Trending Topic
Anak Surabaya Harus Sukses

12 May 2014


Di siang menjelang sore yang mendung, awal April lalu, Tri Rismaharini (52), Wali Kota Surabaya kelahiran Kediri ini menerima femina di kantornya, di lantai dua Balai Kota, di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya. Senyumnya ramah, jabatan tangannya mantap. Hari itu ia mengenakan setelan celana panjang warna abu-abu dengan kerudung warna hitam dengan hiasan bordir warna perak. Mengenakan sepatu kulit hitam berhak 3 sentimeter, wanita wali kota Surabaya pertama ini terlihat simpel dan chic. Tak tampak gurat lelah di wajahnya, meski baru selesai mengadakan konferensi pers tentang pelaksanaan ujian nasional yang sudah di depan mata.

Mengapa Ibu mengadakan konferensi pers ujian nasional?
Saya ingin membuat anak-anak tenang dalam menyiapkan diri menghadapi ujian nasional. Maklum, belakangan ini banyak isu tentang soal bocor dan saya tidak ingin  ini mengganggu persiapan mereka. Sebetulnya, secara mental mereka sudah terlatih, karena kami menerapkan try out ujian secara rutin. Untuk kelas 3 SMU, dilakukan  tiap hari, sedangkan untuk kelas 1 dan 2 dilaksanakan seminggu sekali. Hal ini supaya mereka tidak grogi nanti di hari ujian.

Tampaknya, kebijakan Ibu memberi perhatian pada anak-anak?
Saya punya cita-cita, suatu saat anak-anak Surabaya bisa meraih sukses dalam bidang apa pun yang mereka geluti. Entah itu intelektual, olahraga, atau yang lain. Bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional. Karena itu, pemkot rutin mengadakan berbagai lomba dan penghargaan untuk anak-anak, dan di  tiap lomba saya usahakan   datang sendiri untuk memberi semangat kepada mereka.

Seperti apa kondisi pendidikan anak-anak sebelumnya?

Banyak anak tidak bisa sekolah karena keluarganya miskin. Selain itu, juga banyak kasus child trafficking.  Bukan hanya itu, kualitas bangunan sekolah juga enggak keruan. Makanya, pemkot menyediakan anggaran dari APBD sebesar 35% untuk pendidikan,   bukan digunakan untuk gaji PNS saja. Makanya, waktu Mendiknas melihat meja kursi, mereka sempat kaget, “Kok, mejanya bagus banget…,” saya jawab, ”Ya iyalah, ya… ha…ha…ha....”

Semangat apa yang ingin Ibu tularkan kepada anak-anak sekolah?

Saya datang ke sekolah-sekolah, dan kalau sedang ke kampung-kampung, saya mengumpulkan anak-anak dan ibu-ibu. Saya ajak bicara supaya mereka tergugah bahwa keberhasilan itu bisa menjadi milik semua orang, supaya mereka percaya diri. Selama ini orang tua yang tidak mampu bilang ke anaknya, “Kamu anaknya tukang becak saja, ngapain susah-susah sekolah?” Kalau ada orang tua yang begitu, saya marahi, “Ndak boleh bilang gitu, ya. Ibu harus ngomong gini, ‘Biarpun kamu anaknya tukang becak, kamu suatu saat bisa jadi presiden, bisa jadi menteri.’” Memberikan motivasi ini juga penting selain memperbaiki kondisi fisik sekolah-sekolah.

Program apa lagi yang dilakukan pemerintah kota saat ini?
Mencari cara untuk mendongkrak perekonomian keluarga miskin agar anak-anak mereka bisa sekolah. Saya lihat, kalau ayahnya sudah bekerja dan tetap miskin, maka ibunya yang harus digerakkan untuk mencari penghasilan. Dari situ kemudian kami adakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan lewat program Pahlawan Ekonomi. Kalau tidak salah kini anggotanya sudah mencapai 10.000 orang. Kami bantu permodalan, pemasaran, training pengelolaan keuangan. Lumayan, sekarang sudah mulai banyak yang mandiri.

Banyak kesulitan, tidak?

Pertama kali mereka pameran produk mereka, saya kaget. Aduh, mati saya… kok, ndeso banget, ya…. Kalau begini, siapa yang mau beli? Awalnya saya takut mengkritik. Tapi, kalau tidak dikritik kan tidak bisa maju. Kalau yang tahan dengan kritikan saya, lama-kelamaan bisa bagus hasilnya.

Itu artinya selera desain Ibu bagus, dong…

Ya, lumayan, ha…ha…ha…. Tapi, saya hanya melihat dan merasakan kepantasan suatu barang. Kalau disuruh membuat, saya enggak bisa.

Apa masalah kewirausahaan yang utama?
Mereka itu suka latah. Kalau ada satu yang berhasil bikin produk tertentu, rame-rame mau bikin juga. Saya bilang kepada mereka, “Eh, enggak bisa.” Untuk (produk) yang ini cukup, tidak boleh ada yang lain. Karena saya kritik terus, makin lama mereka makin mengerti.

YOSEPTIN PRATIWI