Trending Topic
Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Jadi Isu di Pemilu 2024, Hambat Partisipasi Politik

27 Feb 2025

Mengapa kekerasan terhadap perempuan dalam politik terus terjadi? Foto ilustrasi: Canva


Meskipun keterwakilan perempuan di DPR RI meningkat menjadi 22,07% pada Pemilu 2024, angka ini masih jauh dari target minimal 30%.

Mirisnya, peningkatan partisipasi politik perempuan ini masih dibayangi oleh tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dalam politik, seperti diungkap dalam rilis penelitian Women Research Institute (WRI) yang didukung oleh Westminster Foundation for Democracy (WFD).

Penelitian yang dilakukan selama enam bulan ini menunjukkan bahwa 82% perempuan politik merasakan peningkatan intensitas kekerasan pada Pemilu 2024 dibandingkan pemilu sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya-upaya pencegahan dan perlindungan yang ada belum efektif menangani persoalan ini. 

Lebih memprihatinkan lagi, terdapat kesenjangan signifikan dalam pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari kasus yang terjadi, hanya 22% yang melaporkan, sementara mayoritas (69%) tidak melaporkan. 

Bentuk kekerasan yang paling sering dialami adalah kekerasan seksual (52%) dan verbal (51%), disusul dengan kekerasan digital (45%), ekonomi (42%), dan struktural (38%).

Mengapa kekerasan terhadap perempuan dalam politik terus terjadi? Ada beberapa alasannya, seperti: 

  • Budaya patriarki: Sistem politik yang masih didominasi laki-laki membuat perempuan sering kali dianggap tidak kompeten dan menjadi sasaran kekerasan.
  • Kevakuman perlindungan hukum: Banyak korban (53%) tidak melaporkan kasus kekerasan karena skeptis terhadap proses hukum.
  • Ketimpangan ekonomi: Keterbatasan akses terhadap sumber dana kampanye (42%) membuat perempuan sulit bersaing dalam pemilu.
  • NormalisasikKekerasan: Sebanyak 69% korban memilih tidak melaporkan kekerasan yang dialami, menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam politik masih dianggap hal biasa.
  • Teror digital: Media sosial menjadi sarana baru untuk mengintimidasi dan mengancam perempuan politik.

Mengamati kasus yang terjadi, WRI menekankan pentingnya pendekatan holistik untuk mengatasi masalah ini. Reformasi kebijakan penting dilakukan sebagai penguatan kebijakan afirmasi dan perlindungan hukum bagi perempuan dalam politik. Penegakan hukum perlu ditonjolkan dengan menindak tegas pelaku kekerasan terhadap perempuan dalam politik.

Transformasi budaya politik dapat mendorong budaya politik yang inklusif dan bebas kekerasan. Untuk ini dibutuhkan komitmen partai politik untuk menyusun kebijakan internal yang responsif gender dan berpihak pada perempuan.

Pemilu yang bebas kekerasan merupakan prasyarat bagi demokrasi yang sehat. Sudah saatnya semua pihak bekerja sama untuk menciptakan lingkungan politik yang aman dan inklusif bagi perempuan. (f

Baca juga: 
Sudah Sah, UU TPKS Atur 9 Tindak Kekerasan Seksual
Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Meluncurkan Kampanye Gotong Royong Melawan Kekerasan Berbasis Gender
9 Isu Penting Perempuan Akan Dibahas di Munas Perempuan


Faunda Liswijayanti


Topic

#politik, #kekerasanterhadapperempuan, #perempuanpolitik