
Foto: 123RF
Mereka yang rajin berolahraga tentu punya niat ingin jadi lebih sehat, bukan malah sakit, begitu juga Deviyanti Tarigan (34) dan Prihandini (35). Karena itu, mereka tidak menyangka, olahraga lari dan diving yang mereka gemari menjadi pemicu cedera lutut dan tulang belakang. Deviyanti dan Prihandini tidak sendiri.
Menurut spesialis kedokteran olahraga dari Indonesia Sports Medicine Centre dan peneliti Sport & Exercise Studies di Medical Education & Research Center Universitas Indonesia, dr. Angelica Anggunadi, SpKO., cedera lutut dan tulang belakang cukup sering terjadi pada mereka yang aktif berolahraga. Simak alasan dan cara mencegahnya.
Bisa Mencederai secara Perlahan
Pagi itu, Deviyanti akan menjajal rute Tebet – Senayan dengan berlari. Lari bukanlah hal baru bagi wanita yang bekerja di bank ini. Ia sanggup berlari hingga 21 km bahkan kerap mengikuti berbagai kejuaraan lari di Jakarta sampai Singapura. Namun, pagi itu berbeda. Ia mencoba sepatu baru, tanpa cushion.
“Saya lari di trotoar sambil sesekali berpindah ke jalanan aspal. Setelah beberapa kilometer, lutut saya mulai sakit. Karena tidak terlalu sakit, saya tak khawatir dan terus berlari,” ujar Deviyanti. Namun, setelah itu rasa sakit di lututnya makin parah. Bukan hanya terasa saat berjalan, tapi juga saat duduk dan tidur.
Setelah diperiksa dokter ortopedi, ternyata ada goresan di tendon, serat penyambung otot dan tulang, serta kebocoran di kantong cairan (bursa) di dekat sendi lutut.
Cedera juga dialami Prihandini, tapi tidak segera ia sadari. Berawal dari rasa ngilu tak tertahankan yang terasa menyengat pada tulang paha kirinya tiap kali hendak berdiri dari posisi duduk. Ia pun memeriksakan diri ke dokter. Berdasarkan hasil magnetic resonance imaging (MRI), dokter ortopedi mengatakan, itu akibat saraf yang terjepit di antara ruas tulang belakang Prihandini.
“Dokter tanya, ‘Kamu pernah jatuh?’ Setelah diingat-ingat, dua bulan lalu saya memang pernah jatuh setelah diving di Tulamben, Bali. Sehabis diving, saya jalan menggendong tabung oksigen menuju pantai. Saat itu saya terdorong ombak besar dan jatuh terduduk,” ujar wanita yang berprofesi sebagai jurnalis ini.
“Cedera karena olahraga memang bisa terjadi di seluruh bagian tubuh. Tetapi, lutut dan tulang belakang memiliki risiko lebih tinggi karena kedua bagian itu berada di pusat gravitasi tubuh. Saat tubuh mengalami entakan, bagian tersebut bekerja lebih keras untuk menopang tubuh seseorang,” ujar dr. Angelica.
Ia pun menjelaskan, secara umum cedera dibagi menjadi dua jenis, cedera akut dan kronis. Cedera akut terjadi karena peristiwa mendadak, seperti jatuh, terbentur, dan tabrakan. Cedera jenis ini lebih sering diakibatkan oleh olahraga dengan intensitas kontak tubuh yang tinggi. Misalnya, sepak bola dan basket.
Sementara, cedera kronis terjadi karena proses panjang, seperti latihan berlebihan dan melakukan teknik olahraga yang salah secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang lama. Penyebabnya tidak selalu olahraga high impact seperti lari, olahraga seperti berenang, mengangkat beban, renang, bahkan yoga pun bisa menyebabkan cedera jika dilakukan menggunakan teknik yang tidak tepat.
Langkah lari yang terlalu lebar atau posisi lutut yang terlalu maju sehingga melewati ujung jari kaki saat melakukan squat (menekuk lutut seperti hendak duduk di kursi), sehingga memberi beban terlalu besar pada lutut, misalnya. Atau, tidak mengontraksikan otot-otot sekitar perut dan punggung saat melakukan latihan.
