
Foto: Dok. Sherlock, NCIS
Bukan hanya cerita percintaan atau drama yang menawarkan adegan romansa saja yang digandrungi banyak orang. Nyatanya, serial kriminal yang bercerita tentang kasus-kasus kejahatan yang menakutkan – atau bahkan menunjukkan kesadisan - justru tak kalah banyak peminatnya. Terbukti dari serial-serial televisi fiksi kriminal seperti Crime Scene Investigation: Miami (CSI: Miami), NCIS (Naval Criminal Investigative Sercive), Law & Order Special Victims Unit, Criminal Minds, dan banyak lainnya yang memiliki ratusan episode dan penggemar yang loyal. Kendati menceritakan tentang kasus kejahatan yang menakutkan, tapi mengapa kita sebagai penonton justru menggemarinya?
‘Takut’ yang Adiktif
Mayat seorang wanita bersetelan warna merah muda yang diketahui bernama Jennifer ditemukan di bangunan tak berpenghuni. Hasil pemeriksaan sementara polisi menyimpulkan bahwa kematian Jennifer adalah bunuh diri karena overdosis obat. Namun, detektif dari Baker Street, London, bernama Sherlock punya pendapat lain. Ia menebak, Jennifer berasal dari luar kota dan dibunuh seorang sopir taksi. Adegan tersebut adalah cuplikan dari serial Sherlock seri satu episode pertama, bertajuk A Study in Pink.
Aksi detektif Sherlock Holmes (yang dibintangi Benedict Cumberbatch) sungguh memikat. Hanya dengan mengamati sekilas TKP pembunuhan, ia bisa mereka ulang aksi kriminal dalam benaknya. Urutan kejadian, profiling pelaku, hingga motif, dengan ketajaman logika yang mendekati presisi fakta. Membuat siapapun yang menonton serasa ikut ketularan sedikit kepintarannya.
Serial televisi Sherlock Holmes yang diangkat dari novel detektif karakter rekaan Arthur Conan Doyle ini baru saja mengakhiri masa tayangnya setelah tayang dalam empat seri sejak kemunculannya pertama kali di tahun 2010. Seperti juga novelnya yang legendaris, serial televisinya pun mendapat sambutan hangat dari para penggemar yang menamakan diri Sherlockian, yang tidak habis-habis mengagumi aksi duo detektif Baker Street, Sherlock dan Dr John Watson. Sherlock adalah salah satu serial fiksi criminal yang banyak peminatnya.
Jika dirujuk sejarahnya, ‘genre’ kriminal ini sudah ada sejak manusia ada. Dosa dan kejahatan adalah perilaku dan naluri purba yang selalu dikisahkan dalam semua kitab suci agama. Kalau dalam kesusasteraan Arab, mengenal Scheherazade dengan kisah 1001 malam. Kesusasteraan Barat mengenal penulis kriminal seperti Voltaire dan Edgar Allan Poe di tahun 1700 dan 1800-an. Keduanya bahkan kerap menjadi rujukan para penulis genre kriminal, termasuk di antaranya Arthur Conan Doyle.
Dalam kancah budaya populer komik, juga tidak sedikit yang mengangkat genre kriminal dan cerita detektif. Sebut misalnya, petualangan Tintin, Inspector Gadget, Gotham City, Detektif Conan, dan sebagainya, juga memiliki penggemar yang tidak sedikit.
Menyentuh Emosi Paling Dasar
Dalam genre fiksi kriminal, dikenal satu kategori yang sangat populer yang disebut kategori cerita ‘whodunit’. Dari kata "Who [has] done it?" atau "Who did it?" membalut kisah misteri dengan plot yang kompleks, yang melibatkan pembaca atau penonton untuk terlibat dalam proses deduksi atau penyelidikan, yang dilakukan oleh tokoh protagonis selama menginvestigasi kasus. Penyelidikan tersebut bisa saja dilakukan oleh pihak yang berwajib, seperti polisi, jaksa, pengacara, FBI, bisa juga oleh detektif profesional. Hal inilah yang diadopsi oleh banyak serial televisi, novel, maupun komik.
