
Foto: 123RF
Karena anonim, kita jadi gampang mem-bully orang. Padahal, setiap saat kita pun bisa jadi korban bully.
Media sosial memang membuat kita terhubung dengan siapa pun dengan mudah dan cepat. Namun, fitur chat atau komen yang disediakan media sosial juga mempermudah terjadinya bullying. Bisa dilakukan oleh siapa saja, juga bisa menimpa siapa saja. Sering sekali kita dengar, bagaimana seseorang kena bully ‘berjamaah’ gara-gara ‘terpeleset’ hal sepele. Bahkan, keputusan pribadi seseorang yang tidak ada kaitan dengan publik, atau menyakiti orang lain, bisa menjadi sasaran perundungan.
Tidak pernah terpikir oleh Vera Nanda Putri (29) bahwa perkawinannya dengan pria Korea Selatan akan membuatnya dihajar netizen. “Setelah menikah dengan P.H. Jun (30) pada 25 Februari lalu, entah mengapa seketika akun media sosial saya dibanjiri komentar-komentar negatif,” cerita Nanda.
Menurut wanita yang kini tinggal di Korea ini, sebagian besar yang berkomentar adalah pencinta drama dan musik Korea. “Rata-rata dari mereka juga memimpikan mendapatkan pasangan pria asli Korea. Saya yang pada awalnya sempat bingung pun akhirnya menyadari bahwa mereka tidak menyukai saya yang ternyata mendapatkan apa yang mereka inginkan. Seolah mereka tidak terima dengan takdir orang lain,” imbuh Nanda.
Bullying di dunia nyata adalah hal yang sudah biasa terjadi. Namun, bullying di media sosial terus bertumbuh seiring dengan kian banyaknya pengguna internet. Bahkan mungkin sebagian dari kita ada yang menjadi pelaku bullying atau kita menjadi orang yang menikmati ketika ada bully rame-rame ke satu pihak. Lebih-lebih bila pihak yang di-bully itu kebetulan juga orang yang ngeselin (meski tidak pernah menyakiti kita secara langsung atau berseberangan secara paham atau pilihan politik), maka kita akan ‘gelar tikar’ untuk menyaksikannya ‘dirajam’ netizen.
Cyberbullying kepada remaja yang paling fenomenal bisa kita lihat pada Asa Firda Inayah (Afi) (18) asal Banyuwangi, Jawa Timur. Nama Afi memang tenar mendadak gara-gara tulisantulisannya di Facebook. Belakangan, tulisan berjudul Warisan menjadi viral karena dianggap sangat bernas untuk remaja seusianya. Kontroversi pun mengikutinya, karena tentu saja ada kelompok yang tidak sepaham dengan pemikirannya. Apalagi, tulisan Warisan itu bicara tentang topik yang sangat sensitif di masyarakat Indonesia saat ini, yaitu agama. Karena itu, ketika di kemudian hari Afi diketahui melakukan plagiat, maka bertubi-tubi dia diserang netizen.
Psikolog dari Universitas Surabaya, Listyo Yuwanto, mengatakan, pada dasarnya bullying adalah suatu perbuatan negatif yang dilakukan secara berulang, disengaja, dan berkelanjutan dalam satu periode waktu dan mengakibatkan korban berada pada posisi yang terintimidasi.
Bullying bisa terkait dengan pekerjaan (work-related bullying), yaitu bentuk kritik terhadap karya atau pekerjaan, merendahkan apa yang sudah dikerjakan, tidak ada apresiasi dan penghinaan atas hasil kerja seseorang. “Hal ini yang dialami oleh Afi. Banyak orang yang kemudian merendahkan dan tidak mengapresiasi tulisan-tulisannya yang selama ini sudah banyak beredar,” ujar Listyo.
Bullying juga bisa terkait dengan personal (person-related bullying), yaitu penghinaan pada identitas diri orang tersebut, fisik, cara berpakaian, gaya hidup, atau apa pun yang terkait secara personal dengan orang tersebut. “Hal ini dialami Nanda yang dihina karena fisiknya,” kata Listyo.
Mengapa orang gampang mem-bully? Menurut Margaretha, psikolog dari Universitas Airlangga, karena pelaku mendapatkan keuntungan dari intimidasi yang dia lakukan. Misalnya, mereka mendapatkan pengakuan, dominasi, keuntungan pribadi, pengalihan dari masalah pribadi, dan lain sebagianya. “Ketika pelaku mendapatkan hal ini, maka perilaku tersebut akan diperkuat karena memberikan efek yang diinginkan dan bisa menjadi kebiasaan,” jelas Margaretha.
Lebih lanjut ia menjelaskan, penelitian psikologi menemukan hubungan antara perilaku bully dan harga diri dengan pola hubungan yang nonlinear (atau berbentuk u shape). “Dari penelitian Baumeister, pelaku melakukan bullying karena harga diri tinggi sehingga membuat mereka mengintimidasi orang yang dianggap mengancam posisinya. Namun, pelaku bully juga bisa memiliki harga diri rendah, bully atau intimidasi dilakukan untuk menutupi perasaan tidak kompetennya,” ujar Margaretha.
Listyo menambahkan, ada beberapa faktor mengapa seseorang bisa mem-bully. Pertama, perilaku yang kurang dewasa. “Ketika seseorang melihat perilaku orang lain yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip umum atau prinsip pribadi, maka terdapat kecenderungan melakukan penghakiman berdasarkan sudut pandangnya sendiri,” ujarnya.
Pola pikir yang kaku juga menjadi penyebab. “Ketika seseorang memiliki pemikiran suatu kebenaran adalah mutlak, maka tidak ada pemikiran alternatif untuk menjelaskan mengapa perilaku yang tidak tepat itu dilakukan. Terkadang, suatu kasus dapat dipahami dengan hitam dan putih secara bersamaan atau grey area, yaitu ada penjelasan tertentu mengapa seseorang melakukan suatu hal,” paparnya.
Kedua, masih banyak yang belum memahami esensi dari apa yang disebut kritik membangun. “Ketika seseorang melakukan kesalahan maka harus dikritik, itu adalah konsep yang keliru, termasuk juga ketika ada orang yang salah maka harus disampaikan di media sehingga orang lain mengetahuinya dan tidak mencontohnya. Hal itu memang baik tujuannya, tetapi tidak sadar bahwa yang ditulisnya di media berisi kritikan tanpa sesuatu yang membangun orang lain yang dikritik, malah menjatuhkan,” ujar Listyo. (f)
Baca juga:
Kenali: Anda Korban atau Pelaku Bullying
Merdeka dari Bullying di Sekolah
Kenali Bullying Sebelum Terlambat!
Topic
#bullying, #cyberbullying, #mentalmerdeka