Profile
Jenahara & Ari Galih, Pasangan Yang Tumbuh Bersama

22 Jun 2016


Foto: Dok.Bani Amir

Keduanya kini sudah cukup memiliki reputasi yang baik di bidang masing-masing.  Nanida Jenahara Nasution (30) atau akrab disapa Jehan adalah desainer busana muslim yang tengah bersinar pamornya, sementara Ari Galih Gumilang (34) dikenal sebagai chef yang memandu acara masak memasak di televisi, salah satunya Harmoni Alam, dan yang terbaru Rahasia Dapur Nenek. Menjaga harmoni dua jiwa muda yang masih mudah terpancing egonya adalah tantangan yang berusaha mereka jawab lewat komitmen.
 
Jalan Jodoh yang Mulus
Sembilan tahun sudah mereka bersama. Kini dua putri, Rosemary Malika Zuri (7) dan Chia Mahala Tavi (1 bulan), serta satu putra, Oliver Mahkah Putra (4), hadir mewarnai rumah tangga mereka. Perjalanan kasih mereka bisa terbilang singkat, tapi mulus tanpa hambatan berarti. Kedua ibu mereka Ida Royani dan Rohayati teman satu pengajian. Kakak Jehan, Daryl, pernah tinggal satu rumah dengan Galih saat kuliah perhotelan di Australia. Namun, keduanya berkenalan justru lewat situs pertemanan yang dulu sempat hits, Friendster, pada tahun 2004.

Awalnya, yang terbayang oleh Galih adalah Jehan kecil berambut ikal yang annoying. “Dari obrolan-obrolan lewat Friendster itu saya merasa cocok. Rasanya ingin buru-buru selesai kuliah dan pulang ke Jakarta,“ ujar pria kelahiran 4 Juli 1981 ini.  Benar saja, setelah selesai kuliah, Galih segera menemui Jehan. Tanpa basa-basi, sebulan kemudian ia memberanikan diri untuk menemui kedua orang tua Jehan, dan mengajukan lamaran. “Waktu itu saya pikir, pada intinya semua orang pasti akan berkeluarga, cuma masalah waktu saja. Saya sudah merasa cocok dengan Jehan, jadi buat apa menunggu. Jadi, saya beranikan diri walaupun deg-degan dan berkeringat dingin,“ kisahnya. Waktu itu Galih datang sendiri, bahkan tanpa sepengetahuan Jehan yang saat itu sedang berlibur ke Australia.

Meski kaget, Jehan tidak keberatan dengan ajakan Galih. “Dari dulu saya memang  pengin menikah muda. Senang rasanya membayangkan jadi keluarga muda yang bahagia dengan anak. Lagi pula, saya enggak mau pacaran. Makanya, begitu ketemu, kami langsung serius untuk berencana menikah,” ujar wanita kelahiran 27 Agustus 1985 ini.

Tapi, lamaran Galih tak segera diterima. Ia malah mendapat nasihat dari orang tua Jehan untuk tidak buru-buru menikah, karena Jehan masih muda dan mereka ingin Jehan melanjutkan sekolah. Tak menyerah, satu minggu kemudian Galih kembali ke rumah Jehan.

“Entah karena kasihan atau tersentuh oleh keteguhan saya, akhirnya lamaran saya diterima. Lega. Setelah itu saya baru bilang orang tua saya. Mereka kaget juga, tapi mereka percaya saya bisa mempertanggungjawabkan niat saya,” ujar Galih, tertawa.

Restu didapat, tahun 2006, mereka menikah secara sederhana di kediaman Jehan dan melangsungkan pesta kasual di sebuah area golf di Pondok Indah, Jakarta. Mereka tak menggunakan busana tradisional dan prosesi yang kaku. Galih memilih mengenakan tuksedo, sementara Jehan mengenakan dress panjang warna krem dengan detail payet hijau dan obi, rancangannya. Tanpa pelaminan yang kaku, mereka leluasa menyapa dan membaur dengan tamu undangan yang malam itu dihibur indie band favorit Jehan dan Galih, Sore.

Bisa dibilang, masa pacaran dan penyesuaian baru mereka jalani setelah menikah. Itu sebabnya, setahun pertama menikah mereka sengaja tak langsung memiliki anak. Jehan yang mengaku bawel dan gampang panik, mesti belajar menyesuaikan diri dengan Galih yang tidak banyak omong dan cuek. “Yang bikin klik, dia pintar masak, sementara saya doyan makan, tapi tidak bisa masak. Seru saja rasanya punya suami yang jago masak,” aku Jehan, tertawa.

