
Foto: Fotosearch
Setelah pertengahan tahun lalu, masyarakat dikejutkan dengan kasus perkosaan berkelompok (gang rape) dan pembunuhan yang menimpa YY di Bengkulu, insiden serupa kembali terjadi. Kali ini merenggut nyawa (KM), anak perempuan berusia 4 tahun di Sorong, Papua Barat. KM hilang dari rumah pada Selasa (9/1) siang.
Seperti yang dilansir oleh media lokal, siang itu, GM, kakak kandung KM mengadu pada ibunya bahwa ia dipukul oleh pria mabuk di warung. Ibunya mencari si pria dan meninggalkan KM di rumah. Menurut GM, adiknya diajak pergi oleh DW, tetangga mereka ke arah hutan saat ibu mereka pergi. Berbekal informasi itu, pencarian dilakukan. KM ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam lumpur dengan pendarahan di bagian kemaluan.
Ketiga terduga pelaku pemerkosaan dan pembunuhan itu, DW (20), LG (20), dan NK (19) ditangkap Kepolisian Sorong dalam keadaan mabuk. Ketiga pelaku beralasan sedang mabuk minuman keras ketika memperkosa korban bersama-sama. Warga mengamuk, rumah salah satu pelaku hangus dibakar massa.
Warga juga menuntut pelaku dihukum seberat mungkin, bahkan hukuman mati. Pelaku terancam hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016, yaitu hukuman mati, hukuman seumur hidup, hukuman 20 tahun penjara, bahkan hukuman kebiri kimia.
Pemberatan hukuman antara lain hukuman kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi elektronik pada pelaku merupakan tanggapan pemerintah atas tuntutan masyarakat untuk mengambil tindakan tegas terhadap maraknya kekerasan seksual tahun lalu. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Baca juga: Pro dan Kontra Hukuman Kebiri untuk Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak)
Lewat keterangan pers, Komnas Perempuan berpendapat, kasus ini menunjukkan bahwa penghapusan kekerasan seksual tidak bisa hanya menggunakan pendekatan hukum semata, tetapi membutuhkan upaya dari seluruh elemen masyarakat. Meningkatnya jumlah kekerasan seksual dengan pembunuhan dari kalangan usia anak menunjukkan ada persoalan serius dalam sistem pendidikan dan melemahnya sistem sosial yang melindungi anak dari kekerasan, baik sebagai korban maupun pelaku. (Baca juga: Hukuman Kebiri, Benarkah Solusi Tepat Menekan Angka Perkosaan?)
Mengaitkan miras dan juga pornografi dalam kekerasan seksual yang dilakukan anak, tidak cukup hanya sebatas identifikasi semata, tanpa upaya menjauhkan/melindungi anak dari miras dan pornografi, yang tentunya juga perlu dilakukan secara sistematis, komprehensif dan terukur, termasuk dalam hal ini memutus jaring pemasok miras ke daerah.
Respons terhadap kekerasan seksual juga harus dilakukan secara serius, tidak hanya ketika ada kasus yang terpublikasi oleh media. Caranya dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat lembaga, tokoh-tokoh agama dan adat. (Baca juga: Pendidikan Gender Sama Pentingnya dengan Pendidikan Agama dalam Keluarga!) (f)
Topic
#KekerasanSeksual