Pada lutut, menurut dr. Angelica, cedera sering kali terjadi pada tendon dan ligamen (serat penyambung antartulang). Sementara, cedera pada tulang belakang yang berhubungan dengan olahraga paling sering menyerang bagian bawah, yakni tulang pinggang (vertebra lumbale), tulang kelangkang (os sacrum), dan tulang ekor (os coccygis).
Menurut spesialis kedokteran olahraga dari Indonesia Sports Medicine Centre dan peneliti Sport & Exercise Studies di Medical Education & Research Center Universitas Indonesia, dr. Angelica Anggunadi, SpKO., cedera lutut dan tulang belakang cukup sering terjadi pada mereka yang aktif berolahraga. Simak alasan dan cara mencegahnya.
Bisa Mencederai secara Perlahan
Pagi itu, Deviyanti akan menjajal rute Tebet – Senayan dengan berlari. Lari bukanlah hal baru bagi wanita yang bekerja di bank ini. Ia sanggup berlari hingga 21 km bahkan kerap mengikuti berbagai kejuaraan lari di Jakarta sampai Singapura. Namun, pagi itu berbeda. Ia mencoba sepatu baru, tanpa cushion.
“Saya lari di trotoar sambil sesekali berpindah ke jalanan aspal. Setelah beberapa kilometer, lutut saya mulai sakit. Karena tidak terlalu sakit, saya tak khawatir dan terus berlari,” ujar Deviyanti. Namun, setelah itu rasa sakit di lututnya makin parah. Bukan hanya terasa saat berjalan, tapi juga saat duduk dan tidur.
Setelah diperiksa dokter ortopedi, ternyata ada goresan di tendon, serat penyambung otot dan tulang, serta kebocoran di kantong cairan (bursa) di dekat sendi lutut.
Cedera juga dialami Prihandini, tapi tidak segera ia sadari. Berawal dari rasa ngilu tak tertahankan yang terasa menyengat pada tulang paha kirinya tiap kali hendak berdiri dari posisi duduk. Ia pun memeriksakan diri ke dokter. Berdasarkan hasil magnetic resonance imaging (MRI), dokter ortopedi mengatakan, itu akibat saraf yang terjepit di antara ruas tulang belakang Prihandini.
“Dokter tanya, ‘Kamu pernah jatuh?’ Setelah diingat-ingat, dua bulan lalu saya memang pernah jatuh setelah diving di Tulamben, Bali. Sehabis diving, saya jalan menggendong tabung oksigen menuju pantai. Saat itu saya terdorong ombak besar dan jatuh terduduk,” ujar wanita yang berprofesi sebagai jurnalis ini.
“Cedera karena olahraga memang bisa terjadi di seluruh bagian tubuh. Tetapi, lutut dan tulang belakang memiliki risiko lebih tinggi karena kedua bagian itu berada di pusat gravitasi tubuh. Saat tubuh mengalami entakan, bagian tersebut bekerja lebih keras untuk menopang tubuh seseorang,” ujar dr. Angelica.
Ia pun menjelaskan, secara umum cedera dibagi menjadi dua jenis, cedera akut dan kronis. Cedera akut terjadi karena peristiwa mendadak, seperti jatuh, terbentur, dan tabrakan. Cedera jenis ini lebih sering diakibatkan oleh olahraga dengan intensitas kontak tubuh yang tinggi. Misalnya, sepak bola dan basket.
Sementara, cedera kronis terjadi karena proses panjang, seperti latihan berlebihan dan melakukan teknik olahraga yang salah secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang lama. Penyebabnya tidak selalu olahraga high impact seperti lari, olahraga seperti berenang, mengangkat beban, renang, bahkan yoga pun bisa menyebabkan cedera jika dilakukan menggunakan teknik yang tidak tepat.
Langkah lari yang terlalu lebar atau posisi lutut yang terlalu maju sehingga melewati ujung jari kaki saat melakukan squat (menekuk lutut seperti hendak duduk di kursi), sehingga memberi beban terlalu besar pada lutut, misalnya. Atau, tidak mengontraksikan otot-otot sekitar perut dan punggung saat melakukan latihan.
Pada lutut, menurut dr. Angelica, cedera sering kali terjadi pada tendon dan ligamen (serat penyambung antartulang). Sementara, cedera pada tulang belakang yang berhubungan dengan olahraga paling sering menyerang bagian bawah, yakni tulang pinggang (vertebra lumbale), tulang kelangkang (os sacrum), dan tulang ekor (os coccygis).
Topic
#olahraga