
Siapa sangka, wanita yang pernah menempati posisi tiga besar dalam kontes kecantikan tingkat dunia tersebut adalah seorang tuna rungu. Ia adalah satu-satunya tuna rungu yang tercatat sebagai ASN di lingkungan Kemensos RI. Keterbatasan Dian tak menghalangi pengabdian dirinya pada negara. Guna mengatasi kendala komunikasi ia menggunakan alat bantu dengar di kantor. Terkadang wanita berusia 35 tahun ini berkomunikasi melalui tulisan di atas kertas. Untuk mengikuti meeting, Dian menggunakan aplikasi perekam suara di telepon pintar yang bisa mengubah suara menjadi teks tertulis.
Dalam hidupnya, Dian selalu ingin memotivasi sesama tuna rungu dalam meraih cita. “Setiap saya ditugaskan oleh pimpinan keluar daerah, saya selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Tuna Rungu yang ada di lokasi tempat saya bertugas,” ujarnya. Tak sampai di situ, ia juga kerap mendatangi perkumpulan mahasiswa dan komunitas disabilitas. “Saya berharap semua anak tuna rungu bisa mandiri dan menggapai impian,” jelas wanita yang mengidolakan Hellen Keller ini. Dian juga aktif mengelola Yayasan Cahaya Mutiara Indonesia. Yayasan yang didirikannya pada tahun 2017 di Jakarta tersebut mendidik anak-anak tuna rungu agar bisa hidup mandiri.
Sulung dari tiga bersaudara ini adalah tuna rungu Indonesia pertama yang mampu menembus ajang kontes kecantikan internasional. Dian merupakan runner up 2 Miss Deaf World 2011 yang digelar di Praha, Republik Ceko. Tahun berikutnya ia berhasil masuk top 5 Miss Deaf International 2012 di Ankara, Turki. “Saya tidak mudah menyerah dalam hidup. Ini bisa dibuktikan dengan segudang prestasi yang telah saya raih," katanya bangga.
Rasa kepercayaan diri Dian sudah dipupuk sejak kecil. Terlahir sebagai tuna rungu, orang tuanya selalu berusaha membuat wanita kelahiran 12 April 1984 ini jadi sosok yang tidak minder. Sejak berusia 4 tahun ia didorong untuk ikuti berbagai kompetisi mulai dari peragaan busana sampai memasak. “Saya mengoleksi lebih dari 400 piala dari perlombaan tersebut,” tambahnya.
Semenjak ayahnya meninggal di usia 12 tahun, Dian dan kedua adiknya dibesarkan oleh seorang single parent. Sang ibu dengan sabar mengajarkan Dian 'membaca' gerakan bibir. Ibu nya pula yang memberi semangat pada Dian jika ada anak lain yang mengganggunya. “Dukungan ibu kepada saya begitu besar," ujar Dian.
Sebagai wanita aktif, Dian selalu ingin berkarya dan memotivasi lebih banyak orang. Brand Ambassador Pusat Alat Bantu Dengar Melawai ini berencana menulis buku autobiografi yang bercerita tentang perjalanan hidupnya dalam mencapai sukses. “Kelak buku ini saya beri judul My Silence is Gold," ungkap Dian.
Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Persada Indonesia Y.A.I ini juga bercita-cita lanjutkan jenjang pendidikannya. Ia ingin melanjutkan studi di bidang ilmu sosial atau ilmu komunikasi. “Saya lagi persiapan untuk mencari beasiswa S2 pada tahun ini. Doakan ya,” katanya. (f)
BACA JUGA:
Madeline Stuart, Model Profesional Penyandang Down Syndrome di Fashion Week Dunia
Inilah Kisah Tria Aditia Utari, Pramugari Garuda Indonesia yang Selamat dari Gempa dan Tsunami Palu
Sumarsih 20 Tahun Menagih Keadilan Lewat Aksi Kamisan
Topic
#disabilitas, #disabilitasberprestasi, #profil