
Foto: dok. pribadi
Baru-baru ini, warga jagad maya dikejutkan dengan cuitan-cuitan vokal yang datang dari akun Twitter @ariomazda milik Ario Bimo Utomo (24), seorang dosen tetap program studi Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional Veteran yang tinggal di kota Surabaya.
Komentarnya yang pedas mengkritisi isu-isu seperti pernikahan dini sebagai solusi lepas dari perzinahan, fungsi hijab untuk mencegah pelecehan, hingga isu poligami, menyebar viral. Ada yang pro, banyak yang kontra. Sebenarnya apa yang melatari cuitannya pria pemegang gelar Master di bidang International Relations dari University of Sydney ini?
Apa yang membuat Anda menyoroti hal yang sensitif ini?
Jauh sebelum cuitan tentang pernikahan ini, akun saya kerap membongkar hoax-hoax yang beredar dengan mengatasnamakan agama, misalnya: artis yang dikabarkan pindah agama padahal tidak, foto editan yang diberi caption palsu untuk mengadu domba golongan tertentu, atau kisah anak durhaka yang konon dikutuk jadi ikan pari, ha ha ha.
Motivasi saya sederhana: supaya kita semua lebih bijak dalam menjalani identitas sebagai umat beragama. Ingat, fokus saya adalah beridentitas, bukan beragamanya itu sendiri. Ada banyak hal yang secara tidak langsung terkait dengan agama, tapi ketika dilakukan maka nama agamanya ikut jelek. Contoh simpelnya adalah apabila kita menyebar hoax, mudah terprovokasi, diskriminatif terhadap kaum lain, atau tidak menghargai hak-hak wanita. Semuanya tidak terkait peribadatan, namun bisa membuat nama sesamanya buruk. Nah, di ranah itulah saya membuka diskusi.
Bagaimana Anda menyikapi komentar netizen?
Akan terlalu congkak bagi saya untuk mengaku punya haters, karena pendapat saya pun belum tentu benar. Mereka yang kontra barangkali hanya belum terbiasa dengan cara pandang yang saya gunakan. Saya sejatinya sangat terbuka untuk diskusi dengan mereka yang kontra, selama respek masih terjaga dan tidak ada niat menghujat.
Untuk postingan yang kemarin, alhamdulillah lebih banyak yang sepakat. Sebagian kecil tidak sependapat dengan saya, tapi itu sah-sah saja. Yang jelas, saya mengapresiasi setiap pendapat yang masuk, baik pro maupun kontra.
Kuliah S2 dan sempat tinggal selama beberapa tahun di Australia memengaruhi pemikiran Anda termasuk pada soal-soal sensitif?
Saya mendapatkan beasiswa LPDP untuk belajar di University of Sydney selama tiga semester. Pada Juli 2017, saya kembali ke Indonesia untuk mengisi tawaran kerja menjadi dosen, sekaligus pulang kampung ke Surabaya.
Soal pemikiran, saya tidak berhak mengklaim lebih open-minded, tapi saya bisa katakan bahwa ada banyak pelajaran berharga selama tinggal di sana. Sydney adalah kota yang sangat global, bahkan mayoritas penduduknya lahir di luar Australia. Salah besar apabila mengira kota ini hanya berisi bule. Saat berkumpul di organisasi mahasiswa muslim kampus pun, ada banyak mahasiswa dari berbagai latar belakang kebangsaan bahkan aliran.
Walaupun secara umum Australia sangat toleran terhadap muslim, tentu saja ada beberapa pengalaman tidak mengenakkan yang cukup membuka mata. Suatu hari misalnya, ketika saya sedang berjalan sendirian di pantai, tiba-tiba ada sekelompok pemuda memanggil saya. Mereka menanyakan asal saya, dan saya bilang dari Indonesia. Kemudian, mereka menanyakan apakah saya muslim, dan saya jawab benar. Tak disangka, pemuda-pemuda itu memanggil kawannya yang lain dengan berteriak: “Kemarilah! Saya sedang bersama teroris muslim dari Indonesia!”
