
Dok: Pexels.com
Selama ini ada kecenderung dalam masyarakat kita ketika sepasang suami istri belum mendapatkan keturunan setelah menikah beberapa tahun lamanya, maka sang istri menjadi pihak yang kerap dinilai tidak subur. Padahal, menurut dr. Beeleonie, BMedSc, SpOG (K) pria dan wanita memiliki peluang yang sama besar jika menyangkut soal infertilitas.
Berdasarkan data WHO (World Heath Organization) satu dari empat pasangan di negara berkembang mengalami masalah infertilitas. Di Indonesia sendiri, angka gangguan kesuburan atau infertilitas mencapai 10 hingga 15 persen dari populasi atau sekitar 4 juta penduduk. Angka yang cukup besar, mengingat saat ini Indonesia belum cukup memiliki fasilitas kesehatan reproduksi yang menangani soal infertilitas dan hanya tersebar di kota-kota besar di pulau Jawa dan Sumatera.
Lantas apa yang dimaksud dengan infertilitas atau gangguan kesuburan? Infertilitas adalah ketidakmampuan satu pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa kontrasepsi. Menurut dr. Beeleonie hubungan seksual yang disebut teratur adalah 2 – 3 kali seminggu.
Data menyebutkan bahwa 75% pasangan hamil di enam bulan pertama perkawinannya. Di akhir tahun pertama, 85% wanita akan hamil, sedangkan 92% kehamilan terjadi di tahun kedua. Namun, dr. Beeleonie mengingatkan pasangan untuk tidak menunda melakukan pemeriksaan kesuburan jika di tahun pertama belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan.
“Jika pasangan melakukan hubungan seksual secara rutin dan tidak menggunakan kontrasepsi, serta berkeinginan memiliki anak, maka di tahun pertama pernikahan sebaiknya memang melakukan pemeriksaan kesuburan bersama, baik istri maupun suami,” kata dr. Beeleonie.
Faktor suami istri atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Gangguan kesuburan pada wanita antara lain disebabkan oleh gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur, gangguan pada rahim dan indung telur. Sedangkan yang termasuk gangguan kesuburan pada pria adalah masalah sperma. Sumbatan saluran telur pada wanita dan gangguan sperma pada pria disebut sebagai gangguan yang paling banyak terjadi pada masalah infertilitas.
Pada kalangan wanita yang menikah di atas usia 30 tahun, berkaitan erat dengan usia biologis dimana gangguan fertilitas bisa terjadi akibat berkurangnya jumlah dan kualitas sel telur yang dimiliki. Inilah yang dikenal dengan konsep cadangan ovarium.
Menurut dr. Beeleonie, usia biologis merupakan refleksi dari kuantitas dan kualitas sel telur seorang wanita yang erat kaitannya dengan fekunditas, yaitu kemampuan reproduksi seorang wanita untuk memperoleh kehamilan. Sedangkan usia kronologis, merupakan usia yang dihitung berdasarkan tangga lahir seseorang.
“Disamping penuaan reproduksi yang alamiah, usia biologis dan kronologis tidak selalu sama. Sering didapatkan usia biologis lebih cepat menua dibandingkan usia kronologis seseorang. Penurunan ini dipengaruhi berbagai hal, misalnya genetik, adanya penyakit tertentu, riwayat radiasi dan kemoterapi, paparan zat kimia, gaya hidup, dan lain-lain,” ungkap dr. Beeleonie.
Sedangkan pada pria, gangguan sperma bisa bermacam-macam, tidak hanya soal jumlah sperma tapi juga bentuk dan gerak sperma. Masalah ini bisa muncul karena adanya gangguan di otak, testis, dan bisa juga disebabkan oleh radiasi dari ponsel dan barang elektronik lainnya. Itu sebabnya, bahaya bagi pria jika sering meletakkan ponsel di kantong celana atau dekat dengan daerah reproduksi.
Kepada pasangan yang sudah setahun menikah namun belum memiliki keturunan, dr. Beeleonie menyarankan untuk tidak menunda pemeriksaan kesuburan. Karena semakin cepat diketahui masalahnya, semakin besar kemungkinan untuk ditangani oleh dokter kandungan. (f)
Baca juga:
Smart IVF, Teknik Baru Bayi Tabung yang Lebih Sederhana dan Hemat
Peremajaan Organ Kewanitaan Tanpa Operasi
Alasan Mengapa Berat Tubuh Ibu Hamil Harus Bertambah
Faunda Liswijayanti
Topic
#kehamilan, #reproduksi, #kesehatanreproduksi, #fertilitas, #infertilitas