Trending Topic
Jutaan Kehamilan Tidak Direncanakan Diperkirakan Terjadi Pada Masa Pandemi

26 Aug 2020


Foto: Unsplash

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan krisis global yang berdampak besar terhadap seluruh lapisan masyarakat. Pandemi Covid-19 juga semakin memperburuk kesenjangan-kesenjangan sosial yang ada, termasuk ketidaksetaraan gender. Hal ini berimbas pada meningkatnya kerentanan wanita dan anak perempuan akan kekerasan berbasis gender, serta eksploitasi dan penganiayaan seksual. Peningkatan kasus-kasus kekerasan ini sudah tercatat di berbagai tempat.

Dalam webinar Hari Kependudukan Sedunia (World Population Day - WPD) yang diadakan BKKBN dan UNFPA Indonesia pada hari Selasa, 25 Agustus 2020, Riznawaty Imma Aryant, Programme Specialist - Reproductive Health UNFPA Indonesia mengatakan, pada wanita dan anak perempuan dampak COVID-19 lebih besar. Antara lain, risiko wanita terinfeksi lebih besar. Pasalnya, secara global 70% garda depan tenaga kesehatan adalah wanita. Selain itu, wanita semakin kesulitan mengakses alat kontrasepsi modern dan pelayanan kesehatan reproduksi dan kehamilan.

Sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan oleh Kantor Pusat Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Population Fund - UNFPA), yang berkolaborasi dengan Avenir Health, John Hopkins University (USA), dan Victoria University (Australia) memperkirakan, apabila lockdown atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berlangsung lebih dari enam bulan, 47 juta wanita di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah kemungkinan tidak bisa mengakses alat kontrasepsi modern.

Akibatnya, diperkirakan akan terjadi tujuh juta kehamilan tidak direncanakan (KTD) pada enam bulan masa lockdown, dan setiap diperpanjang tiga bulan akan ada tambahan dua juta KTD. Imbas dari KTD ini sangat luas. Seperti dikatakan Anjali Sen, Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, kesulitan mengakses alat kontrasepsi modern akan meningkatkan terjadinya KTD, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual, kematian ibu saat melahirkan, dan sebagainya. Keadaan makin memprihatinkan karena selama masa pandemi pelayanan kesehatan reproduksi juga mengalami hambatan. 

Studi yang sama juga memperkirakan pandemi COVID-19 memicu 31 juta kasus kekerasan berbasis gender. Tak hanya itu, ia juga mengganggu program-program UNFPA di seluruh dunia yang bertujuan untuk menghentikan praktik-praktik berbahaya terhadap wanita dan anak perempuan, juga bisa mengakibatkan terjadinya 2 juta kasus pemotongan dan perlukaan genital perempuan (P2GP) atau female genital mutilation/cutting (FGM/C), dan 13 juta perkawinan anak antara tahun 2020-2030, yang seharusnya bisa dihindari.

“Wanita dan anak perempuan, terutama yang sedang hamil, akan segera melahirkan, dan menyusui adalah bagian dari kelompok-kelompok yang rentan selama pandemi COVID-19. Sering kali mereka tidak bisa mengambil keputusan sendiri untuk mendapatkan layanan-layanan layanan kesehatan ibu dan keluarga berencana,“ ucap dr. Eni Gustina, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN.  

Pada masa yang sulit, sebagian masyarakat mencari kedamaian dan petunjuk dari agama. Karena itu suara para pemuka agama bisa berperan sebagai suara yang memberikan harapan dan kebijaksanaan. Dukungan organisasi dan pemuka agama sangat penting dalam membantu kelompok-kelompok rentan seperti wanita dan anak perempuan, untuk memperoleh hak mereka mendapatkan layanan kesehatan reproduksi, dan bebas dari kekerasan berbasis gender di masa pandemi ini. Dengan pengaruh dan jaringan pendukung kuat, tokoh-tokoh agama diharapkan bisa menyampaikan pesan-pesan positif dalam menghadapi pandemi dan mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan berempati terhadap kondisi dan kebutuhan wanita dan anak perempuan. (f)

Baca Juga:

WHO : Pandemi COVID-19 Diperkirakan Akan Berakhir dalam Waktu 2 Tahun
Jangan Abaikan Ancaman Krisis Iklim Di Tengah Pandemi COVID-19
14 Langkah Cegah Penularan COVID-19 di Kantor


Topic

#kehamilan, #kontrasepsi, #kematianibu, #worlpopulationday, #hatikependudukansedunia

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?