
Foto: Fotosearch
Beberapa tahun lalu, kedua kaki Dita (39) bermasalah. Bangun dari tempat tidur, khususnya di pagi hari, terasa amat menyakitkan. Telapak kakinya seperti terbakar, meski saat itu ia menginjak lantai yang dingin. Susah payah ia memaksakan diri berjalan. Lama-kelamaan rasa sakit itu berangsur hilang, meski setiap bangun dari duduk ia akan merasakan sakit yang sama meski tidak separah di pagi hari. Segala cara ia lakukan untuk sembuh. Ke tukang urut, hingga ke berbagai dokter spesialis. Tak sembuh-sembuh, akhirnya ia berusaha berkompromi dan menerimanya.
Suatu hari, Dita mendapat tawaran pekerjaan. Ia yang selama ini bekerja sebagai freelancer pun menerimanya. Tanpa diduga, tak sampai 2 bulan, kakinya sudah tak sakit lagi. Dan tak pernah kambuh hingga kini. Ia sungguh tak mengerti kenapa. Padahal dulu ia nyaris dioperasi karena saran seorang spesialis.
“Itu yang disebut psikosomatis,” kata dr. Richard Budiman, SpKJ(k). Psikosomatis ini biasanya dipicu oleh tekanan atau stres, yang timbul karena adanya konflik. Dalam kasus Dita, menurut dr. Richard, “Tanpa sadar ia merasa tertekan karena tak bekerja dan tak produktif, dan terbukti ketika akhirnya ia bekerja kembali, rasa sakit di kakinya pun hilang,” tambah Direktur Medik RSJ Dharmawangsa, Jakarta ini.
Menurut dr Richard, apa yang dialami Dita ini termasuk juga gangguan jiwa. Bahkan, ketika penyakit maag kita yang berulang kambuh saat sedang didera tekanan, juga gangguan jiwa. Sayangnya, masyarakat percaya stigma bahwa gangguan jiwa itu adalah gila. Karena itu, tak heran bila banyak orang yang sulit menyadari dan mengakui kalau ia terganggu jiwanya.
Padahal gangguan jiwa terjadi mungkin karena ada konflik dalam keluarga, dan ini bisa diatasi dengan konseling. “Orang yang mengalami gangguan jiwa bukan berarti telah menderita penyakit jiwa, yaitu yang mengarah hingga membuat dirinya tidak berfungsi, serta harus disembuhkan dengan obat,” kata dr Richard. Ia mencontohkan seperti depresi, bipolar, hingga skizoprenia.
“Jika Anda sudah mulai sulit tidur, emosi gampang tersulut, sering pusing, berarti sudah hampir pada batasnya. Kalau sulit tidur dan tak bisa beristirahat, berarti itu ada yang dipikirkan, atau bahkan sampai terbawa mimpi. Sudah saatnya Anda berbicara dengan orang terdekat atau keluarga, atau psikolog atau psikiater,” tambah dr. Richard.
Dr. Richard mengatakan, gejala ini banyak terjadi di tengah masyarakat kini. Gangguan jiwa datang tanpa disadari, dan bisa jadi merugikan, baik bagi dirinya sendiri, orang lain atau lingkungannya. “Slogan dalam tubuh yang sehar terdapat jiwa yang sehat, saya rasa sudah tidak tepat. Contohnya saja penderita diabetes, darah tinggi, masih bisa produktif. Tapi banyak penderita skizoprenia, yang tubuhnya sehat, tapi tidak bisa apa-apa,” ujar Dr. Richard prihatin.
Elly Nagasaputra, MK, CHt, 48, Konselor Pernikahan, bercerita. Ada pasangan muda yang secara medis sehat reproduksinya, namun si Ibu tidak kunjung hamil, walau hubungan seks dengan suami dilakukan dengan frekuensi normal.
Setelah ditelusuri, ternyata tanpa disadari, ibu muda ini sangat tertekan karena relasi dengan suami yang sangat buruk dari awal pernikahan. “Dengan niat dan kesadaran penuh, mereka pun menjalani proses konseling. Setelah semua kasus beres maka bulan berikutnya, syukurlah, si istri bisa makan tidur nyaman dan pikiran tenang sehingga seks juga membaik dan ternyata langsung bisa hamil,” ceritanya.
“Karenanya, mengenali diri sendiri sangatlah penting. Artinya, manusia sebagai makhluk individual dan sosial, perlu menakar. Adakalanya kita butuh bergaul dan adakalanya kita butuh waktu untuk recharge diri,” ungkap psikiater dr Nova Riyanti Yusuf yang dikenal dengan Noriyu.
Pendapat orang mungkin penting, norma yang berlaku juga harus diperhatikan sebagai makhluk sosial. “Tetapi starting point dalam kehidupan ini adalah penilaian dan pertimbangan ‘internal’ seorang manusia,” tegas Noriyu.