Travel
Mencari Rasa Asli Taiwan di Tainan

24 Apr 2016



Merebaknya bubble tea dan fried chicken Taiwan di Indonesia mengundang rasa penasaran saya, Randy Mulyanto, pada kuliner lokal yang lebih luas lagi. Menggunakan Taiwan High Speed Rail, saya mengarah dari Taipei ke Tainan kurang lebih dalam waktu 2 jam. Konon, tak sedikit sajian populer di Taiwan kini yang berasal dari sana. Tainan pun dinobatkan sebagai kota tertua Taiwan, sehingga menjelajah kuliner seakan makin tradisional.
 

ROTI ‘PETI MATI’ DI JALANAN TUA

Sehabis menyambangi Anping Fort, saya mengarah ke Anping Old Street untuk mencari snack Tainan. Jalanan pertama Tainan itu didirikan sekitar 300 tahun lalu, saat masa pendudukan Belanda. Di salah satu kios jajanan, saya menemukan coffin bread atau guan cai ban. Kudapan gaya Tainan itu dinamai demikian karena bentuknya yang mirip peti mati.

Saya memperhatikan si penjual menyiapkan pesanan saya. Dua potong roti tawar tanpa kulit digoreng secara deep fried. Setelah diangkat dari  penggorengan, roti itu ditumpuk. Ia kemudian memotong bagian tengah roti teratas.

Usai memotong, ia beralih ke panci berisikan chowder atau sup kental. Chowder dituangkan ke ruang kosong pada roti yang telah dipotong. Potongan-potongan kecil ayam, udang, dan cumi mengisi roti. Tak lupa juga wortel, kacang polong, serta jagung. Semua menyatu dalam manis dan gurihnya kuah creamy.

Saya kemudian memilih sup ikan di King of Thick Fish Soup untuk lunch. Rumah makan yang berdiri sejak tahun 1988 ini tak sulit ditemukan. Letaknya tepat di seberang Chihkan Towers.  Potongan-potongan ikannya bertekstur kasar, dengan aroma ikan yang jauh dari amis, melainkan harum setelah dibumbui merica. Mencicipi kuahnya yang pekat sekaligus manis seperti gula, saya jadi teringat perkataan Nai Wen Wei. Saat mendampingi saya mengitari kota, residen Tainan itu bercerita bahwa kuliner Tainan cenderung lebih manis rasanya.

Seporsi shrimp roll --berisi 6 potong kecil-- disajikan untuk mendampingi semangkuk fish soup. Shrimp roll itu berisikan udang cincang dan bawang daun. Sajian ini lalu dibalut dalam kulit tahu. Fried roll pun dilengkapi jahe. Tak ayal, shrimp roll juga didampingi saus manis gurih dan mustard di saucer kecil terpisah. Inilah selingan sedap Tainan.

Kuliner Tainan juga tak lepas dari dessert-nya. Saya menyambangi Mao’s Anping Black Sweet Tofu yang berada di seputar Chihkan Towers. Berdiri selama tiga generasi, Mao’s Anping Black Sweet Tofu kini punya 4 cabang yang tersebar di seantero Tainan. Seperti namanya, tofu pudding merupakan spesialisasi kedai. Kabarnya, dessert Taiwan itu lahir di kota ini.

Dari menu yang tersedia, saya memilih tofu pudding warna hitam. Ayah saya memilih yang putih. Topping yang ditawarkan juga beragam. Ada barley, kacang merah, pearl, dan lemon yang bisa diminta sebagai single topping di puding tahu. Mereka juga menyediakan puding tahu dengan campuran dua sampai tiga topping.

Saya memesan varian original. Dinginnya puding tahu lembut di mulut. Tak ketinggalan juga air gula tebu asli dan kandungan kacang hitam dari pudingnya. Disajikan pula kacang hitam siap kunyah. Tofu pudding memang segar dan cocok dinikmati usai bersantap!
 

DANZAI MIAN
, MI KEBANGGAAN TAINAN
Saya telah mengincar danzai mian sejak sebelum tiba di Taiwan. Karena jaraknya dekat dari hotel, saya mengarah ke Chih-kan Peddler’s Noodle dengan taksi. Anda bisa menumpang taksi bermuatkan empat penumpang untuk keliling Tainan. Tarif dasarnya 85 NTD, lalu argo naik  tiap 5 NTD. Tunjukkan alamat tempat yang hendak dituju dalam huruf Mandarin tradisional kepada sopir taksi.

Saya memberi tahu alamat Chih-kan Peddler’s Noodle kepada sopir. “Danzai mian?” timpal sang sopir. Padahal, saya belum menyebut nama Chih-kan Peddler’s Noodle. Sebelum lebih mengenal tempat ini, saya berasumsi restoran yang hendak saya tuju amatlah populer.

Sejarah rumah makan ini bermula pada tahun 1980, ketika Nyonya Tseng, pendiri Chih-kan Peddler’s Noodle, membuka gerai pinggir jalan di sudut kuil tua. Di tahun 2002, ia menempati gedung yang merupakan klinik gigi di periode kolonialisme Jepang. Ia berdagang di gedung tersebut sejak saat itu.
Yang mengagumkan, danzai mian bikinan Chih-kan Peddler’s Noodle pernah disuguhkan di kantor kepresidenan di Taipei! Biarpun begitu, sejarah danzai mian kembali pada tahun 1800-an. Seorang nelayan bernama Hung Yu-tou dikenang sebagai pencipta danzai noodle.

