
Foto: Dok. Pribadi
Layar sejuta ekspresi di era digital ini tidak hanya menjadi penyambung lidah beribu ekspresi cinta yang tak terungkapkan di dunia nyata, tapi juga bertindak sebagai pengeras suara yang memproklamirkan isi hati. Ulang tahun pasangan atau hari jadi pernikahan menjadi momen favorit untuk membagi curahan hati yang sangat pribadi ini kepada dunia. Tetapi, benarkah romantisisme di dunia maya ini juga sama mengharukannya dengan di dunia nyata?
ONLINE-SELF vs OFFLINE-SELF
Belakangan ini, ekspresi penuh cinta, mulai dari surat panjang hingga puisi mendayu-dayu, bertaburan di media sosial. Kebanyakan memang memakai sarana media sosial yang menyediakan ruang cukup untuk menampung ekspresi kemesraan ini. Apakah media sosial mendadak membuat orang menjadi romantis?
Idealnya, seseorang bisa mengekspresikan kemesraan secara langsung, tapi karena terhambat oleh rasa malu, ia kemudian memanifestasikannya lewat rangkaian kata-kata indah di media sosial. Di dunia digital, fenomena ini dimaknai lewat pemahaman terhadap bagaimana seseorang membawa dirinya di dunia maya, atau online-self, dan di luar dunia maya, atau offline-self.
“Meski ada perbedaan di antara online-self dan offline-self, hal ini tidak lantas membuat apa yang diekspresikan seseorang di media sosial sebagai sesuatu yang tidak tulus atau tidak jujur,” jelas Firman Kurniawan, dosen dan pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia.
Ia kembali menjabarkan bahwa pada dasarnya ada tiga ‘self’ di dalam diri manusia. Actual self, yaitu apa yang saya rasakan sendiri secara autentik; ideal self, yaitu apa yang saya harapkan atau yang ideal menurut saya; dan ought self, yaitu apa yang menjadi harapan orang lain tentang diri saya. Di antara ketiga self ini terjadi tarik-menarik kepentingan. Apa yang tidak bisa diselesaikan di dunia nyata, diselesaikan di dunia maya. Ketika seseorang tidak bisa mengekspresikan ideal self-nya di dunia nyata lewat kata-kata romantis kepada pasangan, maka ia akan melakukannya di dunia virtual, atau media sosial. Ini bukan pura-pura, tapi semata merupakan bagian atau sisi lain yang tidak bisa diungkapkannya di dunia nyata.
Di media sosial, absennya ekspresi nonverbal, seperti nada bicara, ekspresi wajah, atau penampilan, membuat seseorang merasa lebih leluasa dalam berekspresi, tanpa takut mendapat respons yang tidak diharapkan, atau disalah mengerti sebagai dampak dari rasa grogi yang terjadi. Inilah yang membuat media sosial menjadi ruang alternatif untuk mengekspresikan sisi ideal dari seseorang.
Hal lain yang mendorong ekspresi dalam mengungkapkan diri lewat media sosial adalah adanya persepsi bahwa medium ini adalah medium anonim, dan sering dianggap fasilitas mainan. Maka, ketika menerima respons yang tidak diharapkan, dengan cepat dikoreksi. “Ah, tadi hanya main-main, kok.” Namun, ini semua sama sekali bukan berarti bohong. Medium tidak langsung apa pun, memberi sarana untuk menyelesaikan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan di dunia nyata.
KEEP IT REAL!
“Saya lebih suka menyampaikan sesuatu dalam bentuk perbuatan. Tapi, kadang-kadang ingin juga bisa mengekspresikannya dengan kata-kata,” ujar Carina Kejora Permana (35). Ibu rumah tangga ini rajin mengunggah ekspresi sayangnya kepada pasangan di momen spesial, seperti ulang tahun suami, hari jadi pernikahan, atau hari Valentine.
Meski rangkaian kalimatnya cukup romantis, ia tidak ingin berlebihan, hingga pesan tersebut terlihat palsu atau tidak mencerminkan jati dirinya. “Apa yang saya bagikan adalah benar-benar apa yang saya rasakan pada saat itu. Keep it real!” ujarnya, mengungkap aturan mainnya di ruang media sosial.
Mengaku bukan orang yang puitis, Carina sengaja meluangkan waktu untuk mempersiapkan pesan penuh cinta kepada Very (35), sang suami, di momen spesial. Beberapa hari menjelang hari jadi pernikahan, ia sudah mulai mencari foto-foto mesra berdua. Setelah itu berlanjut pada perburuan quotes romantis di ‘gudang’ mesin pencarian internet.
“Karena saya tidak pandai merangkai kata, saya akan mencari quotes indah yang mewakili perasaan saya. Setelah itu, saya tambahi penggalan cerita memori kami saat masih pacaran,” ujar Carina, mengurai proses kreatif di balik unggahan mesranya yang beredar di Facebook, Path, atau Instagram.
Ia sepakat bahwa media sosial membantunya menjadi lebih ekspresif. “Sisi pribadi saya yang tidak bisa saya wujudkan di dunia nyata, bisa ‘keluar’ di media sosial,” ungkapnya. Karena tidak harus berhadapan langsung dengan suami, ia juga jadi lebih berani dalam berekspresi. “Kalau mau bicara langsung, saya malu. Lagi pula, belum tentu respons yang diberikan suami sesuai dengan harapan,” lanjutnya.
