
Bahkan, beberapa serial TV, seperti Sex and The City hingga film layar lebar seperti Devils Wears Prada mengangkat sisi glamor dan power yang dimiliki wanita saat menggunakan produk bermerek. Hal tersebut secara tidak sadar seolah mengedukasi calon konsumen bahwa mereka akan memiliki citra diri yang sejajar dengan orang-orang hebat dalam film tersebut jika menggunakan produk bermerek sama.
Dalam teori consumer behavior, seseorang yang memilih sebuah produk berdasarkan pertimbangan psikologis karena ingin citra dirinya menjadi lebih ‘naik kelas’ dinamakan conspicuous consumption. Biasanya, orang tersebut membeli sebuah produk bermerek yang dikenal oleh banyak orang untuk menyatakan status sosial dirinya.
Memang tak bisa dipungkiri, sebagian kalangan masyarakat dengan tingkat lifestyle menengah ke atas masih menilai lawan bicaranya dari barang-barang yang melekat pada orang tersebut. Jika orang tersebut ingin dan mampu secara finansial memenuhi kebutuhan barang bermerek tersebut, tidak jadi soal. Namun, jika ternyata dari sisi finansial belum mencukupi, bisa jadi mereka akan melakukannya dengan cara lain: membeli barang bermerek yang hampir mirip dengan barang bermerek asli (barang KW).
Gengsi tentu menjadi salah satu alasan utama yang melatarbelakangi perilaku konsumen untuk membeli produk KW. “Bagi segmen konsumen ini, membeli barang KW tetap memiliki gengsi, selama mereka berada dalam lingkungan yang masih menganggap demikian,” jelas Amalia E. Maulana, Ph.D., Brand Consultant & Ethnographer.
Produsen produk aspal (asli tapi palsu) tentu melihat hal ini sebagai sasaran empuk. Akibatnya, muncul berbagai tas bermerek tiruan yang makin lama makin menyerupai bentuk barang merek aslinya. Jika Anda pencinta dan peduli fashion, hal ini tentu harus diwaspadai. Anda harus menanggung beban sosial seperti cibiran atau rasa malu jika tertangkap basah menggunakan tas palsu. Apalagi jika Anda sering bepergian ke luar negeri.
Di Asia, ada pembicaraan tentang seorang wanita Indonesia yang berbelanja di sebuah butik merek terkenal di Singapura. Tas yang dipakainya asli. Hanya, ketika mengeluarkan dompet kecil dari dalam tas, pihak toko sempat melihat sepintas dompetnya. Tak berapa lama sepulang ke Indonesia, wanita itu menerima surat dari merek terkenal tadi yang isinya peringatan berikut konsekuensi hukumnya, bahwa dia memakai dompet palsu dari merek mereka.
Di Eropa, pihak perusahaan telah memberi ‘pendidikan ekstra’ kepada seluruh karyawan, termasuk petugas di bandara sehingga mereka mampu mengidentifikasi suatu barang asli atau palsu. Contohnya, bandara internasional Heathrow, Inggris. Mereka memiliki petugas berpakaian seperti preman untuk memeriksa penumpang mencurigakan yang membawa barang palsu mulai dari mp3, fil video, hingga tas bermerek palsu. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara acak dan cukup sering. Anda akan dikenakan denda jika terbukti membawa barang palsu.(ANGGIA HAPSARI)