
Foto: Fotosearch
Survei dari EliteSingles (2014), ‘makcomblang’ online para profesional muda, mengungkap respons unik pria saat sedang sedih atau dirundung masalah. Jika dulu kebanyakan pria akan lari ke ‘guanya’ sampai mereda, di era sekarang, sebagian besar dari mereka tidak takut untuk (61%) mencurahkan hatinya kepada temannya. Tidak sedikit juga pria yang ‘melupakan’ sejenak masalah dan kesedihan dengan menenggelamkan diri dalam pekerjaan (41%), berkubang dalam kesedihan (34%), atau mencari solusi ke ahlinya (14%). Penasaran, femina menguji hasil survei tadi kepada tiga pria dan bertanya bagaimana respons pria ketika menghadapi masalah. Dilengkapi juga tip dari psikolog Pingkan C.B. Rumondor tentang cara tepat membantu pasangan melewati permasalahan mereka.
1/ Curhat kepada Kekasih
Achmad Faisal (28), Bankir, Lajang
Pekerjaan sebagai seorang analis kredit di bank tuntutannya memang sangat berat, termasuk tekanan dari atasan yang menambah beban. Padahal, di urusan domestik, saya masih harus memikirkan bagaimana penghasilan ini bisa menutup kebutuhan keluarga yang besar. Apalagi, adik-adik saya masih sekolah dan ibu saya pun tidak bekerja. Segala kebutuhan rumah tangga, mulai dari makan hingga listrik, harus bisa saya tanggung sendiri tanpa bantuan dari keluarga lain.
Memang, sejak ayah saya meninggal pada tahun 2012, sebagai anak sulung, otomatis saya yang menjadi tulang punggung keluarga. Ini tanggung jawab yang berat, yang sering menekan emosi. Ketika semua masalah seolah berdatangan dalam waktu bersamaan, saya cenderung berubah menjadi lebih pendiam, murung, atau bahkan spontan menjadi lebih jutek.
Saya cukup beruntung memiliki kekasih yang membuat saya punya teman berbagi. Lima tahun berpacaran, ia cukup peka membaca pola emosi dan suasana hati saya. Kalau wajah saya terlihat suntuk, ia biasanya akan memancing dengan pertanyaan, misalnya apakah ada pikiran yang sedang mengganggu saya. Tidak jarang, sebelum ditanya, saya sudah cerita terlebih dahulu, saking tidak tahannya. Sebab, kalau dipendam sendiri, saya takut jadi makin stres!
Beruntung kami bekerja di bidang yang sama, sehingga masukan profesional dari kekasih sangat membantu menjadi solusi. Meski begitu, terkadang ada saatnya momen curhat kepada kekasih tidak berjalan sesuai keinginan. Sebagai anak bungsu, membuat kekasih selalu ingin lebih dimengerti dan diperhatikan. Padahal, saya juga punya ego sendiri yang juga ingin dimengerti. Ujung-ujungnya, sih, saya yang harus mengalah. Titik konflik ini yang terkadang sulit teratasi. Saya berharap kekasih lebih mengerti posisi saya saat sedang bad mood atau dibelit masalah, misalnya tidak meminta saya melakukan hal-hal yang hanya berdasarkan pada apa yang ia inginkan.
Ini cara kami: Daripada tenggelam dalam stres, saya lebih suka mencari distraksi dengan nonton film atau karaokean bersama kekasih. Untungnya, saya dan kekasih punya hobi yang sama, sehingga ketika raut wajah saya sudah ‘tidak bersahabat’, ia dengan sigap mengajak saya untuk jalan-jalan dan bersenang-senang.
2/ “Biarkan saya sendiri”
Mario Eka Herwanto (31), Konsultan TI, Lajang
Hampir 80 persen sumber masalah saya berkisar di seputar dunia profesional. Apalagi, saat ini saya bekerja di perusahaan startup milik teman. Tantangannya sangat tinggi dan lebih riskan terjadinya gesekan. Menjaga agar tetap maksimal di urusan personal dan profesional ini yang sulit. Belum lagi, kekasih saya kenal baik dengan teman sekaligus bos saya itu. Tidak jarang, kekasih menjadi ‘penyambung lidah’ bagi rekan saya tentang performa kerja saya di kantor. Jujur saja, terkadang hal ini membuat saya kesal!
Julukan ‘manusia gua’ mungkin tepat buat saya. Sebab, saat dirundung masalah seperti ini, saya lebih baik menenangkan diri dan masuk ke ‘gua’ saya. Saya tidak bertemu kekasih, atau menceritakan kekesalan dan masalah ini kepada teman-teman yang lain. Pernah saya tidak mengontak kekasih selama seminggu penuh. Kesempatan merenung dan menenangkan diri ini selalu berhasil mengembalikan fokus saya yang hilang. Saya kembali bisa memilah, mana yang personal dan profesional, termasuk menyusun rencana perbaikan.
Saya lebih memilih tidak menceritakan masalah saya kepada kekasih, karena khawatir pembawaannya yang mudah panik serta berbicara cepat tidak menyisakan ruang bagi saya. Padahal, di saat seperti ini saya hanya ingin didengarkan. Walau hubungan kami sudah berjalan 1,5 tahun, saya berharap ia lebih mengerti keadaan ketika saya ada masalah. Tidak perlu banyak bertanya, dan izinkan saya untuk menyendiri sebentar saja. Karena, toh, ketika saya sudah berhasil menyelesaikannya, saya akan kembali kepadanya dalam kondisi yang baik-baik saja.
Ini cara kami: Main game PlayStation sebagai pengalihan pikiran. Saya bisa bermain seharian dengan adik saya, melupakan semuanya dan hanya bersenang-senang.
3/ Bedakan Personal dan Profesional
Zakaria Mangkusubroto (27), Pebisnis Properti, Menikah
Menjalankan bisnis properti rumah itu gampang-gampang susah. Harus pintar melihat kondisi pasar. Lalai sedikit, bisa-bisa bisnis menukik turun. Kalau sudah begini, saya bisa stres berat. Pasalnya, akan sangat sulit untuk melambungkan binis dalam waktu cepat. Ini bisnis padat modal dengan angka yang tidak sedikit.
Istri saya, Hesti Kumalasari (28), menjadi rekan setia yang mendengarkan tiap ketakutan dan keluhan saya. Tetapi, sebisa mungkin saya menjaga agar suasana hati yang sedang buruk tidak sampai memengaruhi atmosfer di rumah. Saya tidak ingin putra kami, Narenda Azzaky (1), terganggu oleh gesekan dan argumen yang bisa terpicu oleh masalah bisnis. Apabila beban itu masih bisa saya tanggung sendiri, saya akan berusaha tetap masuk ke pintu rumah dengan wajah ceria.
Sepuluh tahun mendampingi saya sebagai kekasih dan istri membuatnya paham benar dengan watak saya. Ia selalu menanggapi momen curhat dengan tenang, tanpa berusaha memberikan solusi ini dan itu, atau ikut-kutan tegang. Responsnya ini membuat saya bisa lepas bercerita dan merasa lega. Selain bercerita kepada istri, saya juga sering meminta saran kepada sahabat yang lebih senior dari sisi usia, baik untuk masalah pekerjaan ataupun relasi antarpasangan. Pengalaman hidup yang lebih kaya membuat mereka lebih objektif menilai masalah dan bijak dalam memberikan masukan.
Ini cara kami: Sebagai penggemar olahraga ekstrem, bermain skateboard menjadi pelampiasan. Adrenalin yang menyegarkan dari kegiatan ini membuat pikiran lepas dari masalah dan kembali fokus. (f)
Topic
#faktapria