Suatu malam saya melihat profil seorang pria berwajah Arab. Rupanya, dia pun melihat profil saya, kemudian men-DM saya.
“Hi…,” sapanya.
Awalnya saya malas menjawab DM dari pria Arab. Entah kenapa. Setelah beberapa lama, akhirnya saya menjawab juga. “Hi… kenapa dari semua fotomu, saya tidak melihat senyummu?” kata saya, sekenanya.
“Arabic right?” tanya saya.
“No, Pakistan. Surabaya,“ jawabnya.
“Apa yang kamu lakukan di sana? Bisnis, kerja, atau turis saja?”.
“Bisnis,“ jawabnya lagi.
Demikianlah, percakapan kami makin jauh mengalir. Dari ceritanya, dia seorang pedagang batu akik, yang dibelinya dari Bangkok, Cina, Pakistan, juga Indonesia. Dia bilang, bisnis itu cukup menjanjikan untuknya. Dia juga bilang, dia pria bercerai tanpa anak. Maksudnya? Ha… ha… ha… cepat sekali percakapan ini menjurus pada hal pribadi. Obrolan pun berlanjut ke WhatsApp.
Besoknya dia meminta saya menemuinya, kebetulan dia ada jadwal ke Jakarta. Wah, tentu saja saya menolaknya. Malu dan merasa terlalu cepat. Saya tidak mau dianggap gampangan. Dia tidak kecewa. Tapi, dua hari kemudian dia mengabarkan sedang dalam perjalanan ke Bangkok. Sekitar lebih dari seminggu kemudian dia mengabarkan lagi, sedang berada di Pakistan. Laporan terus…. Makin hari chatting kami pun jadi makin intens. Tidak terasa tiga bulan berlalu. Dia mengatakan, begitu saya serius, dia pun akan serius, karena dia yakin saya wanita baik . Berbunga-bunga, deh…
Suatu hari, di minggu awal bulan Ramadan, dia mengabarkan akan datang ke Indonesia, untuk berbelanja batu yang sudah dipesannya, sekalian ingin spend time dengan saya. Sebagai bukti keseriusannya, dia men-tag foto dari visa di passport & booking ticket. Saya masih belum benar-benar menganggapnya serius.
Hingga tiba hari H kedatangannya, saya menjemputnya di Bandara Soeta atas permintaannya. Untuk mencegah hal buruk, dan atas saran mbah google, saya mengajak kakak saya untuk menemani. Jantung saya berdegup kencang, nervous, sekalipun sudah sangat sering kami video call. Sebelum benar-benar saling berhadapan, kami ber-video call. Dia memakai kaus dan bercelana jeans biru, wajahnya dihiasi berewok tipis.. Jantung berdegup kencang!
Di luar dugaan, rasa canggung itu ternyata tak ada, ketika kami benar-benar saling berhadapan. Kami bersalaman, dan semuanya mengalir begitu saja. Kami langsung saling bercerita seperti teman lama. Dia banyak membawa oleh-oleh untuk saya.
Setelah berbuka puasa bersama, saya mengantarkannya ke rumah kos yang saya sewakan untuknya. Esoknya, saya kenalkan dia kepada keluarga besar dan dia langsung menyatakan niatnya ingin serius memperistri saya. Selama 12 hari bersama, kami beberapa kali berkumpul dengan keluarga besar. Terkadang kencan berdua yang kami isi dengan acara nonton film, tarawih (karena saat itu Ramadan), atau sekadar ngopi sambil nonton TV bersama. Saya juga mengantarnya beberapa kali berbelanja batu di Rawa Bening, Jatinegara. Dia ternyata sangat pandai menawar. Batu akik cantik yang dihargai Rp8 juta, ditawar hanya menjadi kurang dari Rp4 juta saja. Batu akik kecil yang harganya Rp50.000, ditawar jadi Rp15.000 saja. Hebat!
Sekarang kami sudah menikah. Kami mengadakan pesta kecil dilanjutkan bulan madu singkat ke Bali. Online dating not bad at all. Anda mau coba?