
Wanita di Bidang STEM
Sebenarnya Prof. Eniya tak pernah bercita-cita jadi peneliti. Hobinya menggambar justru menginginkannya kuliah seni dan desain di Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun sang ayah sempat melarang karena tak ingin anaknya kuliah jauh-jauh. Ia sempat ikut ujian masuk jurusan arsitek di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, namun baru dua minggu diterima ia dikabarkan lolos seleksi beasiswa ikatan dinas Program Karyasiswa Habibie/Program IMF dan ia memilih jurusan Science and Engineering, Engineering Faculty, Department of Applied Chemistry, Waseda University, Tokyo, Japan.
Ia beralih dari jurusan arsitek karena memang jurusan tersebut tak ada dalam tawaran beasiswa. Ia pun memilih jurusan science engineering karena ia melihat teknik kimia di Jepang mengarah pada industri dan membuat sebuah produk, sesuatu hal yang ia sukai.
Tamat S1, ia sudah diminta kembali ke Jakarta untuk bekerja di BPPT, sebagai bagian dari beasiswanya. “Beasiswa S1 saya itukan sekaligus penerimaan CPNS, jadi selesai kuliah, saya harus kembali untuk bekerja di BPPT. Tapi, saya ingin lanjut kuliah hingga S3. Jadi, saya mulai mencari-cari beasiswa lain dan berhasil mendapatkan beasiswa S2 hingga S3 sehingga bisa tetap melanjutkan pendidikan di Jepang,” cerita wanita yang mengaku harus juggling antara menyelesaikan kuliah, bekerja di laboratorium untuk memenuhi biaya hidup selama di Jepang, dan kehidupan pernikahan. “Bahkan saya sempat menitipkan anak pertama saya pada Ibu saya di Yogyakarta,” tambah penerima penghargaan ASEAN Outstanding Engineering Achievement Award di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2006 ini.
Berat memang harus berpisah dengan anak, apalagi masih usia balita, tapi anak pertama dari dua bersaudara ini selalu ingat pesan ibunya bahwa wanita itu harus bisa mandiri. “Ibu saya selalu berkata, kamu itu harus jadi wanita mandiri. Contohnya gampang kamu kalau mau beli lipstik moso minta suamimu,” ceritanya. Nasihat yang memotivasi dirinya untuk tidak setengah-setengah menyiapkan masa depannya saat terjun ke dunia kerja.
Sokongan dari keluarga, terutama ibu dan ketiga anaknya, diakui Prof Eniya menjadi penyemangat dirinya untuk terus berkarier dan memberikan dampak pada lingkungannya. Maka ketika ia mendapat tawaran untuk masuk ke jajaran struktural di tangkup kepemimpinan BPPT dan menjalani berbagai program perbaikan salah satunya restrukturisasi laboratorium BPPT, Prof. Eniya tidak menolaknya. Meski itu artinya ia akan lebih banyak berhubungan dengan birokrasi dan meninggalkan dunia penelitian yang ia cintai.
Sekali lagi, ia memilih keluar dari zona nyaman dan menerima tantangan. “Berat karena biasa di laboratorium kerja, ngulik material. Sekarang lebih banyak bertemu dan berbicara dengan orang dari berbagai kalangan hingga menghadiri acara seremonial,” kata wanita yang sejak tahun 2017 juga dipercaya menjabat sebagai Komisaris Utama PT Garam dan menangani masalah produksi garam nasional.
Sisi lainnya, menurut Prof. Eniya, ia kini bisa melihat dunia penelitian dari berbagai perspektif. Seperti ketika ia dipanggil ke UN (United Nation) untuk memberikan speech tentang women in science. Ia menjabarkan tentang data women in science di Indonesia yang ternyata menunjukkan hasil menarik, karena 10-5 tahun belakangan, jumlah wanita yang masuk ke jurusan teknik atau science itu mencapai 51% adalah wanita.
“Ini artinya semakin banyak anak perempuan yang tertarik dengan bidang teknik, berbeda dengan era saya dulu, di mana wanita masih minoritas di kampus teknik. Tapi sayangnya, ketika masuk ke dunia kerja, angka tersebut drop. Data peneliti dari ristek hanya sekitar 30% saja lulusan wanita yang mengisi lowongan teknik, sisanya justru bekerja di bidang non teknik. Jadi walaupun dia berpendidikan teknik, masuknya entah ke manajemen seperti perbankan,” ungkap Prof. Eniya.
Menurutnya, semua itu terjadi karena masih sedikit lapangan kerja di bidang teknik. Namun dengan berkembangnya dunia digital, munculnya perusahaan berbasis teknologi seperti e-commerce, e-learning, dan lain sebagainya, akan membuka lebih banyak lapangan kerja di bidang teknik.
“Harapannya akan semakin banyak wanita yang berkecimpung di dunia teknologi dan science,” katanya. Karena di mata Prof. Eniya, pria dan wanita memiliki kapasitas yang sama untuk berkembang di dunia yang kerap diidentikkan dengan pria tersebut. (f)
Baca Juga:
Gina S.Noer Membuat Film Serial Tentang Persaingan Dua Wanita
Helga Angelina, Bertahan Dengan Menjaga Kualitas
Arvila Delitriana, Kisah Sukses Bridge Engineer LRT Jabodebek Kuningan yang Memukau Presiden RI Joko Widodo
Faunda Liswijayanti
Topic
#profil, #peneliti, #feminawomen, #womeninstem