Trending Topic
Sejarah Kesetaraan Gender di Era Kerajaan Nusantara

16 Sep 2019


Dok. Istimewa




Kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat di era kerajaan, menurut Nugrahani, sangat erat kaitannya dengan perspektif religius yang memengaruhi konspirasi kehidupan di masa itu.

“Jadi, ada anggapan bahwa kerajaan itu akan makmur sejahtera dan damai kalau mengikuti konspirasi dari alam semesta yang selaras. Selaras itu ketika kekuatan maskulin dan feminin bersatu,” jelas Nugrahani. 

Ia mencontohkan kisah Lingga dan Yoni, yang merupakan perpaduan antara kekuatan feminin dan maskulin. Ketika keduanya bersatu akan menimbulkan satu penciptaan alam semesta yang selaras.

“Wanita itu fungsinya adalah penyelaras dunia dan penyeimbang dalam kehidupan manusia. Pria ada tugas tertentu dan wanita juga begitu, sehingga mereka saling mendukung dan melengkapi,” katanya.

Bukti lain yang ditunjukkan Nugrahani tentang posisi pria dan wanita yang sejajar dapat dilihat pada arca-arca dewi yang memiliki ukuran sama besar dengan arca pria. Mereka juga mengenakan atribut yang sama, menunjukkan bahwa mereka dipandang setara pada era di mana arca tersebut berasal.

“Pria dan wanita digambarkan memakai pakaian yang sama. Kecuali dia berbeda status sosialnya,” tambahnya.

Catatan sejarah yang menunjukkan besarnya peran wanita pada posisi-posisi tinggi tertentu dalam masyarakat di era kejayaan kerajaan tempo dulu memang sesuatu yang membanggakan. Namun, tak lantas dapat digeneralisasi bahwa kesetaraan terjadi di semua lapisan masyarakat era itu.

Memang, jika diperhatikan, wanita-wanita yang berkuasa di eranya mayoritas adalah mereka yang datang dari kalangan elite atau merupakan keturunan dari keluarga kerajaan. Sementara di lapisan bawah, belum diketahui secara pasti apakah kesetaraan juga sama terjadi.

Hal tersebut pernah disampaikan oleh Titi Surti Nastiti bahwa pada masa Jawa kuno posisi wanita dan pria tidak selalu setara.

Namun, fakta bahwa kerajaan-kerajaan di Indonesia memiliki raja wanita terbaik merupakan  kesempatan yang harusnya sama diberikan kepada pria dan wanita dalam tiap sisi kehidupan. Dari sosok ratu,  kita bisa melihat contoh wanita-wanita yang berdaya dan mampu menjadi pemimpin yang arif.

Sosok Ratu Shima misalnya, terkenal pandai berdiplomasi dengan kerajaan-kerajaan lain dan adil serta tegas dalam menerapkan hukum di kerajaan yang dikuasainya saat itu.

Di Kerajaan Majapahit, salah satu kesuksesan Tribhuwana Wijayatunggadewi yang tercatat adalah berhasil menyatukan Nusantara yang terdiri atas ribuan gugusan pulau. Ini menjadi cikal bakal NKRI.

Pada masa kepemimpinan para sultanah di Kerajaan Aceh, banyak perubahan kebijakan yang mendorong pemberdayaan wanita. Salah satunya, membuka pusat pendidikan yang dulunya hanya boleh diakses oleh pria, menjadi bebas digunakan oleh wanita.

Hal tersebut sejalan dengan mimpi Sultanah Tajul Alam Safiyatuddin, Ratu Kerajaan Aceh, yang menginginkan semua anak perempuan untuk belajar.

Menurut Nugrahani, ketika para wanita menjadi penguasa di eranya, mereka memiliki kelebihan masing-masing.

“Mereka tak hanya pandai, cerdas, tapi juga menggunakan hati. Kekuasaan itu tidak hanya harus bertangan besi, tapi juga harus ada aspek
welas asih-nya. Welas asih dimaknai sebagai sesuatu yang sangat dalam. Bukan berarti dia lemah, tapi menyelesaikan persoalan tidak harus dengan senjata,” tutur Nugrahani. (f)



BACA JUGA :

4 Perjuangan Berat Wanita Asia Menuju Kesetaraan
Pentingnya Menggaungkan Kesuksesan Wanita
Era Kesetaraan Dan Inovasi

 


Topic

#kesetaraangender