Saya yang belum genap sebulan tinggal di Australia tentu saja bingung dan takut. Untunglah saya tidak diapa-apakan, hanya diajak selfie, diejek-ejek sebentar, lalu mereka membiarkan pergi. Di kesempatan lain, saya juga pernah berdebat dengan mahasiswa lain di kelas saat ia menyebut Islam adalah agama yang mengajarkan terorisme. Kejadian-kejadian seperti itu memang menyedihkan, namun mau tak mau, seperti itulah pandangan segelintir orang lain terhadap umat muslim.
Sejak saat itu, saya kian bertekad untuk meluruskan segala stigma buruk tentang muslim. Di samping menetralkan opini-opini negatif di forum yang banyak berisi nonmuslim, saya juga mengkritisi akun-akun “agamis” yang justru membuat citra Islam menjadi buruk, seperti dengan menyebar hoax atau hate speech.
Memang, ada kalanya upaya tersebut berseberangan dengan pendapat sebagian orang. Ada beberapa yang menganggap saya memojokkan Islam, tapi bagi saya justru sebaliknya. Saya yakin, solusi pertama untuk menyelesaikan segala masalah adalah menyadari bahwa masalah itu ada. Dalam kata lain, kita perlu introspeksi. Kita tidak bisa selalu lepas tangan dengan menyalahkan “oknum” kalau kita tidak bersuara untuk melawan bibit stigma itu dari dalam.
Apa harapan Anda menyikapi kondisi Indonesia saat ini?
Muslim bukanlah sebuah kelompok yang monolitik. Di Indonesia pun, kita masih memiliki variasi seperti suku, bahasa, latar belakang pendidikan, organisasi, dan sebagainya. Sulit untuk saya memberikan penilaian secara umum, karena mereka terdiri dari spektrum yang berbeda-beda.
Secara umum saya ingin bahwa kita semua mampu lebih kritis dalam menerima informasi apa pun, sehingga kita tidak mudah terprovokasi. Tidak semua kritik berarti kebencian, karena bisa saja ia hanya memperbaiki cara pandang keliru demi kebaikan bersama. Pun, tidak semua informasi yang disebar oleh akun-akun berlabel agamis itu benar. Kita bisa melihat banyak sekali akun-akun palsu dengan nama dai populer yang rupanya hanya bertujuan mengemis like. Kelompok-kelompok seperti inilah yang harusnya dikecam, bukan mereka yang mencoba membongkarnya.
Nah, berhubung saya sendiri pun merupakan muslim Indonesia, maka pesan-pesan di atas pun berlaku untuk saya. Doakan saja saya konsisten dengan apa yang sudah saya prinsipkan. Sudah lama muslim Indonesia dipandang sebagai muslim yang toleran dan berpikiran terbuka, semoga nilai-nilai itu tetap dapat kita lestarikan bersama.
Ada rencana untuk mengangkat topik lain seperti politik atau gaya hidup?
Saya tidak memiliki agenda khusus selain menyuarakan pendapat. Yang saya soroti adalah fenomena bermasyarakat. Saya tidak pernah membatasi topik diskusi. Suatu hari saya bisa berkicau soal hoax, di hari lain saya bisa membahas politik, tapi tak jarang pula saya menulis soal sepak bola.
Bahkan dulu saya suka kultwit cerita misteri setiap malam Jumat, ha ha ha. Mungkin saja yang kali ini viral karena kebetulan ia mencakup topik yang sedang aktual di masyarakat. Jadi, ya, insyaallah saya akan terus melanjutkan aktivitas berbagi opini ini. (f)
Baca Juga:
Lawan Hoax dan Bot, Twitter Larang Postingan Massal
Situs Mikroblogging Tumblr Diblokir Kominfo, Ini Sebabnya
Fitur Thread (Utas) yang Baru Dirilis Twitter Bisa Hindari Hilang Informasi & Salah Paham
Topic
Kultwit Viral