Foto: Dok. Yuni Jie
Pengantar:
Yuni Jie adalah seorang interior desainer muda Indonesia yang memiliki ciri khas modern pada karya-karyanya. Lulusan Bachelor of Fine Arts di Cornish College of The Arts, Seattle, Amerika Serikat ini melanjutkan studinya di Pratt Institute, New York, dan memperoleh gelar master of Industrial Design dengan predikat Honor of Excellence di 2001. Selain merancang interior residential seperti rumah dan apartemen hingga proyek komersial, Ibu dua anak ini juga merancang furnitur. Selain mendesain, Yuni gemar menulis dan aktif dalam kegiatan sosial untuk mendukung pendidikan anak-anak kurang mampu lewat project One Fine Sky. Kali ini Yuni Jie menuangkan pikirannya tentang rumah yang kembali eksis di tengah pandemi.
********
Pandemi COVID-19 ini mengajarkan kita hal yang paling simpel namun paling dilupakan oleh banyak dari kita selama ini. Esensi dari sebuah rumah. Panggilan untuk kembali ‘tinggal di rumah’ menjadi pelajaran yang amat berharga pada masa-masa ini.
Pergeseran zaman dan hubungan sosial yang semakin meluas dan terbuka membuat kita jadi lebih betah untuk nongkrong dan bersosialisasi di luar rumah, hang out di café atau restoran dan kembali ke rumah ketika hari sudah larut atau rumah hanya sebagai persinggahan terakhir dari sisa waktu kita yang mayoritas dihabiskan di luar rumah. Rumah yang sebenarnya merupakan pusat dari hidup seperti terlupakan eksistensinya.
Sebagai seorang interior desainer, saya mengamati perubahan yang signifikan pada eksistensi rumah satu tahun belakangan. Perubahan itu khususnya sangat terlihat pada masyarakat urban di perkotaan dengan gaya hidup seperti yang saya gambarkan diatas. Kini mereka seperti tertarik oleh kekuatan maha dahsyat untuk memusatkan kembali hidupnya pada huniannya. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, berbisnis dari rumah, membantu sekolah anak dari rumah, mengurus hobi-hobi baru dari rumah, dan seterusnya. Semuanya dilakukan dari rumah. Peran rumah sontak menjadi sangat penting dan dominan.
Ruang-ruang di rumah kita tiba-tiba menjadi multi fungsi. Area meja makan disulap menjadi meja kerja untuk video call. Balkon apartemen kini penuh dengan tanaman yang pertumbuhannya setiap hari diamati oleh sang empunya dengan amat teliti seolah ahli botani. Area dapur yang kini menjadi lebih hangat dengan wangi masakan dan kue-kue homemade yang keluar dari oven karena nyonya rumah turun ke dapur lebih sering dari sebelumnya. Dan yang tak kalah dahsyat adalah banyaknya bisnis-bisnis kecil bertumbuh di masa sulit ini, dari areal rumah ini juga.
Itu sisi positifnya. Namun kendala juga mulai muncul sebagai keberadaan kita yang kini dominan di rumah. Ruang privat jadi sangat terbatas. Terkadang kita butuh ruang tertutup kedap suara, tanpa terganggu suara rengekan anak, noise aktivitas rumah tangga, kendaraan keluar masuk garasi, demi untuk sebuah zoom call dengan klien. Ruang tertutup di rumah menjadi rebutan seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak kita yang juga butuh ketenangan saat belajar jarak jauh. Bahkan banyak teman-teman saya yang akhirnya harus mengalah dan melakukan zoom call dari dalam mobil yang di parkir dan AC menyala.
Seperti semua keadaan, selalu ada pro dan kontra. Ada positif dan ada negatifnya. Tapi marilah kita melihat sisi positif dari keadaan ini. Keluarga inti berkumpul 24/7 dan hal ini sangat berharga dan tidak bisa dibeli. Karena kebersamaan ini kita pun dilatih terus menerus oleh keadaan untuk bisa lebih toleran, berbagi, saling menghargai kebutuhan dan kenyamanan sesama penghuni rumah, lebih dari sebelumnya.
Bagaimanapun ini adalah perubahan yang positif. Kita mulai memperhatikan rumah kita, lebih dari sebelumnya, menata kembali interior sedikit demi sedikit. Geser sana, geser sini, merapikan tempat kerja hingga membeli lukisan untuk latar belakang virtual call. Memperhatikan hal-hal kecil dan menghargai hal-hal yang selama ini terabaikan karena kesibukan padat. Sesederhana menyervis AC di seluruh ruangan. Menciptakan rumah yang nyaman menjadi tujuan yang ingin cepat tercapai.

Foto: Dok. Yuni Jie
Nah yang terakhir itu menarik sebagai bentuk purifikasi diri saya. Dengan berada di rumah, saya menyadari sebenarnya kita sebagai manusia tidak memerlukan banyak barang untuk bisa hidup nyaman. Saya kemudian mendonasikan barang saya dan sebagian saya jual via garage sale tersebut. Memilah-milah barang yang saya miliki menimbukan suatu kesadaran bahwa hidup cukup itu cukup. To be content with enough.
Tahun 2020 ‘memaksa’ kita untuk berefleksi dan berkontemplasi untuk kembali ke esensi diri. Untuk kembali ke rumah. Rumah secara harafiah maupun rumah dalam artian menemukan jati diri dan memilih prioritas hidup. Selamat kembali ke rumah. (f)
Baca Juga:
Bawa Hoki, Dekorasi Rumah Sesuai Warna Keberuntungan Shio di Tahun Kerbau Logam
5 Tren Interior Rumah 2021
Suka Mendekor Rumah Selama Pandemi? Ini 5 Inspirasi Dekorasi yang Wajib Ditiru
Topic
#wanitabicarapandemi, #rumah, #wanitafemina