Celebrity
Riri Riza, Membingkai Keindahan Alam dan Budaya Makassar

1 Nov 2016


Foto: Instagram/@rizariri, Dok. Miles Films

September lalu, sutradara Riri Riza yang dikenal piawai membingkai keindahan alam dan budaya Indonesia dalam film, kembali menyajikan keindahan alam dan budaya Makassar, Sulawesi Selatan, lewat film Athirah. Diangkat dari kisah nyata ibunda Jusuf Kalla berdasarkan novel karya Alberthiene Endah, film ini menyuguhkan kisah menyentuh tentang kesabaran wanita saat suaminya menikah lagi.

Tangan dingin Riri berhasil membingkai kebudayaan Bugis (keluarga Kalla berasal dari suku Bugis) dan Makassar dalam gambar-gambar yang, artistik dan memanjakan mata. “Apa yang Anda lihat di film Athirah adalah sesuai kenyataan. Makassar memang indah dan memiliki beragam kebudayaan yang sarat makna. Kulinernya pun sangat lezat,” cetus Riri. Berikut ini hal-hal menarik yang ada di film Athirah yang sukses memborong 10 nominasi di Festival Film Indonesia 2016 dan akan diputar di beberapa festival film internasional.
 
Tenun Sutra Makassar
Di film ini, sarung digambarkan sebagai pengikat cerita. Dari awal dikisahkan, Athirah (Cut Mini) menjaga dengan baik sarung pemberian mertuanya. Namun, saat mengetahui sang suami, Puang Ajji (Arman Dewarti), menikah lagi, Athirah sempat berniat ingin memusnahkan sarung bermotif garis-garis itu. Namun, sarung itulah yang kemudian menjadi penyokong hidupnya. Tak mau larut dalam kesedihan karena dipoligami, Athirah memilih move on dengan berdagang sarung khas Bugis Makassar.

Ibu kota Sulawesi Selatan ini memang terkenal sebagai pusat industri kain tenun sutra terbesar di Indonesia. Tenun Makassar juga dikenal dengan sebutan sutra Bugis yang biasa digunakan sebagai padanan baju bodo (waju ponco) dan sarung (lippa sabbe). Motifnya bermacam-macam, dan memiliki makna masing-masing. Yang paling terkenal yaitu motif balo lobang yang berupa kotak-kotak besar dan balo renni yang berbentuk kotak-kotak kecil. Motif balo lobang biasa dikenakan para pria, sedangkan motif balo renni dikenakan wanita Makassar yang masih lajang.

Namun, karena tren mode kini sudah  makin berkembang, motif kain tenun tak lagi memiliki arti khusus. Motif balo renni misalnya, sudah lebih dikembangkan coraknya oleh para perajin tenun Makassar. Kini, sarung dengan corak balo renni tak bisa lagi dijadikan acuan untuk menentukan apakah seorang wanita yang mengenakannya masih lajang atau tidak.
 
Budaya Makan Bersama
Adegan makan adalah satu hal yang banyak ditampilkan dalam film ini. Adegan Athirah beserta suami dan anak-anaknya berkumpul di meja makan dengan penuh kehangatan, menyantap hidangan khas Sulawesi Selatan seperti pallumara, sup konro, dan coto.

Diakui Riri, adegan bersama sengaja disuguhkan lebih banyak untuk menunjukkan bahwa momen makan bersama adalah salah satu cara ampuh untuk membangun kedekatan dan kebersamaan dalam keluarga, khususnya bagi orang Bugis. “Dulu,  tiap hari saya makan bersama keluarga dengan posisi yang selalu sama  tiap harinya. Ada banyak hal penting yang terjadi saat makan bersama keluarga di meja makan,” ujar Riri yang juga berdarah Bugis, menerawang. Ia menambahkan, hal itu sebetulnya tak hanya terjadi di Bugis,

Di tiap adegan makan, terlihat dengan jelas betapa lezatnya kuliner Makassar. Menu khas seperti pallumara, pallu basa, konro, hingga kue-kue tradisional semisal pisang epe, barongko, binka, dan bolu peca, ditampilkan dengan visualisasi indah nan menggugah selera. Tak hanya memuaskan dari segi cerita, film Athirah juga sukses membuat para penontonnya jadi lapar. (f)

Baca juga:
Athirah: Potret Lain Isu Poligami dari Novel Biografi Ibunda Jusuf Kalla
Riri Riza, Tak Terkikis Waktu
Riri Riza-Mira Lesmana dan Beban AADC


Topic

#Athirah