Trending Topic
Keunggulan Film Horor Asia yang Di-remake Hollywood untuk Meneror Penonton

11 Mar 2017


Foto: 123RF

Tak dapat dipungkiri, di luar kualitas film horor Asia dengan faktor kengeriannya yang menakutkan, profit adalah alasan utama sebuah film akan dibuat ulang atau tidak oleh Hollywood. Secara angka, boleh jadi garapan Hollywood memang menunjukkan keuntungan material yang jauh lebih besar dibandingkan film aslinya. Maklum, jangkauan Hollywood tentu lebih luas, hingga ke seluruh dunia. Namun, dari segi kualitas dan faktor 'menyeramkan', apakah film horor Asia yang dibuat ulang Hollywood akan  sama menakutkannya?

Sejauh ini, kebanyakan kritikus film dunia menilai bahwa film horor remake Hollywood tak lebih baik dalam memberikan dampak menakutkan dibandingkan film aslinya. Sebenarnya, baik film horor Asia maupun Hollywood, punya kekuatan dan ciri khas masing-masing. Tapi sayang, mesin Hollywood tak bisa menginterpretasikan ‘kengerian’ di tingkat yang sama dengan versi horor Asia.

Menurut pengamat film, Igak Satrya, kekuatan film horor Asia terletak pada kedekatan dan kekayaan budaya lokal sebagai bumbu utamanya. “Sehingga, daya ngerinya lebih mengena pada konteks lokal. Sementara film Hollywood lebih mengandalkan globalitas rasa takut, jadi cenderung generik. Misalnya drakula, vampir, atau unsur ketakutan lain yang sifatnya sangat umum,” jelas Igak. Pasar Hollywood yang lebih besar tersebut ingin semua orang mengenal dan merasakan takut yang sama.

Sayangnya, ketika Hollywood berusaha mentransfer rasa takut dari cerita lokal Asia, tak bisa serta-merta diterima begitu saja oleh orang Eropa dan Amerika. Kekuatan film horor Asia yang mengandalkan konteks lokal membuat film tersebut sulit diangkat menjadi global. “Penonton di dunia Barat yang terbiasa dengan cerita vampir atau drakula, tidak terbiasa dengan kengerian mencekam melihat wanita berbaju putih di jalan yang gelap,” tambah Igak.

Krisnadi menambahkan, “Cerita horor di Asia yang dekat dengan mitos dan urban legend, yang merupakan bagian dari akar budaya, sering kali tidak bisa ditransfer ke dalam film remake Hollywood. Karena memang kultur itu tidak bisa dipindahkan begitu saja.”

Di sisi lain, masih menurut Krisnadi, Hollywood sangat memperhatikan cerita atau narasi yang sempurna dan logis. Ketika dibuat film remake-nya, sering kali harus mengubah beberapa plot atau dramatisasi. “Kebiasaan para sineas di Hollywood dalam membuat remake adalah memikirkan apakah film ini ceritanya logis, narasinya sempurna, mereka harus menerangkan mengapa si karakter tertentu sampai bisa melakukan sesuatu. Semuanya harus jelas, sehingga mungkin mereka lupa bahwa untuk urusan menakut-nakuti orang, hal remeh-temeh itu tidak terlalu diperlukan,” cerita Krisnadi. Dengan kata lain,  menakut-nakuti orang lain memang terkadang tidak diperlukan logika.

Kendatipun Hollywood punya keunggulan pada teknologi yang canggih untuk menghasilkan special effect atau CGI (computer generated imagery) yang wow, nyatanya hal itu bukan jaminan keberhasilan untuk ‘meneror’ para penontonnya. Film The Ring misalnya. Meskipun terbilang mendulang keuntungan besar dan menggunakan teknologi canggih khas Hollywood, kebanyakan orang menilai bahwa film remake ini tak lebih menyeramkan dibandingkan Ringu yang menggunakan teknik sederhana dan minimalis.

Hal ini erat kaitannya pula dengan bagaimana ciri khas film horor Hollywood yang memiliki kecenderungan untuk menunjukkan ketakutan melalui kejutan yang tampak di kamera atau latar musik yang dramatis. Sementara film horor Asia justru lebih mengedepankan unsur creepy feeling yang misterius. “Susah dijelaskan secara harfiah, tapi film horor Asia itu bisa menciptakan perasaan menyeramkan hanya dari latar suara dan musik, atau si hantunya dibuat misterius tanpa harus menunjukkan wajahnya,” ujar Krisnadi, yang menilai bahwa hal ini yang mungkin membuat orang merasa lebih takut pada film horor Asia. Selain itu, orang yang sudah tahu plot cerita film orisinalnya, membuat unsur ‘mengejutkan’ pada film remake-nya  jadi kurang besar dampaknya.

Hal tersebut juga pernah dikemukakan oleh pengamat film dari majalah Fangoria, Anthony Timpone. “Para sineas horor Jepang pandai dalam membangun cerita, menentukan karakter sehingga menghasilkan horor dengan atmosfer yang menegangkan, perasaan menakutkan, hingga efek suara yang membuat merinding,” ujarnya. Hal ini membuktikan, kendati Hollywood masih menjadi poros industri perfilman dunia, untuk urusan film horor, sineas-sineas Asia tak kalah hebat dalam ‘meneror’ masyarakat global. (f)

Baca juga:
Film Horor Asia Berjaya di Hollywood
Mulai Tur Dunia, Film Setan Jawa Tayang di Melbourne, Australia
Kaleidoskop 2016: Inilah 10 Film Terpopuler di Google Tahun Ini

 
 


Topic

#industrifilm, #Hollywood