“Walaupun orangnya cuek,  dia itu family man yang mau repot mengurusi anak-anak. Kalau saya sakit, dia selalu membuatkan minuman dari ramuan jahe dan aneka herba  yang bisa bikin saya merasa enak,” ungkap Jehan. Sementara bagi Galih, Jehan yang saat menikah baru berusia 21 tahun adalah sosok yang dewasa dan sangat perhatian.

Momen ulang tahun ke-29 meninggalkan kesan tersendiri bagi Jehan. “Galih itu selalu lupa dengan tanggal-tanggal penting, sehingga sering bikin saya kesal. Tapi kemarin, ia membuat surprise party. Yang mengharukan, ia membuat video perjalanan rumah tangga kami dari awal bertemu sampai kehadiran anak-anak kami, lalu ditutup testimoni dari teman-teman dan aktor idola saya, Fauzi Baadilah,” ujar Jehan, semringah.
 
Membangun Karier Bersama
Setelah menikah, Jehan memang tidak jadi melanjutkan sekolah, tapi ia tidak berhenti mewujudkan cita-citanya menjadi desainer busana. Bersama, mereka membangun rumah tangga sekaligus karier di pekerjaan masing-masing. Jehan yang pernah mendalami ilmu desain di Susan Budiharjo, membangun label busana muslimnya, sementara Galih beralih dari chef hotel menjadi celebrity chef yang tampil di televisi.
           
Galih tak ingin membatasi gerak Jehan dalam berkarier. Itu sebabnya, ia bilang Jehan sebaiknya memiliki anak sebelum usia 30, sehingga ia bisa fokus mengejar impiannya membesarkan bisnis busananya. Ia memberikan dukungan besar untuk Jehan dengan menyesuaikan jadwal kerja satu sama lain. Seperti yang terjadi saat Jehan sibuk berat mempersiapkan peragaan busana di sebuah mal untuk menampilkan koleksi terbaru menyambut Ramadan.
“Mas Galih sangat mengerti saat saya yang tadinya ibu rumah tangga biasa menjadi sangat sibuk, bahkan sering pergi ke luar kota, untuk merintis bisnis. Padahal, anak saya waktu itu sudah dua. Kalau dia tidak mendukung, pasti saya tidak bisa seperti sekarang,” ujar Jehan.

Sebaliknya, saat Galih memutuskan menjadi host televisi yang harus pergi ke berbagai daerah, meninggalkan karier yang cukup mapan di hotel, Jehan tidak menunjukkan sikap protes. “Selama ia bahagia dan menyukai pekerjaannya, saya dukung,” ujarnya. Bisa dibilang, mereka bertumbuh bersama. Malahan pilihan itu kemudian memberi keuntungan.

“Syukurlah kami berdua tidak terikat jam kerja seperti orang kantoran sehingga kami bisa  mendukung kesibukan satu sama lain. Saat Jehan sibuk dengan fashion show, saya bisa menjaga anak-anak, begitu juga sebaliknya,” ujar Galih, yang mengaku bukan pria romantis.

Sebagai pasangan muda yang sama-sama sibuk dan penuh ambisi mengejar prestasi, sekaligus memikul tanggung jawab mengurus tiga anak, diakui Galih memberi tantangan tersendiri. “Kami sadar, banyak konsekuensi yang harus kami hadapi. Pertengkaran-pertengkaran  kecil wajar saja terjadi dalam tiap rumah tangga, apalagi saat kami berdua sama-sama lelah. Ego kerap muncul. Tapi, semua itu berusaha kami atasi dengan selalu mengingatkan komitmen awal kami dahulu,” ujar Galih.

Sejak awal menikah mereka bertekad untuk selalu bersama hingga akhir hayat, membesarkan anak-anak di lingkungan yang lebih nyaman, mungkin di Yogyakarta, Bali, atau Melbourne, Australia.
           
Meski begitu, ternyata jiwa muda yang senang bertualang belum sirna bagi pasangan ini. Mereka punya impian jalan-jalan berdua ala backpacker, mengeksplorasi Indonesia dengan mengendarai sepeda motor. Kalau bisa hingga Papua. “Saya rasa perjalanan berdua seperti itu penting untuk menghilangkan kejenuhan dalam rumah tangga,” ujar Galih. (f)
 

 


Topic

#puasadanlebaran