Menurutnya, bumbu-bumbu kemesraan dengan cara berbeda ini perlu, untuk terus menyalakan api cinta mereka. “Ngomong-ngomong, kami sudah 11 tahun menikah, dan 16 tahun jika ditambah masa pacaran. Anak kami sudah dua,” ungkap wanita yang merayakan hari jadi pernikahannya pada 28 April ini, semringah.
Tidak hanya pada momen spesial saja media sosial bisa menjadi ‘penyambung lidahnya’. Media sosial juga bisa bertindak sebagai juru damai yang efektif. Saat suaminya cemburu melihat Carina berdansa dengan pria lain di sebuah acara social dance, misalnya. “Kami sempat ribut besar, dan besoknya suami tugas ke luar kota,” cerita Carina. Saat emosinya mereda, Carina mengunggah foto mesra mereka di pantai, diiringi dengan sebait kalimat yang membuat hati meleleh. “You are the only person that I wanna dance with for the rest of my life.”
Cara ini rupanya cukup jitu! “Saya tahu suami membacanya. Sebab, saat pulang, ia kembali bersikap mesra kepada saya,” ujar Carina. Ia tidak pernah memastikan bahwa sang suami membaca pesan-pesan romantisnya di media sosial. Biasanya, justru sang suami yang memancingnya dengan pertanyaan, “Kamu tadi posting, ya, di Facebook?”
Carina juga tidak keberatan kalau respons yang didapat dari sang suami cukup pendek, seperti “Happy Anniversary, Hon…”, atau bahkan dijawab pribadi melalui WhatsApp dengan ucapan pendek, “I love you!” Carina sudah cukup senang dengan itu semua. Lagi pula, panen komentar positif dari teman-temannya di media sosial menjadi ‘suntikan’ endorphin tersendiri baginya. “Hati rasanya jadi berbunga-bunga,” ujarnya, tertawa.
PENTING, TIDAK PENTING
Harus diakui, belum banyak pria yang mampu mengungkapkan perasaan terdalamnya kepada pasangan secara romantis, meski itu di dunia maya. Bagi Kemal Achriansyah, yang mengaku ‘bawel’ di dunia online sejak era program chatting mIRC pada tahun ‘90-an, berekspresi verbal di media sosial sudah menjadi bagian dari gaya hidup. “Pada dasarnya, saya suka membagi emosi positif di online,” ujar pengusaha kuliner ini.
Ia sadar bahwa ungkapan tentang momen pribadinya bersama Dina (35), istrinya, bisa dibaca oleh semua orang. Ia bahkan sengaja menyetel pengaturan privasinya pada kanal publik. “Saya ingin semua orang, termasuk mereka yang bukan teman saya di media sosial, bisa membacanya. Ini cara saya berinteraksi dengan lebih banyak orang,” jelasnya.
Seperti judul di atas, demikian pula Kemal memahami berbagai ekspresi romantisismenya kepada sang istri di media sosial. Menjadi penting, karena dengan cara ini seseorang bisa mengekspresikan apa yang saya rasakan. Tetapi, menjadi tidak penting kalau setelah posting, ia berharap pasangan harus membaca dan memberi komentar. “Ekspresikan saja, jangan berharap timbal balik apa pun dari siapa pun,” tegas Kemal.
Bertolak belakang darinya, Dina bukan aktivis media sosial. Bisa dipastikan, tidak sedikit ekspresi romantis Kemal yang lewat begitu saja, tak terbaca. Kalaupun terbaca, ia akan mendapat komentar singkat, atau emoticon. “Bahkan, sering kali Dina justru membalas komentar orang yang masuk, bukan posting mesra saya,” ujarnya tertawa, mengingat rekaman perjalanan cintanya bersama Dina yang ia pajang di momen anniversary mereka, 5 Juni lalu.
Mendapat komentar atau tidak dari sang istri, bukan menjadi tujuan Kemal. “Kalau tujuannya untuk berinteraksi, langsung saja saya ungkapkan di depannya, tidak perlu di media sosial,” lanjutnya.
Bagi Kemal, dunia maya bukan dunia lain. Jati dirinya di media sosial adalah gambaran dirinya yang sebenarnya. “Meski tidak memakai kalimat yang mendayu-dayu seperti di media sosial, ada masa-masa saya ngobrol mesra berdua dengan istri,” ujar pria yang telah memasuki tahun ke-11 pernikahan ini.
Semua ekspresi kemesraan yang diketikkannya di media sosial merupakan ungkapan spontan. “Kalau direncanakan, malah tidak keluar,” katanya. Seperti ketika istrinya berulang tahun, pada 26 Mei lalu. “Mood belum dapat, tapi saya merasa ingin menulis sesuatu untuk istri, tapi bingung. Jadinya tidak maksimal,” ujar ayah dua anak ini, tidak puas.
Lucunya, berlajur-lajur status mesra yang diunggahnya di dunia maya justru banyak memanen komentar yang tidak nyambung. Ia merasa, ini terjadi karena banyak teman yang mengenalnya beranggapan bahwa Kemal adalah tipe pria yang jarang serius dan hobi bercanda. “Bukannya memuji surat cinta saya, mereka malah pesan risoles beku!” kata pria yang berjualan risoles beku online hasil olahan sang istri ini, terbahak-bahak. (f)
Topic
#masalahhubungan