
Dok. Facebook Hansikgonggan
Dunia gastronomi di Asia lama mengalami fase memuja-muji hidangan Perancis. Seakan-akan menghinggap di benak chef muda, tiada cara maju selain mengimpor bahan dapur yang dikawinkan resep barat.
Kini berbeda, dunia gastronomi yang haus inovasi tengah menggali rasa-rasa lama, diambil dari kultur yang ada.
Beruntung, chef-owner Hansikgongga, Cho Hee-sook, melakukannya sejak lama.
Key figure dalam masakan tradisional Korea (istilahnya ‘hansik cuisine’) ini ingin masakan negerinya dihargai dan dipreservasi. Ia gundah dengan banyak fine dining nomor satu di Korsel yang terlalu kebarat-baratan, bermenu Perancis dan Italia.
Pada The Korea JoongAng Daily, Choo berucap ingin masakan Korean mendunia dan bisa seperti Italia yang punya pizza. Dibutuhkan sesuatu yang klasik, tapi dengan bahan yang mudah didapat. Ia mencontohkan jeon, sejenis pancake gurih berisi sayur, daging, atau seafood.

Dok. Facebook Hansikgonggan
Baru-baru ini, restoran Hansikgonggan membawanya menjadi Asia’s Best Female Chef 2020 di ajang Asia’s 50 Best Restaurants 2020 by Acqua Panna & S.Pellegrino. Ini kategori khusus untuk merayakan keberadaan wanita di puncak karier gastronomi.
Juga di tahun ini, restonya menyabet satu bintang Michelin yang tak kalah bergengsi.
Restoran di dalam Arario Museum itu punya panorama indah Istana Changdeok. Berdinding jendela kaca, restoran menjadikan tamu dipuaskan dengan pemandangan sekitar yang hijau sekaligus kosmopolitan.
Makanannya berangkat dari resep tradisional -tak sedikit yang berusia ratusan tahun-- namun diberi sentuhan modern. Ini berbeda dengan umumnya resto progresif setempat yang bekerja dengan bahan lokal untuk teknik barat.
Dengan sentuhan modern yang tak berlebihan, bumbu dan teknik tradisional tetap bisa dirasakan. Porsi dibuat lebih kecil agar elegan untuk hidangan fine dining yang bisa sepanjang 8-9 course.
Ada misalnya Bansang, kombinasi kimchi dengan jamur, nasi, dan sup ikan. Atau, Hanwoo Gui dari korean beef yang terkenal, bersama marinasi soy sauce. Ada juga Haemul Jat-Juk, dari velouté yang terinspirasi pine nut porridge bercampur abalone dan seafood.
Juga di tahun ini, restonya menyabet satu bintang Michelin yang tak kalah bergengsi.
Restoran di dalam Arario Museum itu punya panorama indah Istana Changdeok. Berdinding jendela kaca, restoran menjadikan tamu dipuaskan dengan pemandangan sekitar yang hijau sekaligus kosmopolitan.
Makanannya berangkat dari resep tradisional -tak sedikit yang berusia ratusan tahun-- namun diberi sentuhan modern. Ini berbeda dengan umumnya resto progresif setempat yang bekerja dengan bahan lokal untuk teknik barat.
Dengan sentuhan modern yang tak berlebihan, bumbu dan teknik tradisional tetap bisa dirasakan. Porsi dibuat lebih kecil agar elegan untuk hidangan fine dining yang bisa sepanjang 8-9 course.
Ada misalnya Bansang, kombinasi kimchi dengan jamur, nasi, dan sup ikan. Atau, Hanwoo Gui dari korean beef yang terkenal, bersama marinasi soy sauce. Ada juga Haemul Jat-Juk, dari velouté yang terinspirasi pine nut porridge bercampur abalone dan seafood.

Dok. Asia's 50 Best Restaurants 2020
Di tahun 1980an, Choo bekerja di hotel-hotel terkenal di Seoul sepanjang 15 tahun, dan ‘melahirkan’ banyak koki muda yang menjadi penyebar masakan Korea kontemporer di seluruh dunia. Diceritakan website theworlds50best.com, Choo pindah ke Washington di tahun 2005 dan menjadi koki kedutaan besar Korea Selatan.
Sekembalinya ke Korea, ia mengajar hansik cuisine di Woosong University dan mendirikan lab riset Hansik Gongbang. Ia pun menjadi konsultan untuk banyak restoran yang ingin mengakar ke tradisi, salah satunya Hansikgonggan yang kini dimilikinya.
Punya restoran sendiri baru dirasakan Choo setelah 36 tahun malang melintang di industri. Begitu juga dengan jenis-jenis penghargaan yang membuat namanya kini diulas berbagai media global.
Wanita berjuluk the godmother of Korean cuisine ini tak menyukai ketergesa-gesaan. Dalam cuplikan wawancara terjemahan bersama The Korea JoongAng Daily, bertahan dan terus diingat lebih penting bagi restorannya:
“I want the restaurant to operate for a long time. I want consistency instead of just hitting the jackpot. When I meet people starting new things, I always say “Be loved for a long time,” instead of “I hope you hit the jackpot soon”. (f)
Baca juga:
Video Resep Dalgona Coffee
Raja dan Ratu Belanda Ngemil Cokelat di Jakarta
Belanja Ikan di Muara Baru, Yuk!
Sekembalinya ke Korea, ia mengajar hansik cuisine di Woosong University dan mendirikan lab riset Hansik Gongbang. Ia pun menjadi konsultan untuk banyak restoran yang ingin mengakar ke tradisi, salah satunya Hansikgonggan yang kini dimilikinya.
Punya restoran sendiri baru dirasakan Choo setelah 36 tahun malang melintang di industri. Begitu juga dengan jenis-jenis penghargaan yang membuat namanya kini diulas berbagai media global.
Wanita berjuluk the godmother of Korean cuisine ini tak menyukai ketergesa-gesaan. Dalam cuplikan wawancara terjemahan bersama The Korea JoongAng Daily, bertahan dan terus diingat lebih penting bagi restorannya:
“I want the restaurant to operate for a long time. I want consistency instead of just hitting the jackpot. When I meet people starting new things, I always say “Be loved for a long time,” instead of “I hope you hit the jackpot soon”. (f)
Baca juga:
Video Resep Dalgona Coffee
Raja dan Ratu Belanda Ngemil Cokelat di Jakarta
Belanja Ikan di Muara Baru, Yuk!
Trifitria Nuragustina
Topic
#Hansikgonggan, #bestchefseoul, #hansikcuisine, #koreanrestaurantseoul, #restokoreajkt