Bisnis Ala Anak Rumahan
Toko kopi Tuku yang didirikan Juni 2015 itu semula hanya ditargetkan menjual 360 gelas kopi sehari. Melihat hasilnya sekarang, Tyo mengaku tidak pernah memiliki ekspektasi berlebihan, meski begitu ia sangat gembira. Bagi Tyo mendapat pengakuan dari orang tua adalah sebuah keberhasilan tersendiri. Apalagi sejak kecil hidupnya datar-datar saja, tanpa prestasi akademis yang bisa dibanggakan. Ia juga mengaku punya tingkat mager (malas bergerak) yang tinggi, hingga hampir semua aktivitasnya berlangsung tak jauh dari rumah.
“Saya berbisnis karena kuliah bisnis. Sementara alasan memilih kuliah di kampus Prasetiya Mulya semata-mata karena dekat rumah. Toodz House dan Tuku pun berada di dekat rumah,” ujar anak dari pasangan Ibnu Kartiko dan Damayanti, tertawa. Struggling dalam bisnis kopi ini bagi Tyo adalah mengubah dirinya yang introver menjadi lebih terbuka dan luwes bergaul. Sebuah sikap yang menurut penting dalam bisnis.
Di mata bungsu dari dua bersaudara ini, sebuah bisnis yang baik adalah yang tidak menghilangkan unsur manusia. Itu sebabnya, ia selalu menekankan kepada karyawannya yang kini sudah berjumlah sekitar 100 orang (70 orang di Tuku dan 30 orang di Toodz House) untuk sepenuh hati memberikan pelayanan terbaik kepada pembeli. Ia juga tampak akrab dengan beberapa sopir ojek online yang ditemui di tokonya.
“Saya belajar untuk merasa cukup dengan apa yang kita miliki, meski sedikit,” ujar pria yang mengaku anak rumahan ini. (f)
Baca Juga:
Nararya Soeprapto, Pria Adalah Sekutu Kesuksesan Wanita
Sukses Dagadu Djogja 24 Tahun Menjadi Ikon Yogyakarta
Kartini dari Maumere: Menginisiasi PAUD untuk Anak Berkebutuhan Khusus