Foto: Pexels
Menjadi generasi sandwich, orang dewasa yang harus menanggung hidup orang tua sekaligus anak-anaknya memang penuh tantangan. Generasi ini dianggap terhimpit dalam berbagai problematika. Selain harus menanggung beban finansial, generasi ini harus pandai mengelola konflik yang berpotensi terjadi dalam keluarga.
Namun nyatanya menjadi generasi sandwich bukanlah hal yang negatif. Itulah yang dialami oleh Sielly, Moza Pramita, dan Nilvia Hakim. Mereka tak menganggap tanggung jawab terhadap keluarga sebagai beban. Justru keberadaan orang tua merupakan sebuah support system asalkan bisa menjalin komunikasi yang baik. Inilah pengalaman mereka.
Tak Jadi Beban
Sejauh ini belum ada masalah serius yang terjadi. Sebab bapak mertua tidak terlalu campur tangan dengan urusan rumah tangga saya dan suami, termasuk dalam hal mengasuh anak. Tak pernah juga ia complaint tentang makanan yang kami masak di rumah. Beberapa keluarga dekat pun masih kerap datang ke rumah memberikannya obat atau vitamin.
Walau saat ini kondisi bapak mertua kurang fit dan harus pakai kursi roda karena faktor penyakit dan usia sudah 75 tahun, dengan adanya bapak mertua di rumah, saya dan suami terbantu untuk ikut mengawasi anak-anak di rumah bila kami sibuk bekerja. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, ada suster yang kami percayakan untuk mengurus.
Bagi saya sebagai menantu, rasa kepedulian dan tanggung jawab kepada mertua itu harus ada. Walau, ada juga beberapa orang tua yang tidak ingin menjadi beban bagi anak-anak mereka. Sebagai anak, kita tidak boleh alergi pada orang tua.
Prinsip saya, sesibuk apapun kita bekerja, harus ‘dipaksa’ untuk mengurus orang tua dan mertua. Setiap kali saya ke pasar saat akhir pekan, saya akan tanyakan kepada bapak mertua mau dibelikan apa. Dengan demikian ia merasa lebih diperhatikan dan menumbuhkan semangat.
Baca Selanjutnya: Moza Pramita (44), Pengusaha dan Konsultan Agency, Jakarta
Topic
#generasisandwich, #keluarga