
Foto: Dok. Pribadi
Hari-hari Lusia Kiroyan (36) senantiasa padat. Mengaku pencandu kerja, 80 persen waktu Lusia bukanlah untuk bisnis pribadi, melainkan aktivitas sosial yang menyasar narapidana, anak jalanan, remaja berkebutuhan khusus, sampai penyandang HIV & AIDS. Founder Cinderella from Indonesia Center yang bermarkas di Batam ini juga dikenal dengan Batik Girl, produk hasil pemberdayaan narapidana wanita berwujud boneka cantik berbaju batik tradisional. Namun, kisah hidupnya tak secantik boneka ciptaannya. Dari kegagalan bisnis sampai rumah tangga yang pernah dialami justru menjadi pelecut semangat untuk terus menjadi orang yang bermanfaat.
Menjadi seorang pelayan sosial bukan sesuatu yang asing bagi Lusia cilik, karena dua wanita penting dalam hidupnya, yakni ibunya, Maria Susiati dan neneknya, R.A Kuniati, dikenal ringan tangan membantu para tetangganya di kampung yang kerap mengalami kesulitan hidup. Hebatnya lagi, sang ibu, kerap merawat orang-orang gila dan memberi pekerjaan kepada janda-janda di kampung tempat tinggalnya. Sering menyaksikan jiwa sosial keluarganya tersebut, membuat dirinya ikut tertular. Bahkan, Lusia turut meneladani kemandirian sang ibu yang memiliki usaha catering yang seluruh karyawannya adalah orang tua tunggal.
“Karena kami bukan berasal dari keluarga kaya, ibu saya harus mendidik anak-anaknya agar bisa hidup mandiri. Sejak kecil saya terbiasa ikut bekerja. Bahkan, biaya kuliah hanya dibayarkan pada semester pertama saja. Sisanya, saya harus membiayai kuliah sendiri sampai tamat,” kenang Lusia.
Tuntas kuliah, Lusia menikah muda dan pindah dari Surabaya ke Batam. Ia dikaruniai 2 anak, Nailah Parahita Putri Prayogo (12) dan M. Abstrax Danendra Putra Prayogo (10), dan membuka usaha kecil-kecilan di rumah. “Waktu itu saya membuka wartel (warung telepon) dan menjadi distributor penjualan pulsa. Prinsip saya, walaupun jadi ibu rumah tangga, saya tetap harus berdaya,” tegas Lusia.
Roda kehidupannya tak berhenti berputar. Pada 2008, Lusia didiagnosis TBC. Ditambah lagi datangnya prahara rumah tangga yang membuatnya memutuskan untuk bercerai pada 2011. Lusia pun tenggelam dalam titik hidup terendahnya. Namun, di titik tersebut itu jugalah ia menemukan sebuah harapan hidup baru ketika pemerintah Amerika Serikat memberikan peluang padanya untuk mengikuti International Visitor Leadership Program.
Selama dua bulan, Lusia berkesempatan untuk belajar tentang economic development sambil keliling 13 kota di AS. “Banyak pelajaran saya dapatkan, dari pengalaman menuntut ilmu, bertemu orang penting, sampai belajar membuat kebijakan. Saya menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan mendapat kekuatan besar untuk bangkit,” kata Lusia.
Setahun kemudian, ia berpeluang mengikuti Muslim Exchange Program di Australia. Di sana, Lusia bertemu sejumlah artis Muslim di Melbourne, salah satunya Anissa Syarif yang berbagi cerita tentang pembinaan napi anak lewat glass art – seni melukis dengan bahan kaca. Saat itulah, Lusia memantapkan diri untuk berfokus pada aktivitas sosial sekembalinya ke tanah air.
(klik halaman di bawah untuk melanjutkan)
Topic
#wanitahebat