Bukan berita baru bila seorang Dewi Motik itu sangat eksis. Sejak kecil, saya sudah terbiasa melihat Ibu sibuk dan aktif di berbagai kegiatan. Beliau memang tidak pernah bisa diam. Energinya luar biasa dan selalu tulus melakukan apa yang beliau suka. Dulu, saat saya berusia 7 tahun, beliau sudah eksis sebagai tokoh wanita yang disegani di Indonesia.
Selain aktif berorganisasi, mengajar ilmu kewirausahaan di beberapa universitas, dan menjadi pembicara seminar, Ibu kerap menghadiri acara kenegaraan. Beliau diundang menjadi tamu VIP, setara dengan para menteri, duta besar, hingga presiden.
Hampir tiap bulan, Ibu melakukan lawatan ke luar negeri, menghadiri beragam konferensi internasional bersama para petinggi dari berbagai negara. Ibu juga sering banget diundang oleh organisasi internasional semisal World Assembly of Small & Medium Enterprises (WASME) hingga PBB.
Ibu dikenal sangat supel dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Beliau tak hanya bersinar di kalangan pejabat, tapi juga terkenal di kelompok lain, seperti mahasiswa, pengusaha, hingga pedagang kecil.
Dalam bergaul, ia memang tak pernah membeda-bedakan. Bagi beliau, bertemu mahasiswa saat mengajar maupun bertemu presiden di acara kenegaraan, terbilang sama-sama penting.
Tak mengherankan, Ibu dikenal di mana-mana, terutama di kalangan wanita pengusaha. Kepeduliannya terhadap wanita dan kewirausahaan terbilang besar. Dan, hasrat tersebut beliau tuangkan melalui Organisasi Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Dengan seabrek pencapaian Ibu sampai di level internasional, saya sudah pasti bangga. Tak pernah sekali pun muncul rasa minder maupun terbebani oleh kesuksesan beliau. Saya malah bangga dan bahagia bila ia dianggap lebih tenar ketimbang saya. Beliau memang role model saya, kok!
Eksistensi beliau itu juga memperluas relasi saya, terutama di kalangan senior. Misalnya, saya bisa berkesempatan ngobrol dekat dengan Emil Salim yang sudah berusia 85 tahun. Dari beliau, saya memperoleh ilmu dan pelajaran luar biasa, yang tidak saya dapatkan dari kalangan muda.
Meski sudah eksis sejak dulu, Ibu tidak pernah menghebohkan dirinya sebagai wanita karier. Beliau adalah ibu bekerja yang tetap menomorsatukan keluarga. Hebatnya lagi, Ibu merupakan sosok yang easy going, bukan diktator. Alhasil, saya tak pernah merasa terbebani dengan nama besar beliau.
Kami memang selalu kompak saling mendukung karier masing-masing. Tetapi, bukan berarti kami tak pernah berselisih paham. Namanya juga manusia, kami juga pernah mengalaminya.
Padatnya jadwal kegiatan ibu sering kali menjadi pemicu kami berantem. Ibu telah terbiasa menghadiri lima undangan dalam sehari. Sedangkan saya enggak sanggup, dan lebih memilih satu acara yang paling penting saja. Namun, terlepas dari pertengkaran kecil itu, kami tetap kompak. Saya bersyukur memiliki sosok ibu yang sangat open minded seperti beliau. - Moza Pramita (f)