
Di luar kesenangan orang datang ke pusat perbelanjaan untuk menjalankan berbagai aktivitas, ternyata ada satu kecemasaan yang dirasakan mengenai faktor keamanan dan keselamatan pengunjungnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan femina pada awal Januari 2015, faktanya, meski senang datang ke pusat perbelanjaan tapi sekitar 67% responden mengaku merasa khawatir dengan keselamatan mereka di pusat perbelanjaan.
Hanya 33% responden yang merasa keselamatannya terjaga. Masih dalam survei yang sama, sekitar 74% responden mengaku merasa khawatir dengan keamanan mereka di pusat perbelanjaan, 26% lainnya mengaku aman-aman saja.
Beberapa kasus kecelakaan tragis dan kejahatan yang terjadi di pusat perbelanjaan tak dipungkiri menimbulkan keresahan dan rasa khawatir. Apakah kejadian serupa bisa berulang dan terjadi pada diri sendiri?
Masih teringat tragedi yang menimpa Amanda Dewi nugroho. Anak perempuan berusia 7 tahun ini meninggal dunia akibat tersengat aliran listrik saat duduk di bangku pengunjung dengan kaki menjulur ke tembok yang terdapat neon sign di salah satu mal di bilangan Jakarta Selatan,awal November 2014.
Pada Maret 2014, seorang anak sekolah dasar diberitakan terjatuh dari lantai 6 ke lantai 4 sebuah mal di kawasan pusat bisnis Sudirman, Jakarta. Anak tersebut terjatuh setelah bersama rombongannya mengunjungi salah satu tenant permainan anak di mal tersebut. Lepas dari pengawasan, si anak diduga menaiki batas besi eskalator lalu terjatuh, sehingga harus mendapatkan perawatan intensif. Ada pula berita bocah berusia 3,5 tahun yang terperosok ke dalam travelator di sebuah mal di bilangan Jakata Utara. Saat itu, ia tengah bersama ibu dan baby sitter-nya, ketika bagian travelator yang ia pijak ambruk, hingga membuat kakinya terjepit.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang diwakili Prof. Dr. Bernadette M. Waluyo, SH., MH., CN., mengaku prihatin dengan peristiwa-peristiwa yang merugikan konsumen di pusat perbelanjaan. “Kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengunjung menjadi syarat mutlak yang harus diperhatikan oleh pengelola pusat perbelanjaan,” kata anggota Komisi Penelitiandan Pengembangan BPKN ini.
Berbicara tentang masalah keselamatan pengunjung pusat perbelanjaan, semua itu sudah ada aturannya dalam Undang Undang (UU) No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. UU tersebut mewajibkan tiap pemilik dan pengguna bangunan gedung melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada bangunan gedung agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi. Sedangkan secara teknis diatur oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/ M/2008, bahwa pemeliharaan bangunan gedung dilaksanakan dengan menjaga keandalan bangunan beserta prasarana dan sarananya.
Sedangkan cara merawatnya adalah dengan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.
Sebelum sebuah pusat perbelanjaan dibuka untuk publik, menurut Handaka, ada tahapan proses perizinannya. Hal ini termasuk pemeriksaan dan izin untuk tiap bagian, mulai dari lift, eskalator, dan bagian vital lainnya, yang dicek oleh lembaga pemerintah terkait.
Setelah semua izin didapat, maka akan dikeluarkan sertifikat laik fungsi untuk izin operasi. Selanjutnya, secara berkala akan ada audit dari pihak terkait mengenai keselamatan dan perawatan yang dilakukan oleh pengelola pusat perbelanjaan yang bersangkutan.
Saat ini, menurut Handaka Santosa, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), asosiasinya cukup tegas melakukan peninjauan. Jika ada keluhan dari pengunjung tentang pusat perbelanjaan, maka akan ditanggapi dengan cepat. “Kita bisa saja mengeluarkan anggota yang melanggar, tapi hingga saat ini belum ada yang seperti itu,” katanya. Ia menilai persaingan ketat sebenarnya menguntungkan konsumen karena mal jadi berlomba-lomba memberikan yang terbaik bagi pelanggannya.
FAUNDA LISWIJAYANTI