Pandemi COVID-19 tak hanya berat bagi orang dewasa saja, tapi juga anak-anak. Bahkan pada beberapa kasus, anak-anak sampai mengalami stres dan trauma karena dampak pandemi. 

Sejumlah pakar di dunia mengatakan bahwa dampak pandemi yang menyebabkan jutaan orang harus kehilangan orang yang mereka cintai, kehilangan pekerjaan dan ketakutan yang terus-menerus selama beberapa bulan terakhir dapat memengaruhi psikologi keluarga. 

“Pandemi COVID-19 jelas merupakan kejadian yang tidak biasa dan tidak terduga yang menyebabkan banyak orang khawatir dan bahkan panik,” kata Adam D. Brown, asisten profesor klinis di Departemen Psikiatri Anak dan Remaja di NYU Langone. Dan kekhawatiran serta kepanikan itu dapat menyebabkan reaksi psikologis yang sangat melemahkan.

Walau tak nampak, bukan berarti kepanikan dan kekhawatiran tersebut tak dialami oleh anak-anak. Terutama untuk anak-anak remaja yang sudah mengerti dengan situasi, mengetahui bahwa kondisi pandemi membuat banyak kekacauan, bisa turut membuat mereka tenggelam dalam perasaan sedih, bingung hingga khawatir yang berdampak pada perasaan traumatis.

Lantas bagaimana cara mMengenali tanda-tanda trauma pada anak saat COVID-19? 

1. Kenali emosi yang dialami anak
Coba kenali emosi yang dihadapi anak, mulai dari takut, cemas, trauma hingga PTSD (post traumatic syndrome). Namun memangterkadang perbedaan dari perasaan-perasaan itu sering kali tidak kentara jelas. 

Misal, perasaan takut yang dialami anak belum tentu adalah trauma. Sehingga mengenali emosi yang jelas, bisa membuat kita tahu bagaimana mengatasinya. 

"COVID menyebabkan banyak orang mengalami stres dan kekecewaan, tapi belum tentu membuat anak mengalami trauma," jelas Melissa Brymer, dari Pusat Stres Traumatis Anak, University Duke, UCLA.

Menurut Melissa, peran orang tua adalah untuk mewaspadai tanda-tanda bahwa anak-anak mengalami kesulitan dalam mengatasi emosi mereka, sehingga mereka dapat memberikan dukungan dan bantuan jika diperlukan. 

2. Kenali keadaan traumatis apa yang dihadapi anak
Menurut Melissa, cara menentukan seorang anak mengalami stres traumatis adalah dengan mengetahui peristiwa atau pemicu stres yang mereka alami. Anak yang kehilangan orang yang dicintainya karena COVID-19, lebih mungkin mengalami stres traumatis karena mungkin tak bisa menemui keluarga yang wafat karena kebijakan jaga jarak. 

Begitu juga bagi anak-anak yang orang tua atau keluarganya mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi COVID-19, mereka lebih mungkin berisiko besar mengalami trauma. Terutama jika kesulitan ekonomi tersebut menyebabkan perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari keluarga sang anak. 

3. Waspadai perubahan pada anak
Secara umum, para ahli kesehatan mental mengatakan bahwa setiap kali Anda melihat perubahan dalam perilaku anak yang tidak seperti biasanya, waspadai anak menghadapi stres traumatis atau sesuatu yang lain. 

“Kami telah memantau tingkat depresi dan kecemasan anak-anak. Beberapa anak bisa menyesuaikan diri dengan baik ... tetapi beberapa belum, ”kata Melissa. 

Menurut Melissa, beberapa anak merasa merasa terisolasi, terputus dari teman-temannya karena pandemi. 

Selain itu, jangan lupa betapa pentingnya berbicara dengan anak Anda. Tanyakan kepada mereka apa yang diketahui tentang pandemi, dan jujurlah kepada mereka tentang perasaan Anda sehingga mereka tahu bahwa mereka tidak sendiri. 

Jika Anda memiliki kekhawatiran, segera hubungi dokter anak untuk meminta bantuan. (f)


BACA JUGA :
Penggunaan Masker pada Anak, Amankah?
7 Hal Yang Perlu Dilakukan Orang Tua Soal Screen Time Di Masa Pembelajaran Jarak Jauh
Hati-Hati, 62 Persen Anak Mengalami Kekerasan Verbal oleh Orang Tuanya Selama Pandemi COVID-19


 

---

Topic

#corona, #anak, #trauma, #kesehatanmental, #IngatPesanIbu, #3M, #Satgas, #covid19

---