
Destilasi arak dan ketan hitam sebagai salah satu bahan. (Dok. Harry Nazaruddin)
Proses pengolahan makanan dan minuman dengan alami, yang tanpa proses pemasakan, bisa menjelma menjadi produk kuliner yang unik.
Pernah menikmati parma ham atau keju parmesan sejati yang bernama parmigiano reggiano? Semuanya lahir dari Parma, kota kecil di Italia. Bahan lokal dan teknik ratusan tahun membuat produk-produk kuliner ini diberi stempel Denomination of Protected Origin (PDO). Asli setempat!
Didukung climate, ham melalui proses ‘seasoning’. Daging babi bagian kaki digantung di dalam gua dan dibiarkan selama 24 bulan. Untuk parmigiano reggiano, susu sapi lokal dicetak bentuk roda. Rasanya nyaris tidak bisa ditiru. Turis berbondong-bondong membelinya dalam harga tinggi.
Di Indonesia, berkembangnya makanan dan minuman di banyak daerah juga jadi ciri khas. Dari kota favorit turis, Bali, baru Bir Bintang yang terdengar nyaring. Padahal, banyak potensi makanan dan minuman fermentasi lainnya di Bali.
Misalnya, brem Bali. Minuman tradisional ini dibuat dari fermentasi beras ketan hitam dan ketan putih. Ketan putih digunakan karena banyak mengandung karbohidrat sehingga hasil fermentasinya baik. Sementara ketan hitam menyumbang warna hitam yang khas. Proses fermentasinya mirip seperti pembuatan tapai, yakni dengan rak-rak bambu dalam ruangan gelap, lalu kemudian disaring dan dijadikan minuman.
Jika disuling, maka produk yang dihasilkan adalah arak Bali. Walau sudah dijual di tempat-tempat sestrategis Bandara Ngurah Rai, Bali, arak Bali belum jadi primadona. Padahal, kualitas sulingan Bali adalah salah satu yang terbaik. Dalam episode Destilasi Alkohol #antioplosan di akun “Kimiasutra” di YouTube, saya bahkan pernah menguji kemurnian Arak GGH (Gwan Gwan Hoo) produksi Singaraja, Bali, yang ternyata sangat baik kualitas penyulingannya.
Produsen brem dan arak bisa ditemukan misalnya di wilayah Sanur, dimana Pabrik Dewi Sri sudah ada turun temurun melakukan produksi dengan kemasan bervisual modern. Wilayah Karangasem juga punya kesenian cakepung atau genjek. Sekelompok pria nyanyi gaya a capella sambil berpantun bersahut-sahutan. Mirip adu rap! Mereka disemangati brem selama pertunjukan. Jika dirancang branding keren, maka atraksi ini bisa seperti eratnya festival Oktoberfest dengan bir Bavaria di Jerman. Potensi devisanya tidak kecil.
Era dimana Indonesia butuhkan tambahan penghasil devisa tanpa banyak tergantung impor, produk fermentasi bisa jadi kandidat utama. Karena sangat tergantung pada alam tempatnya berasal, produk fermentasi nyaris mustahil untuk disontek negara lain.
Bahkan ketika brem sudah disuling menjadi arak yang komposisinya terbilang ‘umum’, rasa dan aromanya pun berbeda. Misalnya dengan vodka (berbasis kentang) atau tequila (berbasis tumbuhan agave). Kekhasan ini jika dikemas secara masif, bisa menjadi incaran turis dan membawa dolar untuk ‘tinggal’ lebih lama di Bali. (f)
Baca juga:
Intip Serunya Launching 10 Video Lebaran Femina di Senayan City
Keripik Tempe Sehat Tembus Pasar Mancanegara
Trifitria Nuragustina
Topic
#arakbali, #birbintang, #brembali, #bali