
Foto: 123RF
Akhir November lalu, memenuhi undangan dari Turkish Airlines, Redaktur Eksekutif femina, Faunda liswijayanti, berkunjung ke Istanbul dan menyaksikan langsung kota di pesisir selat Bosphorus yang menjadi saksi bisu kejayaan dua kerajaan besar di era Konstantinopel dan Kesultanan Usmaniyah.
Setelah peristiwa kudeta dan beberapa serangan teroris di Turki yang terjadi beberapa waktu lalu, kondisi keamanan memang menjadi perhatian para wisatawan yang ingin berkunjung ke negeri ini. Pemikiran yang sama sempat saya khawatirkan di awal perjalanan. Namun, setelah menginjakkan kaki di Istanbul, kekhawatiran itu tak beralasan sama sekali. Istanbul tetap kota yang menakjubkan dengan bangunan bersejarah dan lanskapnya.
Setelah terbang selama 12 jam, pesawat Turkish Airlines yang saya tumpangi akhirnya mendarat di Bandara Internasional Ataturk, Istanbul, Turki. jam baru menunjukkan pukul 06.00 waktu setempat dan bandara masih sepi, saat saya dan rombongan memasuki bagian imigrasi. Tak ada antrean mengular atau pengecekan keamanan x-ray berlapis. Tampak beberapa polisi berjaga dengan anjing pelacak di sudutsudut bandara, membaur dengan petugas bandara dan pengunjung. Namun, tidak tampak ketegangan di wajah mereka.
Padahal, juni lalu bandara ini sempat mendapat serangan penembakan dan bom bunuh diri oleh teroris yang menelan puluhan korban jiwa. Suasana bandara yang terlihat normal dan sambutan yang ramah dari para petugas, membuat keraguan saya pudar. Kekhawatiran itu semakin pudar setelah bus yang membawa rombongan kami, keluar dari bandara dan perlahan memasuki jalanan kota. Meski langit masih gelap, jalanan sudah macet dipadati mobil pribadi. Bus-bus umum, yang memiliki jalur sendiri di bagian tengah jalan raya seperti Transjakarta, juga penuh oleh penumpang. Sepertinya, aktivitas kota ini berjalan normal. Dinamikanya mengingatkan saya pada kondisi kehidupan di jakarta.
Usman, tour leader rombongan kami, bercerita, usai usaha kudeta beberapa waktu lalu, kondisi di Turki cepat kembali normal karena masyakat menyadari dampak buruk pada perekonomian jika masalah tersebut benar-benar terjadi. “Dampaknya paling terasa di sektor pariwisata karena jumlah kunjungan turis menurun. Tapi, kini sudah mulai membaik,” ungkap Usman dalam bahasa Indonesia dengan aksen Turki yang terdengar unik.
Tak terasa, kami telah tiba di Bukit Pierre Loti, pemberhentian pertama untuk menikmati keindahan kota. Tepat di sisi kanan jalan, melintasi Teluk Golden horn, jalur transportasi air yang berujung di Selat Bosphorus dan Laut Marmara. Teluk ini dinamakan Golden horn karena teluk yang berbentuk tanduk di bagian ujungnya ini menyemburkan warna keemasan saat matahari terbit. Bus berhenti tepat di depan Eyup hill, bukit yang menjadi kawasan pemakaman ayub ansari (Eyup), sahabat nabi muhammad SAW yang tewas dalam perang saat berusaha menaklukkan Kota Konstantinopel. Makam Eyup ditemukan di tepi ‘tanduk emas’ ini setelah sultan muhammad al Fatih (Sultan Mehmed) menguasai Konstantinopel.
Sekarang, bukit ini juga menjadi kawasan pemakaman umum yang umurnya sudah ratusan tahun. Eyup hill tersambung dengan puncak Pierre Loti. Untuk sampai ke titik pengamatan di Pierre Loti, saya harus naik cable car sepanjang 500 meter. Tak sampai 10 menit, saya tiba di puncak Pierre Loti. Dari lokasi ini, saya bisa menikmati keindahan Golden horn. jika ingin masuk ke lokasi wisata, pengunjung harus membayar 4 lira (sekitar Rp15.300) atau 2,5 lira (sekitar Rp9.500) jika menggunakan kartu Istanbul, semacam kartu elektronik yang dapat dipakai untuk membayar transportasi umum dan tempat wisata di wilayah Istanbul.
Dari puncak Pierre Loti, keindahan Golden horn yang membelah kota lama dan kota baru Istanbul tampak begitu menawan. Kabut tipis masih menyelimuti kota, seakan menahan sinar matahari pagi yang perlahan muncul di ufuk timur. Agar tidak ada keindahan yang terlewatkan, saya menggunakan teropong yang sudah tersedia. Cukup dengan memasukkan koin 1 lira (sekitar Rp3.800). Cara lain yang tak kalah mengasyikkan, duduk santai di bangku-bangku kafe yang menghadap langsung ke Golden horn. jangan lupa, pesan secangkir kopi Turki, yang rasanya cukup pekat untuk menemani udara pagi nan dingin. Sruput! (f)
Baca Juga:
- Serunya Pasar Rakyat di Marseille, Prancis
- Traveler, Ini 7 Akun Instagram Wajib Follow
- Relaksasi di Negeri Singa
Faunda Liswijayanti
Topic
#travelingturki