Travel
Terpesona Putri Keraton Di Ullen Sentalu

5 Sep 2019


Foto: Dok.femina


Museum Ullen Sentalu yang terletak di Kawasan Kaliurang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan atraksi wisata yang sangat tepat dikunjungi  untuk mengetahui sejarah para bangsawan Jawa.
 
Bukan tanpa alasan, karena di museum yang berdiri dari tahun 1997 inilah kita bisa berkenalan dengan cerita Kerajaan Mataram yang menguasai Pulau Jawa pada abad ke-16 hingga akhirnya pecah menjadi empat kesultanan, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman.
 
Atmosfer teduh langsung menyergap begitu femina memasuki Museum Ullen Sentalu setelah berkendara kurang lebih 1,5 jam dari pusat Kota Yogyakarta. Rindang pepohonan berpadu dengan taman, kolam, dan arsitektur vernakular berbahan batu andesit memberi kesan menyatu dengan alam sekitar. Sejuk, hening, dan indah!

Museum yang berada di kaki triangulasi Gunung Turgo, Merapi, dan Plawangan ini bukan objek wisata biasa karena museum ini menghadirkan arsitektur sebagai karya seni yang menyatu dengan koleksi museum yang menarasikan kisah Kerajaan Mataram Islam.

Hari itu, Lisa Andriani, pemandu wisata kami, menyambut di area masuk museum. Inilah salah satu keunikan Museum Ullen Sentalu, tiap pengunjung dikelompokkan dan ditemani oleh seorang pemandu selama menelusuri tiap sisi bangunan Ullen Sentalu. Layaknya pendongeng, pemandu akan menceritakan kisah di balik koleksi museum.
 
“Museum ini berfokus pada kebudayaan Jawa. Saya akan membawa Anda ke empat Kerajaan Mataram Islam,” ujar Lisa, membuka tur. Selanjutnya Lisa membawa kami menjelajah museum, dimulai dari menelusuri gua buatan dengan bagian dalam diisi aneka gamelan dan foto-foto. Kemudian memasuki labirin yang membawa ke beberapa ruang berisi benda-benda peninggalan kerajaan, lukisan keluarga raja, sampai arca dewa Hindu dan Buddha.
 
Dalam tur yang berlangsung kurang lebih 60 menit tersebut, kita akan dibawa ke ragam dimensi waktu dan tempat. Mulai dari Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman.
 
Satu hal menarik yang saya temukan dari tur ini adalah tentang budaya Jawa yang kaya tradisi. Salah satu sudut museum yang menarik adalah ruangan kostum kerajaan. Evolusi pakaian tradisional wanita Jawa bisa kita lihat di sini. Pakaian asli masyarakat Jawa adalah jarit, kain bermotif batik.
 
Dahulu, para wanita mengenakannya dengan cara melilitkannya di dada hingga membentuk kemban, disebut dodotan. Setelah agama Islam, juga budaya Eropa, Melayu, dan Cina masuk ke tanah Jawa, barulah pakaian atasan dikenal di Jawa. Lahirlah kebaya, pakaian tradisional Jawa.
 
Mode busana keluarga keraton juga tak bisa dilepaskan dari peran para permaisuri. Permaisuri keraton adalah desainer kerajaan. Mereka merancang busana untuk diri dan keluarganya. Gusti Timur misalnya, permaisuri Kadipaten Mangkunegaran di awal abad ke-20, suka membeli majalah Eropa. Ia membuat kebaya yang modelnya terinspirasi dari majalah tersebut. Di museum ini kita bisa melihat foto Sang Permaisuri mengenakan kebaya modifikasi yang potongan kerahnya mirip kemeja. Modern dan gaya!
 
Ada satu sosok putri dari Kadipaten Mangkunegaran yang mencuri perhatian. Tak hanya karena paras cantiknya, tapi juga pilihan hidupnya. Ia adalah Gusti Nurul. Salah satu ruangan di museum ini didedikasikan khusus untuk putri yang pandai menari dan berkuda ini. Foto-foto Gusti Nurul sejak bayi, dewasa, hingga tua terpajang di sudut-sudut ruangan.
 
Wajah Gusti Nurul yang rupawan membuat banyak pria jatuh hati. Mulai dari Presiden Soekarno, Perdana Menteri Sutan Syahrir, hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Tapi, tak satu pun berhasil mendapatkan putri dari Mangkunegara VII ini, karena prinsip Gusti Nurul yang menolak dipoligami. Gusti Nurul akhirnya menikah di usia 30 tahun dengan Raden Mas Yarso, sepupunya, yang juga bangsawan Mangkunegaran sekaligus tentara. Itulah sepenggal kisah tentang Gusti Nurul yang memikat hati saya.

Masih banyak kisah budaya Jawa yang tersimpan dalam Ullen Sentalu. Semua koleksi museum diperoleh dari para sesepuh yang merupakan turunan keempat Kerajaan Mataram Islam. Mereka tergabung dalam Yayasan Ulating Blencong, organisasi yang menaungi museum ini.

Nama Museum Ullen Sentalu yang terdengar unik merupakan singkatan dari ‘ulating blencong sejatine tataraning lumaku’, yang artinya ‘nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam meniti kehidupan’. Blencong adalah lampu minyak untuk menerangi pertunjukan wayang kulit. Layaknya blencong, museum ini ingin menerangi wawasan masyarakat akan budaya Jawa agar tetap lestari. (f)
 

 
BACA JUGA: 
Mengagumi Batik Larangan Di Keraton Yogyakarta
Cicipi Gurihnya Mangut Lele Di Yogyakarta
Selasa Wagen, Daya Tarik Baru Jalan Malioboro
 


Topic

#wisatamuseum, #yogyakarta, #travel