Atmosfer ruangan berubah old school, mengingat gedung ini berusia paling tidak seabad. Saya langsung memesan hidangan andalan restoran. Semangkuk danzai noodle disajikan sederhana: mi kecil dengan sepotong udang rebus dan daging babi cincang. Porsi kecilnya membuat menu ini dianggap selingan antara lunch dan dinner.

Advertisement
Kaldunya ringan berkat campuran tulang babi, udang, bawang, bumbu-bumbu, dan sayuran. Cuka, merica putih, serta pasta bawang putih menguatkan aromanya. Babi cincang juga terdiri dari tiga potongan berbeda. Setelah dipotong, babi cincang dididihkan perlahan hingga berjam-jam.
Masih di restoran yang sama, saya terkejut karena tempat ini juga menghidangkan milkfish (bandeng). Saking tersohornya, Tainan mendedikasikan museum khusus untuk bandeng. Terletak di Distrik Anping, The Milkfish Palace punya segala penjelasan tentang bandeng berikut resepnya. Milkfish telah dibudidayakan sekitar empat abad di Taiwan.

Chih-kan Peddler’s Noodle punya pan-fried milkfish atau bandeng yang digoreng, namun pilihan jatuh pada steamed milkfish with broad bean paste. Saat saya mencicipi sepotong bandeng kukus itu, teksturnya sekilas mirip salmon yang telah dimasak, dengan cita rasa kacang taoco, cabai merah, dan jahe yang meresap dalam milkfish.

Oyster omelet juga tersaji di rumah makan ini. Kudapan ini hadir pula di Taipei, tapi mengapa tak sekalian memesannya? Omelet ini berisikan taoge, sayuran hijau, dan tiram-tiram kecil. Oyster omelet juga dilapisi sweet potato powder yang membuat omelet begitu kenyal. Saus daging ala Taiwan atau rou zao melumuri sepiring fried omelet.

Semua yang saya pesan bersifat à la carte. Restoran ini juga memiliki variasi set menu. Masing-masing paket terdiri dari 8 sajian khas Tainan. Salah satu paket menggabungkan oyster omelet, fried shrimp roll, steamed milkfish with broad bean paste, rice cake, seafood soup, Miaokou rice cake, rice cake dalam mangkuk, danzai mian, dan tofu pudding dengan kacang merah. Paket lainnya ada fried milkfish, Taiwanese sausage, bakso ala Taiwan, taro cake, danzai mian, seafood soup, coffin bread, serta tofu pudding serupa.
 

‘PESTA MAKAN’ DI PASAR MALAM
Di Taiwan, pasar malam adalah saat-saat emas untuk berburu street food. Kesempatan itu pun tak saya lewatkan di Tainan. Saya memilih taksi untuk menuju Tainan Garden Night Market. Night market ini dikenal juga dengan Hua Yuan Ye Si, nama Mandarin-nya. Namun, pasar malam terbesar di Tainan tersebut hanya buka di hari Kamis, Sabtu, dan Minggu.

Segudang kios makanan mengerumuni pasar malam. Banyak meja dan kursi ditempatkan di udara terbuka. Para pengunjung senang duduk santai dan menikmati santap malam mereka di sana.
  
Taiwanese sausage menjadi suguhan pertama yang saya beli. Saat menunggu pesanan, saya memperhatikan bagaimana dua penjual wanitanya sibuk memotong-motong sosis babi dan kue beras di wajan besi panas.

Mereka kemudian mengambil beberapa potong sosis dan rice cake dari wajan, lalu menaruhnya dalam boks kemasan. Saus cokelat gurih dituang di atasnya. Condiment-condiment seperti bawang putih juga disediakan. Terbujuk aroma sosis dan rice cake yang sudah masak, saya menyuap potongan pertama. Sosis lunak dan kue beras chewy begitu menyatu dengan bumbu.

Masih banyak cita rasa yang terpendam di Tainan Garden Night Market. Berjalan sebentar, saya menjumpai gerai grilled oyster Cigu. Tiram-tiram ini berasal dari Cigu Lagoon, laguna terbesar Taiwan yang berpusat di Tainan. Laguna seluas 1.600 hektare itu memiliki konsentrasi garam tinggi, yang memungkinkan tiram untuk berkembang biak. Karena itu, oyster berlimpah di kota ini dengan harga terjangkau.

Setelah menunggu 7 buah oyster matang, saya mencomot tiram pertama. Rasa garam laut menempel di lidah. Biarpun begitu, tiram-tiram ini tak anyir dan tetap fresh.

Menyusuri lagi night market,   makin banyak pula wajah lokal yang memadati. Pengunjung-pengunjung yang mampir diberi kebebasan berwisata kuliner karena beragamnya pilihan di sini. Sedari tadi saya berpapasan dengan stan grilled squid, fried squid berukuran superbesar, maupun ayam bumbu Korea. Gerai milk tea pun tak sulit dihampiri. Saya memesan segelas milk tea dari salah satu kios. Rasanya yang creamy berpadu dengan grass jelly. Mengapa tak sekalian hunting teh susu khas di arena makanan lokal?

Sebelum beranjak dari Tainan Garden Night Market, saya memutuskan mencoba satu jajanan lagi. Saya menghampiri kios yang menjajakan ji shao pai atau paha ayam. Saya pun bertanya kepada penjual apakah ini sajian Taiwan, dan penjual itu mengiyakan. Lima potong paha ayam ditusuk jadi satu. Daging paha diolesi kecap. Setelahnya diputar di atas arang sampai matang. Rasa manis meresap dalam paha ayam yang juicy.
  
TEKS & FOTO:
RANDY MULYANTO (KONTRIBUTOR – TANGERANG)
 
 
 
 


 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?