Angle-nya bisa beragam. Ada yang mengangkat investigasi dari sisi ilmiah, yakni berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan medis. Di serial CSI: Miami, misalnya, kamar mayat menjadi setting yang seksi di sini. Penonton seperti diajak terlibat dalam penyelidikan tindak kejahatan lewat pembedahan forensik. Tokoh protagonisnya adalah tim yang menjadi bagian dari kepolisian Miami, di bawah komando Liutenant Horatio Caine dan partnernya Calleigh Duquesne, yang membawahi tim investigasi forensik. Ilmu pengetahuan dan riset ilmiah menjadi rujukan dalam pengungkapan kejahatan di serial ini.
Sudut pandang yang lain adalah seperti yang diangkat dalam serial seperti Criminal Minds, misalnya. Mengulik kisah misteri dengan offender profiling, yakni metode mengidentifikasi pelaku kejahatan berdasarkan petunjuk dari alat bukti dan informasi yang ditemukan di TKP. Kepribadian pelaku kejahatan juga bisa dilihat dari pilihannya sebelum melakukan, pada saat melakukan, dan setelah melakukan kejahatan. Juga dari analisis kondisi psikologis pelaku. Dengan pembacaan inilah, tim detektif berhasil melacak jejak pelaku kejahatan, dan pada akhirnya melindungi korban yang menjadi tawanan.
Pertanyaannya, kenapa sih, seseorang bisa tertarik pada kisah misteri dan kriminalitas? Mengutip kriminolog dan penulis buku Why We Love Serial Killer, Scott Bonn, menurut penelitiannya, mengikuti kisah kriminal berdampak memicu adrenalin. Adrenalin adalah hormon yang menstimulasi otak kita, yang memberi efek kecanduan.
“Masyarakat tertarik pada kisah kriminalitas karena memicu emosi paling dasar dan kuat yang ada dalam diri kita semua, yakni – rasa takut,” ungkap pengajar di Drew University, Amerika Serikat, ini. Begitupun pada komik maupun tontonan, cerita kriminal menawarkan sensasi para pembaca untuk mengalami rasa takut dan perasaan ngeri seperti dalam situasi yang digambarkan. Kira-kira sama seperti keberadaan monster dalam film anak-anak.
Menurut pendapat kriminolog dari Universitas Indonesia, Prof. Drs. Adrianus Meliala, dalam kenyataannya, dunia kriminologi adalah dunia yang kering dan pelik. “Itulah hebatnya para pekerja seni, yang berhasil menciptakan karya cerita kriminal menjadi sesuatu yang menghibur dan menarik untuk ditonton. Mereka mampu menggabungkan thriller dan suspense dalam satu waktu, sehingga orang tertarik untuk mengikuti cerita sampai selesai,” tuturnya.
Adrianus menambahkan, bagi penonton, fiksi kriminal juga bisa menjadi saluran pelepasan. Melihat kejahatan tidaklah hitam putih. Dalam diri setiap orang, menyimpan sisi jahat. Apa yang akan Anda lakukan jika Anda berada pada situasi yang dihadapi pelaku? “Pelaku kejahatan adalah manusia biasa. Orang seperti kita-kita juga. Atau bisa jadi orang yang kita kenal, mereka yang rumahnya tak jauh dari rumah kita,” ujar Adrianus.
Ditambah lagi, fiksi kriminal biasanya juga disertai bumbu seks, kuasa, cinta, dan laga, elemen yang menjadikannya formula tontonan laris. “Ketika sebuah tindak kejahatan dilakukan oleh seorang pejabat atau tokoh masyarakat, menjadi skandal yang bisa dibayangkan efeknya.” (f)
Baca juga:
Kobaran Gairah dalam Serial Scandal
Web Series: Tontonan Serial Kekinian
Topic
#serialHollywood